Terbentuknya Fraksi Nasional di Volksraad atau Dewan Rakyat, yang merupakan dewan bentukan Belanda untuk perwakilan berbagai golongan masyarakat. Di sini, tokoh-tokoh pergerakan nasional seperti Sutardjo Kartohadikusumo mulai menyuarakan aspirasi rakyat melalui wadah yang disediakan oleh Belanda. Mereka memperjuangkan berbagai hak rakyat Indonesia, tetapi tetap berada dalam batas-batas yang ditoleransi oleh pemerintah kolonial. Ini menunjukkan perubahan pendekatan dari perlawanan fisik ke diplomasi politik.
Petisi Sutardjo pada tahun 1936 adalah langkah nyata dalam upaya diplomatik ini. Melalui petisi tersebut, Sutardjo meminta kepada Belanda agar Indonesia diberi otonomi, yaitu semacam hak untuk mengatur urusan sendiri meskipun masih di bawah kendali Belanda. Meski terkesan tidak terlalu menuntut kemerdekaan penuh, petisi ini cukup radikal untuk masanya. Namun, Belanda menolak permintaan tersebut, yang akhirnya malah menimbulkan kekecewaan dan meningkatkan keinginan rakyat Indonesia untuk memperoleh kebebasan penuh.
Pada akhir 1930-an muncul GAPI (Gabungan Politik Indonesia), yaitu sebuah aliansi yang menyatukan banyak partai politik nasional dengan satu tujuan, yaitu "Indonesia Berparlemen." GAPI menuntut agar Indonesia memiliki parlemen sendiri yang benar-benar mewakili kepentingan rakyat, bukan hanya sekadar perwakilan simbolis. GAPI berhasil menciptakan rasa persatuan di antara berbagai organisasi politik yang sebelumnya mungkin memiliki tujuan atau pandangan yang berbeda.