Menurut saya, contoh nyata dari perubahan signifikan dalam regulasi desa ini yang saya lihat di daerah saya di Bali, terutama terkait pengelolaan dana desa untuk pengembangan potensi pariwisata lokal. Sebagai contoh, di beberapa desa wisata di Bali, seperti Desa Penglipuran atau Desa Tenganan, UU Desa No. 6 Tahun 2014 sebelumnya memberi kewenangan kepada desa untuk mengelola dana desa, tetapi banyak keputusan masih dipengaruhi oleh pemerintah pusat atau daerah.
Namun, dengan UU Desa No. 3 Tahun 2024 yang memberikan desa lebih banyak kebebasan dalam mengelola anggaran dan keputusan pembangunan, desa-desa ini dapat lebih mandiri dalam mengembangkan program pariwisata mereka. Desa bisa fokus pada pengembangan infrastruktur pendukung wisata, pelestarian budaya lokal, serta mempromosikan potensi wisata alam tanpa menunggu instruksi dari atas.
Alasan saya menganggap ini penting adalah karena desa-desa di Bali yang memiliki potensi wisata besar bisa lebih cepat beradaptasi dan mengembangkan program yang sesuai dengan kebutuhan lokal mereka. Contohnya, Desa Penglipuran sekarang bisa langsung mengalokasikan dana untuk memperbaiki jalur wisata atau mengadakan event budaya tahunan, yang pada akhirnya meningkatkan jumlah wisatawan dan pendapatan bagi masyarakat desa secara langsung. Dengan lebih kuatnya peran desa, mereka juga bisa lebih responsif dalam menangani masalah lingkungan yang berhubungan dengan pariwisata, seperti pengelolaan sampah dan konservasi alam.