Prinsip-prinsip keadilan, ketidakberkelanjutan, dan larangan riba dalam perekonomian Islam diimplementasikan untuk menciptakan sistem perekonomian yang adil dan seimbang. Keadilan diwujudkan melalui distribusi kekayaan yang merata, seperti zakat, sedekah, dan infak, yang membantu mengurangi kesenjangan ekonomi. Keberlanjutan dijalankan dengan mendorong investasi pada sektor riil, yang dapat memberikan manfaat langsung bagi masyarakat dan menghindari spekulasi. Larangan riba diterapkan dengan mengganti transaksi berbasis bunga dengan sistem bagi hasil (mudharabah dan musyarakah), serta pembiayaan jual-beli (murabahah).
Instrumen keuangan syariah meliputi sukuk (obligasi syariah), reksadana syariah, dan produk perbankan syariah seperti pembiayaan musyarakah dan ijarah (leasing). Lembaga keuangan syariah seperti bank syariah, Baitul Maal wa Tamwil (BMT), dan asuransi syariah mendukung sistem operasional ini, memastikan semua transaksi mengikuti prinsip-prinsip syariah.
Sistem ekonomi Islam berkontribusi dalam menciptakan kesejahteraan dan keadilan sosial melalui redistribusi kekayaan, pembiayaan yang inklusif, serta mendorong pertumbuhan ekonomi yang berbasis pada sektor riil. Dengan demikian, masyarakat dapat merasakan manfaat langsung dari kegiatan ekonomi.
Namun, tantangan penerapan sistem ekonomi Islam di Indonesia dan dunia mencakup kurangnya literasi masyarakat mengenai keuangan syariah, keterbatasan infrastruktur lembaga keuangan syariah, dan regulasi adaptasi yang belum sepenuhnya mendukung. Di tingkat global, tantangan lainnya adalah harmonisasi standar keuangan syariah serta persaingan dengan sistem konvensional yang lebih mapan.