Perdamaian Dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

Site: LMS-SPADA INDONESIA
Course: Hukum Kepailitan / Pengembangan dan Penyelenggaraan Pembelajaran Digital
Book: Perdamaian Dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
Printed by: Guest user
Date: Monday, 4 November 2024, 10:22 AM

Description

Perdamaian dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang diatur dalam UU Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang pada Pasal 265 yang menentukan bahwa debitor pada waktu mengajukan permohonan PKPU berhak menawarkan suatu perdamaian kepada debitor. Rencana perdamaian tersebut harus disampaikan kepada hakim pengawas, pengurus, dan ahli bila ada. 

1. PENGERTIAN PERDAMAIAN

Perdamaian adalah suatu persetujuan antara pihak Debitor atau si pailit dan para Kreditor yang mengikat kedua belah pihak. Persetujuan itu menerbitkan bagi si Debitor kewajiban untuk memenuhi dan menepati akkord itu dengan melunasi tagihan-tagihan itu sampai prosentase; mungkin dengan cara melunasi bunga lebih dahulu, baru kemudian utang pokok dibayar secara angsuran atau sekaligus yang telah ditetapkan dalam akkord tadi. Sesungguhnya suatu akkord sangat berfaedah bagi kedua belah pihak, baik bagi Debitor maupun bagi si Kreditor.

Pasal 265 Undang Undang No. 37 Tahun 2004 yang menyatakan bahwa, ”Debitor berhak pada waktu mengajukan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang atau setelah itu menawarkan suatu perdamaian kepada Kreditor.”

Rencana Perdamaian adalah proses peradilan yang pengakhirannya dengan suatu pengesahan. Pada hakekatnya pengesahan adalah bagian dari putusan yang terpenting, yang mengandung 2 (dua) unsur kaidah yaitu, penawaran dan penerimaan yang terjadi didalam proses beracara persidangan sengketa yang diputuskan oleh Pengadilan Niaga yang didasarkan pada tuntutan adanya Rencana Perdamaian, yang mana terhadap Rencana Perdamaian ini mengalami proses pengakuan dan persetujuan dari Kreditor melalui Rapat‑Rapat Kreditor yang telah ditawarkan oleh Debitor PKPU untuk melindungi hak‑hak para Kreditor.

2. TATA CARA PENGAJUAN RENCANA PERDAMAIAN

Terdapat dua macam cara pengajuan perdamaian dalam PKPU, yaitu :

  1. Dengan melampirkan Rencana Perdamaian pada permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU);
  2. Kemudian, sebelum sidang dengan menawarkan pembayaran kepada mereka; Kreditor; yang terhadapnya berlaku Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)

Pengajuan Rencana Perdamaian kepada para Kreditornya dapat dilakukan bersamaan waktunya dengan pengajuan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) atau sesudah itu, sewaktu‑waktu asalkan Debitor memperhatikan persyaratan pengajuannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 266 ayat (1) Undang Undang No. 37 tahun Dengan kata lain Rencana Perdamaian dapat diajukan sewaktu‑waktu selama berlangsungnya Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), dengan catatan tidak melebihi 270 (dua ratus tujuh puluh) hari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 228 ayat (6) Undang Undang No. 37 tahun 2004.Namun apabila ternyata sampai dengan batas waktu tersebut belum tercapai persetujuan Rencana Perdamaian yang telah diajukan Debitor, maka pada hari berakhirnya jangka waktu yang telah diberikan Undang‑undang yaitu 270 hari, Pengurus yang telah diangkat dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), wajib memberitahukannya kepada Pengadilan Niaga dan Pengadilan Niaga harus menyatakan Debitor pailit selambat‑lambatnya pada hari berikutnya.

Terhadap Rencana Perdamaian yang diajukan tidak bersamaan atau tidak dilampirkan pada permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, maka harus diajukan :

  1. Sebelum hari ke‑45, setelah putusan sementara Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang atau sebelum hari sidang yang dimaksud dalam Pasal 226 Undang Undang No. 37 Tahun 2004 atau pada tanggal kemudian dengan tetap memperhatikan Pasal ayat (4).
  2. Rencana Perdamaian tersebut harus diletakkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri yang padanya melekat Pengadilan Niaga yang memeriksa dan mengadili permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, agar dapat dilihat oleh setiap orang yang berkepentingan secara cuma‑cuma,
  3. Rencana Perdamaian juga disampaikan kepada Hakim Pengawas dan Pengurus serta ahli, bila ada segera setelah Rencana Perdamaian itu ada.

Sedangkan Pengajuan Rencana Perdamaian yang diajukan dalam hal adanya permohonan pailit, maka Rencana Perdamaian haruslah diajukan oleh termohon Pailit paling lambat 8 (delapan) hari setelah ia menerima permohonan pengajuan pailit dari Pemohon, dengan jalan meletakkan dan mendaftarkan di kepaniteraan Pengadilan Niaga.

3. PENGAJUAN TAGIHAN PARA KREDITOR

Segera setelah Panitera menerima Rencana Perdamaian, Pengadilan Niaga atau Hakim Pengawas harus menentukan :

  1. Hari terakhir tagihan‑tagihan yang terkena Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) atau tagihan‑tagihan konkuren harus disampaikan kepada Pengurus;
  2. Tanggal dan waktu Rencana Perdamaian yang diusulkan tersebut akan dibicarakan dan diputuskan dalam rapat permusyawaratan Hakim.

Tagihan‑tagihan para Kreditor konkuren harus disampaikan kepada Pengurus sebelum batas akhir pengajuan tagihan berakhir berdasarkan Penetapan Hakim Pengawas dan harus mengumumkan dalam Berita Negara dan salah satu surat kabar harian yang ditunjuk oleh Hakim Pengawas mengenai penentuan waktu terakhir penyampaian tagihan‑tagihan berikut bukti‑bukti pendukung dan penjelasannya, serta waktu sidang berikut, dan mengenai adanya Rencana Perdamaian. Pengurus wajib memanggil atau memberitahukan hal tersebut kepada para Kreditor yang dikenal dengan surat tercatat atau kurir. Dalam hal ini tagihan‑tagihan yang dapat diajukan kepada Pengurus hanyalah tagihan‑tagihan konkuren. Yang diserahkan kepada Pengurus adalah surat tagihannya atau bukti lain yang menyebutkan sifat dan jumlah tagihan disertal bukti‑bukti tersebut.

Pengurus membandingkan segala perhitungan tagihan yang telah diserahkan dengan catatan‑catatan dan laporan Debitor. Pengurus menempatkan piutang‑piutang yang telah disampaikan dalam suatu daftar dengan menyebutkan nama dan tempat tinggal masing‑masing Kreditornya, jumlah piutang masing-masing dan penjelasan tentang piutang‑piutang, dengan menyebutkan apakah piutang‑piutang itu diakui atau dibantah. Selanjutnya mengenai nilai piutang yang tidak dicapai kesepakatan antara Kreditor dan Pengurus atau Debitor diterima dengan syarat untuk ditetapkan oleh Hakim Pengawas.

Dalam rapat pembicaraan dan pemunculan suara tentang Rencana Perdamaian, para Pengurus maupun para ahli jika ada diangkat harus memberikan laporan tentang perdamaian yang ditawarkan itu dan juga si Debitor berhak untuk memberikan penjelasan‑penjelasan mengenai Rencana Perdamaian tersebut, membela atau mencabutnya.

Tagihan yang dimasukkan kepada Pengurus sampai dua hari sebelum rapat pembicaraan dan pemungutan suara tetap harus didaftar, apabila dalam rapat tersebut baik Pengurus maupun para Kreditor yang hadir tidak mengajukan keberatan.

Pengurus harus meletakkan salinan daftar piutang yang telah dibuat tersebut di atas di Kepaniteraan Pengadilan, tujuh hari sebelum rapat pembicaraan Rencana Perdamaian, agar dilihat dapat secara cuma‑cuma oleh siapa saja yang menghendaki. Pengawasan waktu penyampaian tagihan pada Pengurus tidak berlaku dalam hal Kreditor dapat membuktikan bahwa terlambatnya ia mengajukan tagihan disebabkan jauhnya tempat tinggal, sehingga tidak mungkin ia dapat memasukkan tagihan lebih awal.

4. PROSES PEMBAHASAN RENCANA PERDAMAIAN

Dalam rapat pembicaraan Rencana Perdamaian, setiap Kreditor konkuren berhak hadir sendiri atau kuasanya; baik Kreditor maupun Debitor berhak untuk membantah piutang yang telah diakui oleh Pengurus baik sebagian atau seluruhnya. Pengurus juga berhak untuk menarik kembali pengakuannya.

Hakim Pengawas harus menentukan sampai seberapa atau jumlah berapa tagihan yang dibantah itu dapat ikut dalam pemungutan suara.Dalam proses pembicaraan Rencana Perdamaian, pihak‑pihak yang boleh mengeluarkan suara adalah seluruh para berpiutang konkuren yang haknya diakui atau diakui sementara termasuk Kreditor konkuren yang haknya ditentukan Hakim Pengawas yang hadir dalam rapat permusyawaratan.

Para berpiutang pemegang Hak Tanggungan, pemegang Gadai, pemegang Hak Agunan atas kebendaan lainnya, pemegang lkatan Panenan, para pemegang berpiutang yang diistimewakan, termasuk mereka yang haknya didahulukan dibantah, tidak dapat memberikan hak suara, kecuali apabila mereka telah melepaskan hak didahulukan sebelum dimulainya pemungutan suara atas Rencana Perdamaian.

5. PENGESAHAN (HOMOLOGATIE) RENCANA PERDAMAIAN

Agar suatu Rencana Perdamaian yang telah diterima mempunyai kekuatan hukum, maka memerlukan pengesahan Perdamaian oleh Pengadilan Niaga atau yang dikenal dengan istilah Homologatie.Prosedur dan persyaratan putusan pengesahan dan penolakan pengesahan perdamaian tersebut diatur dalarn Pasal 284 dan 285 Undang Undang No. 37 Tahun 2004.

Terhadap Rencana Perdamaian yang diterima tersebut, Pengadilan Niaga harus menetapkan tanggal sidang untuk pengesahan perdamaian paling lambat 14 hari setelah Rencana Perdamaian disetujui oleh Kreditor. Dengan demikian suatu Rencana Perdamaian yang telah diterima memerlukan pengesahan untuk memperolah kekuatan hukum. Pada hari sidang yang telah ditentukan tersebut Pengadilan Niaga wajib memberikan putusannya tentang pengesahan perdamaian disertai dengan alasan-alasannya. Demikian Ketentuan Pasal 285 ayat (1) Undang Undang No. 37 tahun 2004 menentukannya.

Pasal 269 ayat (2) Undang Undang No. 37 tahun 2004: Pengadilan hanya dapat menolak untuk melakukan pengesahan perdamaian apabila : a) harta Debitor, termasuk barang-barang untuk mana dilaksanakan hak retensi, jauh lebih besar daripada jumlah yang disetujui dalam perdamaian; b) Pelaksanaan perdamaian tidak cukup terjamin; c) Perdamaian itu dicapai karena penipuan, atau sekongkol dengan satu atau lebih Kreditor atau karena pemakaian upaya-upaya lain tidak jujur dan tanpa menghiraukan apakah Debitor atau pihak lain bekerja sama untuk mencapai hal ini; d) Imbalan jasa dan biaya yang dikeluarkan oleh para ahli dan Pengurus belum dibayar atau tidak diberikan jaminan untuk pembayarannya.