Pemetaan merupakan tahapan penting yang harus dilaksanakan sebelum memulai suatu pemberdayaan. Hasil akhir pemetaan dapat menjadi dasar dalam penentuan bentuk pemberdayaan yang tepat untuk dilakukan pada komunitas / masyarakat tertentu. Pemetaan umumnya dilakukan untuk melihat potensi atau peluang yang dapat dikembangkan dalam kelompok masyarakat. Terdapat beberapa jenis pemetaan di antaranya penyusunan profil komunitas, pemetaan aset komunitas dan pemetaan sosial.
Profil komunitas biasa digunakan untuk merujuk pada berbagai program yang dilaksanakan oleh organisasi, termasuk komunitas itu sendiri, lembaga hukum, dan organisasi-organisasi kerelawanan. Profil komunitas mencakup segala kebutuhan dan sumberdaya yang dimiliki komunitas berikut segala permasalahan yang mempengaruhi komunitas tersebut. Penyusunan profil komunitas yang baik membutuhkan keterlibatan aktif masyarakat terutama dalam tahap needs assesments dan audit sosial (Hawtin dan Smith, 2007). Definisi yang diberikan Hawtin dan Smith (2007) tersebut cukup jelas untuk mengambarkan secara singkat apa yang tercakup dalam profil komunitas.
Christakopoulou (2001) menambahkan secara rinci bahwa profil komunitas yang komprehensif harus membahas beberapa aspek dalam kehidupan masyarakat, yaitu :
a) Lingkungan tempat tinggal, yang termasuk di dalamnya kualitas lingkungan fisik dan kebiasaan hidup orang-orang setempat. Termasuk juga tentang kebutuhan dan sumberdaya serta sejauhmana fasilitas lokal dapat membantu memenuhi tujuan dan aspirasi masyarakat.
b) Lingkungan komunitas sosial, seperti jaringan formal dan informal masyarakat termasuk juga keterlibatan warga dalam kehidupan sosial masyarakat.
c) Lingkungan komunitas ekonomi yang mencakup tingkat pendapatan dan prospek pekerjaan penduduk lokal serta tingkat kemakmuran dan keberlangsungan hidup masyarakat.
d) Lingkungan komunitas politik, termasuk di dalamnya sistem dan struktur representasi politik dan manajemen masyarakat setempat. Selain itu juga berkaitan dengan sejauhmana masyarakat dapat mempengaruhi pengambilan keputusan dan berbagai kebijakan di tingkat lokal.
e) Ruang pribadi, mencakup keterkaitan yang dimiliki individu dengan masyarakat dan wilayah di mana, mereka tinggal seperti kenangan dan pengalaman hidup
f) Wilayah yang termasuk bagian dari kota atau secara sederhana jaringan infrastruktur, ekonomi, dan sosial yang dapat membedakan dengan wilayah komunitas lainnya.
Sedangkan pemetaan komunitas menurut Lydon (2003) merupakan suatu proses untuk membuat representasi geografis dan spasial dalam bentuk grafis, bukan secara lisan yang mana di dalamnya terangkum segala sesuatu yang terjadi di dalam masyarakat. Pemetaan komunitas memungkinkan masyarakat dapat membuat peta untuk mengekspresikan cerita kehidupan dan tempat asal mereka. Pemetaan komunitas ini juga dapat dikatakan sebagai suatu proses pembelajaran untuk memahami kondisi masyarakat serta untuk melakukan perencanaan tindakan yang sebaiknya dilakukan untuk memperbaiki kondisi masyarakat atau untuk mendorong kemajuan masyarakat. Selama pemetaan komunitas dilakukan maka para anggota masyarakat berkumpul dan saling berbagi informasi.
Informasi yang terkumpul dapat dianalisis dengan berbagai metode serta dapat pula diidentifikasi hubungannya dengan berbagai data lainnya untuk melihat perubahan dari waktu ke waktu. Peta yang dihasilkan dapat digunakan untuk mendokumentasikan kebutuhan masyarakat dan membantu mengarahkan pada konsensus atau pengambilan keputusan yang ditujukan untuk mendorong masyarakat menuju kondisi yang lebih baik lagi. Selanjutnya adalah pemetaan aset komunitas yang biasa digunakan ketika hendak memulai suatu proses pengembangan atau pemberdayaan masyarakat. Kretzmann dan Mcknight’s (dalam Phillips dan Pittman, 2008) membuat suatu model pemberdayaan yang berdasarkan aset yang dimiliki oleh masyarakat. Dimulai dengan peta sumberdaya lokal yang memberikan dasar keberlangsungan masyarakat serta rencana aksi yang akan dilakukan. Pemberdayaan masyarakat yang berbasis pada aset lebih terfokus untuk melihat potensi atau kekuatan yang dimiliki komunitas dan bukan pada kelemahannya.
Selanjutnya kemudian dilakukan identifikasi cara membangun aset lokal serta meningkatkan kualitas hidup masyarakatnya. Pemberdayaan masyarakat yang berbasis aset sangat bergantung kepada data survei. Survei dilakukan pada masyarakat lokal untuk mengidentifikasi keterampilan, bakat, atau potensi lainnya yang mungkin kurang dimanfaatkan atau bahkan sama sekali tidak disadari oleh masyarakat. Survei juga dilakukan untuk memberikan penilaian terhadap organisasi dan sumberdaya kelembagaan yang cukup memiliki peranan penting di dalam keberlangsungan masyarakat. Dalam melakukan pemetaan aset masyarakat, Phillips dan Pittman (2008) memaparkan bahwa perlu diperhatikan beberapa tahapan yang harus dilalui. Pertama, merupakan bagian terpenting yaitu menentukan tujuan dilakukannya pemetaan aset. Kedua, sangat penting untuk membuat batasan teritori baik itu secara geografis ataupun terkait keanggotaan masyarakat, seperti individu mana yang menjadi sasaran, organisasi atau institusi apa saja yang terlibat, dan lain sebagainya. Pada tahapan ketiga, dapat dilakukan survei atau FGD untuk mendapatkan data yang diperlukan.
Terakhir adalah pemetaan sosial. Menurut McMurtry (dalam Syahrani, 2016), pemetaan sosial adalah pembuatan profil, potret, ataupun keragaan dari suatu masyarakat. Menurutnya, pemetaan sosial dapat pula didefinisikan sebagai suatu proses penggambaran masyarakat yang didalamnya melibatkan pengumpulan data dan informasi masyarakat terutama dalam hal profil dan masalah sosial. Sedangkan menurut Chamber (1992), pemetaan sosial merupakan proses pengumpulan dan penggambaran data serta informasi yang mencakup potensi dan kebutuhan masyarakat berikut permasalahan yang dihadapinya. Pemetaan sosial mencakup berbagai aspek yang ada di masyarakat seperti aspek sosial, aspek ekonomi, aspek kelembagaan, dan lain sebagainya. Safiullin, dkk (2015) memaparkan bahwa pemetaan sosial merangkum analisis multi-faktor yang kompleks dalam fenomena sosial seperti masalah sosial terkait interaksi, tingkat pengangguran, tingkat keamanan wilayah, kesadaran lingkungan, dan lain sebagainya.
Istilah pemetaan sosial itu sendiri sering digunakan dalam berbagai konteks. Namun paling tepat disebutkan bahwa pemetaan sosial merupakan suatu alat yang sangat efektif untuk mengidentifikasi hubungan spasial yang tidak lain juga merangkum kehidupan sosial warga yang tinggal pada wilayah tersebut. Menurut Gunawan (2018), pemetaan sosial merupakan kegiatan yang dilaksanakan untuk memahami kondisi sosial masyarakat lokal. Kegiatan ini penting untuk perencanaan pembangunan karena setiap masyarakat memiliki kondisi sosial berbeda yang kemudian menyebabkan masyarakat memiliki masalah dan kebutuhan yang berbeda pula.
Pemetaan sosial selain untuk mengetahui kebutuhan dasar masyarakat, potensi sumber daya dan modal sosial masyarakat, juga dilakukan untuk mengenal stakeholder dalam kaitannya dengan keberadaan dan aktivitas pelaku dalam program, mengidentifikasi akar permasalahan yang dirasakan komunitas dalam meningkatkan kesejahteraan hidupnya serta menganalisis potensi konflik yang terdapat di suatu masyarakat.
Hal terpenting dalam melakukan pemetaan sosial yaitu harus dapat melakukan mapping bentuk sosial antar kelompok menyangkut baik hubungan yang asosiatif ataupun dissosiatif. Objektif terakhir dalam tahapan pemetaan sosial ini tidak hanya sekedar mengetahui hubungan masyarakat namun juga berusaha untuk memahami mengapa hubungan asosiatif dan dissosiatif terjadi serta faktor pendukung atau penghambat yang ada sehingga dapat diperoleh solusi atau rencana baik dalam penguatan hubungan yang sudah ada ataupun mengatasi hubungan dissosiatif. Rencana mengatasi hubungan atau penguatan hubungan sosial ini selanjutnya dilakukan pada tahap
Secara terminologi komunikasi berasal dari bahasa Latin yakni communico yang artinya membagi, dan communis yang berarti membangun kebersamaan antara dua orang atau lebih (Cangara, 2009:13). Dalam Effendy (2004:9) dikatakan bahwa kegiatan komunikasi tidak hanya bersifat informatif yang hanya mampu memberikan pengetahuan dan pengertian kepada orang lain, tetapi juga bersifat persuasif, yakni agar orang lain bersedia menerima suatu paham atau keyakinan untuk suatu perbuatan dan kegiatan lainnya.
Diperlukan keterampilan komunikasi untuk menunjang keberhasilan pemetaan sosial. Keterampilan pada hakikatnya adalah cara seseorang untuk melakukan sesuatu (Sutardi & Budiasih, 2010). Setiap komunikasi yang dilakukan, tentunya diharapkan menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi siapa saja yang terlibat dalam komunikasi tersebut. Komunikasi akan berjalan dengan dinamis, apabila disertai adanya suatu reaksi dari pihak penerima pesan. Reaksi ini menandakan bahwa pesan yang disampaikan mendapatkan tanggapan. Adapun jenis keterampilan komunikasi berupa keterampilan komunikasi lisan (oral communication) yaitu kemampuan berbicara (speaking) sehingga mampu menjelaskan dan mempresentasikan gagasan dengan jelas kepada bermacam-macam orang (audiens). Kemampuan ini meliputi keahlian menyesuaikan cara berbicara kepada komunikan yang berbeda, menggunakan pendekatan dan gaya yang pas, dan memahami pentingnya isyarat non verbal. Komunikasi ini membutuhkan keterampilan latar belakang (background skills) presentasi, pemahaman tentang audiens, mendengarkan secara kritis, dan bahasa tubuh (body language).
Keterampilan berkomunikasi yang diharapkan mencakup beberapa kemampuan yakni:
a. Kemampuan dalam menciptakan kontak atau hubungan interpersonal
Komunikasi melibatkan pertukaran pesan baik pesan verbal maupun pesan non verbal. Kata-kata yang kita gunakan dalam komunikasi tatap muka dengan orang lain biasanya disertai dengan petunjuk non verbal seperti ekspresi wajah, kontak mata dan gerak tubuh atau bahasa tubuh. Berkomunikasi dengan orang lain merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan setiap manusia. Komunikasi sendiri merupakan suatu proses atau kegiatan penyampaian pesan dari seseorang kepada orang lain untuk mencapai tujuan tertentu. Tanpa adanya komunikasi, manusia tidak dapat membangun interkasi dan hubungan dengan orang lain.
Fungsi komunikasi sendiri adalah untuk membangun diri kita sendiri dan juga orang lain. Melalui interaksi dengan orang lain kita akan merasa diakui di kehidupan sosial, merasa bahagia, menyampaikan perasaan dan mengenal siapa sesungguhnya diri kita. Melalui komunikasi kita juga dapat memberikan informasi, mengajar, mencapai tujuan bersama dan lain sebagainya. Namun banyak orang yang belum dapat berkomunikasi dengan baik dan efektif. Keterampilan komunikasi yang kurang baik dapat merusak suatu hubungan.
b. Kemampuan dalam menangkap atau memahami informasi
Pemahaman merupakan salah satu patokan kompetensi yang dicapai setelah pekerja sosial melakukan kegiatan meng-asesmen pengemis. Dalam proses asesmen, setiap individu memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam memahami apa yang diberikan ketika diberikan pelatihan komunikasi interpersonal. Ada yang mampu memahami materi secara menyeluruh dan ada pula yang sama sekali tidak dapat dapat mengambil makna dari apa yang telah dipelajari, sehingga yang dicapai hanya sebatas mengetahui
c. Kemampuan dalam memberikan tanggapan atau umpan balik
Umpan balik (feedback) merupakan tanggapan yang diberikan oleh seorang komunikan (penerima pesan) ketika seorang komunikator (pemberi pesan) sedang menyampaikan pesannya. Dalam arti singkat, feedback dapat dikatakan sebagai tanggapan atau respon terhadap suatu pesan, umpan balik diperlukan
d. Kemampuan dalam mengarahkan orang lain untuk melakukan sesuatu
Proses komunikasi interpersonal menggambarkan terjadinya kegiatan komunikasi sebagai proses yang menghubungkan pengirim dengan penerima pesan. Dalam proses komunikasi interpersonal, komunikator memiliki peranan penting menentukan keberhasilan dalam mempengaruhi komunikan, berkaitan erat dengan karakter yang melekat pada komunikator itu sendiri.