Forum Diskusi 2: Komunikasi

Pola komunikasi penyandang Disabilitas tungarungu disuatu perusahaan Deaf Finger Talk

Pola komunikasi penyandang Disabilitas tungarungu disuatu perusahaan Deaf Finger Talk

by ARUM SEPTYANINGRUM -
Number of replies: 0

Tunarungu adalah istilah yang digunakan kepada seseorang yang memiliki keterbatasan dan kehilangan pendengaran. Adanya keterbatasan ini membuat para tunarungu jauh dari pergaulan hidup masyarakat dimana pada dasarnya dimasyarakat tak bisa dipisahkan dengan interaksi sosial khususnya berkomunikasi. Adanya keterbatasan ini membuat adanya hambatan untuk berkomunikasi verbal atau lisan, baik secara ekspresif (berbicara) ataupun reseptif (memahami pembicaraan orang lain).

Berdasarkan dari salah satu jurnal kajian ilmiah tentang Komunikasi Antar Pribadi Non Verbal Penyandang Disabilitas di Deaf Finger Talk yang sudah saya baca, saya mendapat beberapa kesimpulan yaitu :

Deaf Finger Talk adalah perusahaan sederhana oleh individu yang didirikan di daerah Pamulang, Tanggerang Selatan, dan Cinere, Depok. Deaf Finger Talk memberdayakan dan mengembangkan potensi penderita tunarungu sebagai pramusaji dan karyawannya sehinga DFT menawarkan pengalaman ynag berbeda yaitu menggunakan bahasa tangan atau bahasa isyarat dalam melayani konsumen. 

Adapun proses komunikasi yang terjadi antara pegawai tuna rungu dengan pelanggan dan manajemen Deaf Finger Talk terjadi dalam bebrapa tahap, yaitu tahap yang pertama adalah menyamakan bahaa daerah dari masing-masing calon pegawai kedalam bahasa Indonesia. Proses komunikasi antara pegawai tunarungu dan manajemen tergolong mudah. dikerenakan hampir semua pengelola menejemen DFT teman dengar menguasai bahasa isyarat indonesia. kemudian dari sisi pegawai juga tidak terlalu ulit dikarenaka pihak menejemen yang sangat terbuka dan mau menerima mereka dari nol. 

Proses kedua adalah dari sisi pelanggan teman dengar baru, sebagian besar mereka awalnya terkejut dengan kondisi cafe ini karena baru pertama kali berkomunikasi dengan penyandang disabilitas tungarungu. sebagian deri mereka merasa kesulitan, namun pihak cafe memberikan kemudahan dengan membuat kertas yang berisi kosakata bahasa isyarat yang umum digunakan selama berkunjung di cafe ini.

proses ketiga adalah pelanggan yang memang dari awal sudah mengetahui bahwa cafe ini mempekerjakan penyandang tungarungu. Mereka sering berkunjung dikarenakan tertarik dengan cafe ini dan ingin mengetahui lebih lanjut tentang sistem dan proses kerja di Cafe ini.

Pola komunikasi yang terjadi antara pegawai tunarungu dengan menejemen pada dasarnya berlangsung diadik. maksudnya diawal ketika baru berkomunikasi yang terjadi adalah tatap muka, namun belum begitu intens dikarenakan terdapat beberapa perbedaan pada bahasa isyarat. Namun setelah berjalan seminggu, pola komunikasi mereka berlangsung secara dialog, karena keduanyta lebih intens berkomunikasi untuk membahas hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan. Sedangkan pola komunikasi antara pelanggan dengan pegawai tunarungu lebih bersifat diadik dan beluim mampu mencapai tahap dialog, hal ini dikarenakan kebutuhan pelanggan di DFT hanye sebatas kegiatan-kegiatan yang bersifat persial.