Buat Analisa Kasus Hukum yang berkaitan dengan ITE atau telematika
Forum Diskusi 2
Kasus Penipuan online dapat mengkaji modus operandi penipuan online, perlindungan hukum bagi korban, dan upaya pencegahan
Nim : E.2310652
Universitas Djuanda
Terdapat beberapa kasus hukum yang berkaitan dengan ITE atau telematika yaitu, Pencemaran nama baik,Menyebarkan gambar atau video asusila,Judi online,Teror,Brita hoax dan lain sebagainya.
Perlu kita sadari bahwa begitu banyak hal yang tersampaikan atau di beritakan tidak dengan dasar kenyataan yang selalu di jadikan bahan penyerangan yang dapat merugikan seseorang atau kelompok melalui alat elektronik salah satuny handphone.
Adapun aturan/UU yang mengatur perihal yang berkaitan dengan ITE/Telematika itu, Yaitu Pada Pasal 28 ayat (1) UU ITE mengatur bahwa menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang merugikan konsumen dalam transaksi elektronik merupakan penipuan.
NIM : E.2310357
UNIVERSITAS DJUANDA
Pada tahun 2024 terdapat kasus UU ITE, dimana seorang jurnalis bernama Adit didakwa karena melanggar pasal 27 ayat (3) UU ITE setelah mengkritik seorang pejabat daerah di media sosial, menuduhnya terlibat korupsi. Pejabat tersebut merasa nama baiknya tercemar dan melaporkan Adit. Meskipun kririk Adit berdasarkan investigasi nya tetapi Adit terancam pidana
Dapat kita lihat dan sadari bahwa kasus ini menunjukkan bagaimana UU ITE sering digunakan para pejabat untuk membungkam kritik dan mengancam kebebasan berekspersi khususnya bagi para jurnalis seperti Adit.
Kasus hukum yang sering terjadi di masyarakat terkait dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) salah satunya adalah kasus pencemaran nama baik melalui media sosial. Misalnya, seorang pengguna media sosial mengunggah komentar negatif tentang individu lain di platform seperti Facebook, Instagram, atau Twitter. Dalam beberapa kasus, unggahan tersebut dianggap merugikan nama baik pihak yang disebutkan, dan pihak yang dirugikan kemudian melaporkan hal tersebut ke polisi dengan dasar UU ITE.
Salah satu kasus yang mencuat adalah kasus pencemaran nama baik yang melibatkan seorang ibu rumah tangga di Jawa Barat yang bernama Prita Mulyasari, beliau didakwa melanggar Pasal 27 ayat 3 UU ITE. Ibu tersebut mengeluhkan pelayanan rumah sakit di media sosial dengan nada marah dan menyebutkan nama rumah sakit secara langsung yang RS Omni Alam Sutra. Pihak rumah sakit merasa dirugikan dan melaporkannya ke pihak berwajib. Kasus ini mendapat perhatian publik karena dianggap mengancam kebebasan berpendapat masyarakat.
Dampak dari UU ITE ini cukup luas, terutama di era digital, di mana masyarakat dengan mudah dapat menyampaikan pendapat di media sosial. Namun, kebebasan tersebut harus dibarengi dengan tanggung jawab. Kasus seperti ini menunjukkan pentingnya bijak dalam berkomunikasi di dunia maya, karena apa yang dianggap sebagai kritik bisa berujung pada tuntutan hukum jika tidak disampaikan dengan tepat. Ini menjadi pengingat bahwa kebebasan berbicara tetap memiliki batasan sesuai dengan hukum yang berlaku.
Sekian, Terimakasih…
NIM: 221010518,
Kampus: UIR
akan menjawab pertanyaan.
Contoh Kasus Hukum yang berkaitan dengan ITE atau telematika: Kasus Pencemaran Nama Baik terhadap Presiden melalui Media Sosial.
Pada tahun 2019, terjadi kasus yang melibatkan seorang pengguna media sosial yang dituduh mencemarkan nama baik seorang presiden RI. Pengguna tersebut memposting pernyataan yang dinilai merendahkan dan menuduh Presiden melakukan tindakan korupsi tanpa bukti yang jelas. Kemudian, setelah video tersebut telah beredar secara luas, polisi menangkap pelaku yg mencemarkan nama baik presiden. Seperti yang kita ketahui, Hukum menghina presiden di Indonesia termuat dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pada pasal 218 ayat 1 menyebutkan bahwa setiap orang yang menyerang kehormatan/harkat dan martabat presiden atau wakil presiden bisa mendapat pidana penjara. Hukuman penjara bagi pelaku yaitu paling lama 3 tahun.
Kampus: UNIDA Akan menjawab
Pencemaran Nama baik melalui media sosial
Kasus ini menunjukan pentingnya kesadaran diri akan dampak dari penggunaan media sosial dan tanggung jawab dalam menyampaikan informasi dan kehati-hatian dalam menggunakan media sosial. Penegakan hukum melalui UU ITE diharapkan dapat memberikan perlindungan bagi korban pencemaran nama baik sekaligus menegakan tanggung jawab bagi pelanggar
Maraknya kasus penyebaran video asusila antara guru dan murid di Gorontalo yang tersebar di sosial media menyebabkan beberapa orang menggunakannya untuk mencari keuntungan atau popularitas dengan menjual atau menyebarkan video tersebut pada akun sosial medianya. Padahal perilaku tersebut dapat dijerat dengan Pasal 27 ayat (1) jo Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang nomor 1 Tahun 2024 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan ancaman pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar.
NIM : E.2310582
UNIVERSITAS DJUANDA
Baiq Nuril Maknun bekerja sebagai pegawai honorer di sebuah institusi pendidikan di Mataram. Dia merekam percakapan telepon dengan atasannya, yang diduga melecehkannya secara verbal, dan rekaman itu kemudian tersebar, meskipun Nuril sendiri tidak menyebarkannya. Sesuai dengan Pasal 27 ayat 1 UU ITE, atasannya melaporkan Nuril atas tuduhan pencemaran nama baik. Meskipun Pengadilan Negeri Mataram menyatakan Baiq Nuril tidak bersalah, jaksa mengajukan banding, dan Mahkamah Agung (MA) menghukumnya dengan enam bulan penjara dan denda Rp 500 juta. Namun, setelah desakan publik, Baiq Nuril kemudian menerima amnesti dari Presiden Jokowi. Kasus Baiq Nuril menunjukkan bahwa UU ITE masih bermasalah di Indonesia, terutama dalam hal pasal pencemaran nama baik dan konten kesusilaan. Seringkali, undang-undang ini digunakan untuk memidanakan korban daripada pelaku, yang menyebabkan ketidakadilan. Kasus ini juga menunjukkan bahwa undang-undang ITE harus diubah untuk mencegah penyalahgunaan, dengan fokus pada pembuktian niat jahat (mens rea) dalam kasus media digital. Selain itu, revisi UU ITE harus mempertimbangkan perlindungan korban pelecehan, yang berhak atas perlindungan hukum dan tidak harus dihukum karena berusaha mengungkap kebenaran.
NPM: 221010219
Universitas Islam Riau
Dalam kasus penyebaran konten SARA di media sosial, seorang pengguna mengunggah informasi yang berisi ujaran kebencian terhadap suatu kelompok etnis, yang berujung pada ketegangan dan konflik di masyarakat. Konten tersebut menjadi viral, menarik reaksi negatif dari banyak pihak, dan melanggar ketentuan dalam UU ITE No. 11 Tahun 2008, terutama Pasal 28 yang melarang penyebaran informasi yang menimbulkan kebencian, serta UU No. 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. Pengunggah dapat dikenakan sanksi pidana, termasuk hukuman penjara dan denda, serta berpotensi dituntut ganti rugi oleh individu atau kelompok yang dirugikan. Dampak dari penyebaran konten ini sangat merugikan, karena dapat memecah belah masyarakat dan memperburuk hubungan antar etnis, menciptakan suasana ketidakamanan. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk mendapatkan edukasi mengenai dampak negatif dari konten SARA, serta memahami nilai toleransi dan keberagaman untuk mencegah terjadinya tindakan serupa di masa depan.
Nim : E.2310762
Universitas Djuanda
Kasus hukum yang berkaitan dengan UU ITE dapat dilihat dari penipuan jual beli online. Dalam kasus ini, penjual mengarahkan pembeli untuk mentransfer uang, namun tidak mengirimkan barang sesuai kesepakatan. Pelaku dapat dijerat Pasal 28 ayat (1) UU ITE, yang melarang penyebaran berita bohong yang merugikan konsumen, dengan ancaman hukuman penjara hingga 6 tahun dan denda Rp 1miliar. Selain itu, pelaku juga dapat dikenakan Pasal 378 KUHP tentang penipuan. Kasus ini menunjukkan pentingnya perlindungan hukum dalam transaksi elektronik.
Menyebarkan Gambar atau Video Asusila. ...
Judi Online. ...
Pengancaman dan Pemerasan. ...
Ujaran Kebencian. ...
Npm: 221010232
Universitas Islam Riau
Dalam kasus pembobolan data pribadi, seorang hacker berhasil membobol sistem keamanan sebuah situs e-commerce dan mencuri data sensitif pengguna, termasuk nama, alamat, dan informasi kartu kredit. Data yang dicuri kemudian dijual di forum gelap, menimbulkan kerugian bagi para pengguna. Tindakan ini melanggar UU ITE No. 11 Tahun 2008, khususnya Pasal 30 tentang larangan akses ilegal, serta UU No. 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi, yang menyatakan bahwa penggunaan data pribadi tanpa izin adalah pelanggaran. Pelanggaran ini dapat dikenakan sanksi pidana, termasuk hukuman penjara dan denda, serta kemungkinan tuntutan ganti rugi dari korban. Dampak bagi korban mencakup risiko penipuan identitas dan kerugian finansial, yang dapat menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap platform e-commerce tersebut, berakibat pada reputasi dan pendapatan perusahaan. Kasus ini menggarisbawahi pentingnya perusahaan untuk meningkatkan sistem keamanan data dan memberikan edukasi kepada pengguna mengenai perlindungan data pribadi untuk meminimalkan risiko di masa mendatang.
Nim: 211010554
Kampus: UIR
Banyak kasus hukum yang tersangkut ke dalam UU ITE, salah satunya adalah kasus penyebar luasan video yang berbau seksualitas. Seperti halnya kasus siswa dan oknum guru di Gorontalo aan Juga kasus-kasus artis yang tersebar luas di khalayak media sosial. Atas tindakan seperti ini pelaku penyebar luasan video dapat terjerat Pasal 27 ayat (1) jo Pasal 45 ayat (1) Undang Undang nomor 1 Tahun 2024 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Pasal 27 UU 1/2024.
Jika melanggar, ancamannya adalah pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar, sebagaimana diatur Pasal 45 ayat (1) UU/1 Tahun 2024.
NIM: E.2310472
UNIVERSITAS DJUANDA
Seorang pengguna media sosial mengunggah konten yang mengandung informasi palsu mengenai situasi kesehatan masyarakat,yang menyebabkan kepanikan di kalangan warga. Konten tersebut viral dan dibagikan oleh banyak pengguna.
NPM : 221010186
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
Kasus Penipuan online dapat mengkaji kasus pinjol ilegal yang tidak terdaftar dalam situs OJK, perlindungan hukum bagi korban, dan upaya pencegahan.
ini terjadi sebab korban juga mengalami masalah ekonomi yang tidak jarang terjadi sebab judol ( judi slot)
1. Penipuan jual beli online
2. Kebocoran data nasabah BRI life
3. Carding, yaitu tindakan mencuri data kartu kredit nasabah bank.
Hukum telematika atau cyber law mengatur kegiatan virtual yang menggunakan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Hukum ini penting untuk melindungi korban cyber crime. Beberapa masalah hukum yang terkait dengan telematika, antara lain: Penipuan, Pelanggaran, Pembobolan informasi rahasia, Persaingan curang, Kejahatan pidana.
NPM : 221010257
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
Kasus penggunaan konten berhak cipta tanpa izin mencerminkan pelanggaran serius terhadap hak pemilik karya. Dalam kasus ini, sebuah akun media sosial mengunggah video musik yang dilindungi hak cipta tanpa mendapatkan izin, yang kemudian menyebar luas dan meraih banyak tayangan. Tindakan ini jelas melanggar UU ITE No. 11 Tahun 2008 dan UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, yang melarang penggunaan karya tanpa izin. Pelaku berpotensi dikenakan sanksi pidana, termasuk denda dan hukuman penjara, sementara pemilik hak cipta berhak mengajukan tuntutan ganti rugi atas kerugian finansial yang dialaminya. Dampak dari pelanggaran ini tidak hanya merugikan secara finansial, tetapi juga dapat merusak reputasi pemilik karya. Kasus ini menyoroti pentingnya edukasi tentang hak cipta dan penggunaan konten secara etis di media sosial, agar masyarakat memahami bahwa mengambil karya orang lain tanpa izin adalah pelanggaran hukum yang serius.
NPM: 221010144
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
Hukum telematika atau cyber law mengatur kegiatan virtual yang menggunakan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Hukum ini penting untuk melindungi korban cyber crime. Beberapa masalah hukum yang terkait dengan telematika, antara lain: Penipuan, Pelanggaran, Pembobolan informasi rahasia, Persaingan curang,dll.
khasus Penipuan Jual Beli Online
yang mengakibatkan hukum terjadinya penipuan dalam perjanjian jual beli online
dalam hukum positif, yaitu menimbulkan tanggung jawab atas kerugian konsumen dalam transaksi elektronik sebagaimana diatur baik dalam UU ITE, atas kerugian konsumen mewajibkan mengganti kerugian tersebut.
Npm : 221010224
Universitas islam riau
Dalam kasus penipuan investasi online, sebuah perusahaan yang beroperasi di internet menawarkan imbal hasil tinggi dalam waktu singkat, sehingga menarik banyak korban untuk menginvestasikan uang mereka. Setelah berhasil mengumpulkan dana yang signifikan, perusahaan tersebut tiba-tiba menghilang, meninggalkan para korban dalam kebingungan dan kerugian. Tindakan ini melanggar UU ITE No. 11 Tahun 2008, terutama Pasal 28 yang melarang penipuan melalui media elektronik, serta KUHP Pasal 378 tentang penipuan. Para pelaku dapat dikenakan sanksi pidana, termasuk hukuman penjara dan denda, sementara korban memiliki hak untuk mengajukan tuntutan ganti rugi atas kerugian yang dialami. Dampak penipuan ini tidak hanya berujung pada kehilangan uang, tetapi juga mengakibatkan kerugian emosional dan menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap investasi online. Oleh karena itu, kasus ini menekankan pentingnya edukasi kepada masyarakat mengenai risiko investasi dan cara mengidentifikasi skema penipuan, sehingga mereka lebih mampu melakukan riset sebelum berinvestasi dan memahami karakteristik investasi yang aman.
Nim: 221010215
Universitas Islam Riau
Dalam kasus penipuan melalui email phishing, sekelompok penipu menggunakan teknik yang menipu untuk mengelabui pengguna internet dengan mengirimkan email yang terlihat resmi dan mengaku sebagai bank, meminta informasi pribadi dan detail akun. Banyak korban yang terperdaya dan memberikan informasi sensitif, yang kemudian digunakan untuk mencuri dana mereka. Tindakan ini jelas melanggar UU ITE No. 11 Tahun 2008, khususnya Pasal 28 yang melarang penipuan melalui media elektronik, serta KUHP Pasal 378 tentang penipuan. Para pelaku berpotensi dikenakan sanksi pidana yang berat, sementara korban dapat mengajukan tuntutan ganti rugi atas kerugian yang dialami. Dampak dari penipuan ini tidak hanya mengakibatkan kerugian finansial bagi korban, tetapi juga dapat menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap transaksi online dan lembaga keuangan. Oleh karena itu, sangat penting untuk meningkatkan edukasi tentang teknik phishing dan cara mengenali email yang mencurigakan, serta memperkuat keamanan sistem oleh perusahaan dan lembaga keuangan untuk melindungi pelanggan.
Nim : E.2310396
UNIVERSITAS DJUANDA
Kasus hukum yang berkaitan dengan telematika dan UU ITE di Indonesia meliputi berbagai isu, seperti:
-Pencemaran Nama Baik: Banyak kasus di mana individu atau organisasi menggugat pihak lain karena dianggap mencemarkan nama baik melalui media sosial atau platform online.
- Penipuan Daring: Kasus di mana pelaku melakukan penipuan melalui internet, seperti penipuan jual beli atau skema investasi.
- Pelanggaran Hak Cipta: Kasus di mana konten digital, seperti musik, film, atau karya tulis, diunggah atau didistribusikan tanpa izin dari pemilik hak cipta.
- Konten Negatif: Kasus penyebaran konten yang dianggap melanggar norma sosial, seperti pornografi, ujaran kebencian, atau radikalisasi.
- Peretasan (Hacking): Kasus di mana individu melakukan akses ilegal ke sistem komputer atau data pribadi orang lain.
Contoh kasusnya ialah Prita Mulyasari, yang menggugat rumah sakit melalui blognya, dan kasus Munarman, yang berkaitan dengan ujaran kebencian. Setiap kasus ini menunjukkan tantangan hukum dalam mengatur penggunaan teknologi dan komunikasi di era digital.
Npm: 221010505
UIR
akan menjawab:
Hoaks/berita palsu, menjadi masalah serius di era digital. Dengan pesatnya penggunaan media sosial, penyebaran informasi yang tidak benar dapat terjadi dengan cepat. Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) mengatur tentang larangan penyebaran informasi yang dapat menyesatkan masyarakat.
Salah satu kasus ialah penyebaran hoaks terkait vaksin COVID-19. Beberapa individu mengunggah informasi palsu yang mengklaim bahwa vaksin berbahaya atau mengandung bahan-bahan tertentu yang dapat merusak kesehatan dan hormon pada tubuh seseorang
NIM : 221010516
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
Kasus DJ East Blake yang menyebarkan foto porno mantan pacarnya di media sosial merupakan contoh nyata dari pelanggaran Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. Kasus ini bisa dikatakan penyalahgunaan media internet dan penyebaran privasi seseorang.
Tindakan DJ East Blake jelas merupakan pelanggaran terhadap privasi korban. Foto pribadi yang bersifat intim seharusnya tidak disebarluaskan tanpa izin.
Selain pelanggaran privasi, tindakan DJ East Blake juga dapat dikategorikan sebagai pencemaran nama baik, karena dapat merusak reputasi korban di mata masyarakat.
Dampak psikologis yang dialami korban akibat tindakan pelaku sangat besar. Korban dapat mengalami trauma, depresi, dan kesulitan untuk melanjutkan hidup.
Penangkapan dan penahanan DJ East Blake merupakan langkah yang tepat dalam rangka menegakkan hukum dan memberikan efek jera.
Kasus DJ East Blake merupakan contoh nyata tentang betapa bahayanya penyebaran konten pornografi di media sosial. Hukuman yang dijatuhkan terhadap pelaku diharapkan dapat menjadi pelajaran bagi masyarakat agar lebih berhati-hati dalam menggunakan media sosial dan menghormati privasi orang lain.
NPM : 221010506
Universitas Islam Riau
Kasus Pencemaran Nama Baik Melalui Media Sosial. Contohnya seperti saat seorang pengguna media sosial memposting tuduhan palsu yang ditujukan kepada orang lain. Postingan tersebut menyebar dengan cepat dan mengakibatkan kerugian reputasi. Karena merasa dirugikan dan memutuskan untuk mengambil tindakan hukum berdasarkan UU ITE. ini menggambarkan pentingnya tanggung jawab pengguna media sosial dalam menyebarkan informasi. UU ITE berfungsi sebagai alat untuk melindungi individu dari pencemaran nama baik dan penyebaran informasi palsu, namun juga menuntut setiap pihak untuk berhati-hati dalam berkomunikasi di platform digital. pentingnya tanggung jawab pengguna media sosial dalam menyebarkan informasi. UU ITE memberikan perlindungan terhadap pencemaran nama baik dan menuntut setiap individu untuk berhati-hati dalam berkomunikasi di dunia digital. Pihak yang merasa dirugikan memiliki hak untuk menuntut di pengadilan untuk melindungi reputasi mereka.
Nim : 221010526
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
Kasus: Penipuan Online melalui E-commerce
Sejumlah konsumen melaporkan bahwa mereka telah menjadi korban penipuan saat membeli barang di platform e-commerce. Penjual yang terdaftar tidak mengirimkan barang setelah pembayaran dilakukan, dan komunikasi dengan penjual terputus. Konsumen yang dirugikan dapat melaporkan penjual ke pihak berwajib dengan menyertakan bukti transaksi, komunikasi, dan informasi yang relevan. Penjual akan dikenakan pasal 28 ayat (1) uu no 11 tahun 2008 dan pasal 378 kuhp tentang penipuan
Kasus hukum yang berkaitan dengan ITE atau telematika adalah kasus pencemaran nama baik melalui media sosial, contohnya adalah Seorang individu, sebut saja A, memposting status di media sosial (twitter) yang berisi tuduhan terhadap seorang pejabat publik, sebut saja B. Dalam postingannya, A menuduh B melakukan tindakan korupsi dalam proyek pembangunan di daerahnya, meskipun tuduhan tersebut tidak disertai dengan bukti yang kuat. B merasa dirugikan oleh postingan tersebut dan melaporkan A ke polisi dengan tuduhan pencemaran nama baik berdasarkan UU ITE.
Kesimpulan dalam kasus ini, jika A tidak memiliki bukti yang cukup untuk mendukung tuduhannya, maka perbuatannya dapat dikategorikan sebagai pencemaran nama baik dan melanggar Pasal 27 ayat (3) UU ITE. Namun, jika A dapat membuktikan tuduhannya dengan bukti yang kuat, ia bisa berargumen bahwa tindakannya adalah bentuk kritik yang sah terhadap pejabat publik, yang merupakan bagian dari hak kebebasan berpendapat.
sekian terimakasih..
NPM : 221010510
KAMPUS : FH UIR
Izin menjawab bapak/ibu..
Salah satu kasus hukum yang sering terjadi di masyarakat adalah pencemaran nama baik, terutama melalui media sosial. Contoh nya, pengguna media sosial yang mengirimkan/mengunggah komentar negatif terhadap seseorang di sebuah platform media sosial WA, IG , Facebook dll. Salah satu kasus yang terjadi adalah Selebgram Medina Zein divonis dengan pidana enam bulan penjara terkait kasus pencemaran nama baik melalui media elektronik terhadap Marissya Icha. Dalam perkara ini, Medina Zein dinyatakan bersalah melanggar Pasal 310 dan 311 KUHP dan atau Pasal 27 ayat (3) UU RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE.Dalam menjatuhkan putusan ini, hakim mengungkapkan hal-hal yang memberatkan maupun meringankan untuk Medina Zein.Hal memberatkan yakni perbuatan Medina sangat tidak sesuai dan bertentangan dengan nilai-nilai etika kesopanan dan tidak mendidik penguna media sosial apalagi ia memiliki banyak followersnya. Diketahui, kegaduhan bermula saat Marissya Icha menduga Medina Zein menjual tas palsu kepadanya. Oleh karena itu, Marissya meminta agar mantan bos kosmetik itu segera mengembalikan uang pembelian tas tersebut.Namun, Medina Zein justru mengancam dan menghina Marissya Icha melalui media sosial. Tak terima dengan hal itu, Marissya Icha kemudian melaporkan Medina Zein ke Polda Metro Jaya pada September 2021 atas dugaan pencemaran nama baik.
NIM: E.2310742
UNIDA
Saya akan menjawab pertanyaan:
Pada bulan juni 2024 kemarin polresta Bogor menangkap 2 orang selebgram berinisial LA dan R atas kasus mempromosikan situs judi online dan layanan VCS atau video call sex. Keduanya dikenakan pasal berlapis yaitu Pasal 45 ayat 3 UU RI Tahun 2024 tentang muatan judi dengan denda Rp 10 miliar dan ancaman hukuman penjara selama 10 tahun dan atau terkait dengan melakukan posting video-video asusila, masuk ke Pasal 27 UU ITE, diancam hukuman 10 tahun penjara.
Hal tersebut merupakan kasus yang berkaitan dengan pelanggaran ITE dan menjadi pembelajaran untuk generasi sekarang dimana harus berhati hati dalam menggunakan sosial media.
Nim : E.2310611
UNIVERSITAS DJUANDA
kasus hukum yang berkaitan dengan ITE dimana ada kasus penyebaran hoaks.
Kasus ini terkait penyebaran berita bohong (hoaks) sering terjadi, terutama dalam konteks politik atau peristiwa besar. UU ITE Pasal 28 Ayat 1 melarang penyebaran informasi palsu yang dapat menyebabkan kerugian publik. Beberapa kasus menonjol terkait hoaks berhubungan dengan pemilu atau isu-isu sensitif seperti agama dan ras, yang memiliki potensi memecah belah masyarakat.
E.2310882
UNIVERSITAS DJUANDA
Sebuah perusahaan e-commerce besar, "EcomBiz", mengalami kebocoran data yang mengakibatkan informasi pribadi jutaan pengguna, termasuk nama, alamat, dan informasi kartu kredit, terpapar. Data tersebut dijual di dark web oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
Kasus ini menyoroti pentingnya kepatuhan terhadap hukum ITE dan perlindungan data pribadi. Perusahaan harus proaktif dalam melindungi informasi pengguna untuk mencegah kebocoran data dan konsekuensi hukum yang serius. Hal ini juga menekankan perlunya kolaborasi antara sektor swasta dan pemerintah dalam menghadapi ancaman siber.
Nim : E 2310191
Kampus : Unida
Berikut adalah beberapa contoh kasus hukum yang berkaitan dengan ITE atau telematika: Penjualan foto pornografi di Instagram, Pencurian data Bank Syariah Indonesia (BSI), Penipuan dalam transaksi elektronik, Kejahatan skimming.
Hukum Teknologi Informasi (ITE) atau Hukum Dunia Maya mengatur perlindungan kegiatan yang menggunakan internet, termasuk melakukan transaksi dan mendapatkan informasi. UU ITE juga menjelaskan sanksi yang diberikan kepada orang yang menyalahgunakan internet.
NIM : E.2310583
UNUVERSITAS DJUANDA
Penyebaran berita bohong (hoax): Analisis dapat fokus pada dampak sosial dari hoax, kesulitan dalam membedakan informasi yang benar dan salah, serta upaya pencegahan penyebaran hoax.
NIM : E.2310047
Fakultas Hukum Univ Djuanda Bogor
Pelanggaran hukum ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik) di Indonesia mencakup berbagai kasus, seperti pencemaran nama baik, penyebaran konten pornografi, dan ujaran kebencian. Contoh nyata adalah kasus seorang perempuan di Kalimantan Timur yang ditangkap karena menjual foto pornografi di Instagram, terancam hukuman maksimal 12 tahun penjara.
Kepolisian Daerah (Polda) Kaltim berhasil mengungkap kasus seorang wanita muda pelanggar Undang Undang (UU) Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan pornografi dengan menjual foto tak senonoh melalui platform media sosial. Tersangka diamankan pada 4 Maret 2024 Dalam akun media sosial yang memiliki pengikut 14 ribu lebih ini terdapat foto yang diduga adalah YRT sendiri menggunakan kostum ala karakter film animasi Jepang, di profil pada akun itu terdapat sebuah situs di dalam link itulah tempat YRT yang juga merupakan cosplayer Balikpapan menjual foto tak senonohnya. Terlihat ada empat produk digital pornografi pada situs tersebut.
Atas perbuatannya, pelaku dijerat Pasal 45 ayat (1) jo Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 2024 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Pasal 29 Jo Pasal 4 ayat (1) dan/atau Pasal 30 Jo Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi.
Ancaman hukuman ialah pidana penjara paling lama 12 tahun, dan denda paling banyak Rp6 miliar.
Universitas Djuanda
- Penipuan Jual Beli Online
Akibat hukum terjadinya penipuan dalam perjanjian jual beli online
dalam hukum positif Indonesia, yaitu menimbulkan tanggung jawab atas kerugian konsumen dalam transaksi elektronik sebagaimana diatur baik dalam UU ITE, atas kerugian konsumen mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. Akibat penipuan jual beli online bukan hanya menimbulkan akibat hukum
dalam UU ITE tetapi ke ranah hukum perdata maupun pidana.
Kasus hukum yang berkaitan dengan ITE Salah satunya ada kasus Rebbeca Kloper(RK). Dimana ada seseorang yang menyebarkan video syur mirip RK, penyebar video tersebut diketahui bernama Bayu Firlen(BF). BF didakwa dengan Pasal 27 ayat (1) UU ITE. Pasal tersebut mengatur sanksi pidana terhadap orang yang sengaja dan tanpa hak menyebarkan video atau informasi yang melanggar kesusilaan.
NIM : E.2310775
Univesitas Djuanda
kasus hukum ITE yang diperoleh dari perkembangan teknologi dan informasi tentu akan ada dampak negatif yang didapat salah satunya yaitu maraknya kasus penipuan lewat internet dengan korban yang tidak sedikit, ujaran kebencian, banyaknya informasi hoax, cyber bullying, pencemaran nama baik, teror online serta segala kejahatan jenis baru yang ada diinternet.
Ingin menjawab analisa kasus hukum ttg UU ITE, Saya selaku sebagai korban disaat itu masih belum tahu, dan paham betul bagaimana cara penyelesaiannya, jadi berikut saya jelaskan contoh dan penyelesaian kasus nya.
"Love scamming" adalah salah satu modus dalam cybercrime, yaitu tindak kejahatan yang dilakukan dengan konsep kriminalitas yang menggunakan internet sebagai wahana kejahatan.
Modus yang digunakan dalam tindak kejahatan love scam yaitu, pelaku mulai membangun pembicaraan awal dengan korban secara daring (online). Dalam melakukan aksinya, pelaku akan membuat rangkaian modus. Para pelaku tindak kejahatan love scam akan menggunakan profil palsu dan data diri palsu seperti foto laki-laki tampan atau foto perempuan cantik sehingga korbannya akan tertarik dan percaya, bahkan sampai jatuh cinta padanya. Ketika pelaku sudah mendapatkan hati dan kepercayaan korban, lalu pelaku menggunakan berbagai cara supaya korban bersedia mengirimkan sejumlah uang. Dengan demikian, love scamming adalah penipuan berkedok mencari cinta atau pasangan yang dilakukan secara daring.
upaya penegakan hukum terhadap tindakan love scamming terdapat pada ketentuan KUHP dan UU ITE serta perubahannya.
Pasal penipuan dalam KUHP
Pasal tentang tindak pidana penipuan telah diatur dalam ketentuan KUHP lama yang masih berlaku pada saat ini yaitu Pasal 378 KUHP "diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama 4 tahun", dan pada UU 1/2023 yang mulai berlaku 3 tahun terhitung sejak tanggal diundangkan, yakni pada tahun 2026 terdapat pada pasal 492 UU 1/2023 "dipidana penjara paling lama 4 tahun atau pidana denda paling banyak kategori V, yaitu Rp500 juta".
Pasal tentang Penipuan dalam UU ITE
Pasal 28 ayat (1) UU ITE yang mengatur tentang berita bohong. Hal ini karena tindak pidana love scamming pada umumnya melibatkan pemalsuan identitas dan mengambil keuntungan dari orang lain dengan cara yang tidak jujur dan merugikan.
Kemudian, orang yang melanggar ketentuan Pasal 28 ayat (1) UU ITE berpotensi dipidana sebagaimana diatur dalam Pasal 45A ayat (1) UU 19/2016 yang berbunyi : "Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar."
Seorang selebriti mengunggah foto orang lain di Instagram Story miliknya dengan menambahkan kata-kata yang berisi unsur penghinaan dan pencemaran nama baik. Hal itu jelas melanggar hukum juga merugikan orang lain. Akhirnya dia terjerat Pasal 27 ayat (3) jo Pasal 45 ayat (3) atau Pasal 36 jo Pasal 51 ayat (2) UU No 19 Tahun 2016 Tentang perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang ITE.
Nim: E.2310361
kampus : universitas djuanda
beberapa masalah hukum yang teridentifikasi dalam penggunaan teknologi informasi, adalah mulai dari penipuan, pelanggaran, pembobolan, pembajakan, pemplagiatan, dan kejahatan lain nya yang bersifat pidana
E.2310813
terdapat beberapa kasus, salah satunya penipuan online melalui media sosial.
Seorang pelaku menggunakan akun media sosial untuk menjanjikan penjualan barang elektronik dengan harga yang sangat murah. Setelah beberapa orang mentransfer uang, pelaku menghilang dan tidak mengirimkan barang yang dijanjikan.
Isu Hukum
Kasus ini berkaitan dengan beberapa pasal dalam UU ITE, termasuk:
Pasal 28 Ayat (1): Tentang larangan penyebaran informasi yang menyesatkan.
Pasal 378 KUHP: Tentang penipuan.
Analisis
Identifikasi Pelaku dan Korban:
Pelaku: Pengguna media sosial yang beroperasi secara anonim.
Korban: Konsumen yang tertipu dan mengalami kerugian finansial.
Bukti yang Diperlukan:
Screenshots percakapan di media sosial.
Bukti transfer bank atau metode pembayaran lainnya.
Identifikasi akun pelaku jika memungkinkan.
Langkah Hukum:
Pelaporan: Korban dapat melaporkan kasus ini ke polisi, membawa bukti-bukti yang ada.
Penyidikan: Pihak kepolisian dapat menyelidiki jejak digital pelaku, termasuk alamat IP dan informasi dari platform media sosial.
Penerapan UU ITE:
Penipuan yang dilakukan melalui platform digital dapat dikenakan sanksi berdasarkan UU ITE.
Pelaku dapat dijerat dengan pidana penipuan dan dikenakan denda atau hukuman penjara.
Tanggung Jawab Platform:
Media sosial juga memiliki tanggung jawab untuk menindak akun-akun yang melakukan penipuan. Ini bisa meliputi penghapusan akun atau pelaporan kepada pihak berwenang.
Pemulihan Kerugian:
Korban dapat menuntut ganti rugi jika pelaku dapat ditemukan. Ini memerlukan proses hukum yang lebih lanjut.
Kesimpulan
Kasus ini menunjukkan pentingnya pemahaman mengenai UU ITE dan perlindungan hukum bagi pengguna internet. Penggunaan media sosial harus dilakukan dengan hati-hati, dan masyarakat perlu diedukasi tentang potensi penipuan online. Pihak berwenang perlu bekerja sama dengan platform digital untuk memerangi kejahatan siber dan melindungi konsumen.
Nim E 2310700
Kampus: Unida
Ada beberapa kasus hukum diantaranya, manipulasi informasi elektronik yang diatur dalam Pasal 35. Manipulasi informasi elektronik meliputi tindakan-tindakan seperti mengubah, menghapus, atau menambahkan informasi tanpa izin yang sah, yang dapat menyebabkan kerugian bagi pihak lain atau mengganggu kestabilan sistem informasi
Nim: E.2310737
Kampus: Unida
Analisis Kasus Hukum: Penyebaran Hoaks di Media Sosial
Kasus
Pada tahun 2020, seorang individu (Tersangka B) ditangkap karena diduga menyebarkan berita bohong (hoaks) terkait pandemi COVID-19 di media sosial. Dalam postingannya, Tersangka B mengklaim bahwa pemerintah telah menyembunyikan data sebenarnya tentang korban meninggal akibat virus tersebut, yang jauh lebih besar dari yang diumumkan. Postingan ini kemudian menjadi viral dan menimbulkan keresahan di masyarakat. Tersangka B dilaporkan atas pelanggaran UU ITE dan disangkakan dengan Pasal 28 ayat (1) UU ITE.
Pasal yang relevan
Pasal 28 ayat (1) UU ITE Setiap orang dilarang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA).
Pasal 45A ayat (1) UU ITE Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik dapat dipidana.
Analisis Hukum
Tersangka B diduga melanggar Pasal 28 ayat (1) karena menyebarkan informasi yang tidak benar dan memicu keresahan publik, terutama di saat pandemi, yang sensitif. Penyebaran hoaks semacam ini dapat dikategorikan sebagai tindakan yang merugikan publik secara luas. Pasal 45A UU ITE juga relevan, karena hoaks yang disebarkan bisa dianggap menyesatkan masyarakat, yang termasuk dalam kategori kerugian konsumen dalam konteks informasi publik yang keliru.
Pembelaan
Dalam kasus ini, pengacara Tersangka B mungkin akan berargumen bahwa kliennya tidak bermaksud menyebarkan hoaks dan hanya menyampaikan kekhawatiran pribadi yang kemudian disalahpahami. Pengacara juga bisa menyoroti bahwa berita yang diposting berasal dari sumber yang tidak diverifikasi, dan Tersangka B tidak berniat jahat atau menimbulkan keresahan.
Putusan Pengadilan
Jika terbukti bersalah, Tersangka B bisa dikenai pidana penjara maksimal 6 tahun dan/atau denda maksimal Rp1 miliar sesuai dengan ketentuan Pasal 45A UU ITE.
Kasus ini menunjukkan pentingnya kehati-hatian dalam menyebarkan informasi di media sosial, terutama yang berkaitan dengan isu sensitif seperti pandemi. UU ITE dirancang untuk menanggulangi penyebaran informasi yang tidak akurat dan melindungi kepentingan umum dari dampak negatif yang bisa ditimbulkan oleh berita bohong.
NPM :21010195
Universitas islam riau
Saya akan menjawab pertanyaan
Pencemaran nama baik
Seseorang yang menyebarkan informasi elektronik yang bermuatan pencemaran nama baik dapat dijerat dengan Pasal 45 Ayat (1) UU ITE. Sanksi pidana yang dapat dikenakan adalah penjara maksimum 6 tahun dan/atau denda maksimum 1 miliar rupiah.
kasus hukum yang berkaitan dengan telematika sendiri banyak macamnya, seperti
-peretasan yang di lakukan peretas, biasanya mereka melakukan nya untuk membobol sistem, atau mencuri data pribadi seseorang untuk kepentingan nya pribadi
-penyebaran video asusila yang banyak terjadi, biasanya pelaku melakukannya secara sengaja untuk mengancam dan memberikan rasa takut pada korban
-cyber bullying, banyak pengguna teknologi dan sosial media di zaman sekarang yang membuat pendapat yang bersifat menjatuhkan serta menyudutkan orang lain.
Nama: Atiya Majdah Br Hsb
NIM: 221010417
Universitas Islam Riau (UIR)
Salah satu kasus yang berkaitan dengan UU ITE yaitu kasus Baiq Nuril tentang perekaman dan penyebaran percakapan yang terjadi pada tahun 2012. Baiq Nuril adalah guru honorer di salah satu SMA di Mataram. Baiq
NPM : 221010041
Universitas Islam Riau
Seorang pengguna media sosial mengunggah komentar negatif tentang perusahaan tertentu, menyebutkan bahwa perusahaan tersebut terlibat dalam praktik ilegal. Komentar ini viral dan merugikan reputasi perusahaan tersebut.
UU ITE: Dalam UU No. 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, pasal 27 ayat (3) menyatakan bahwa setiap orang dilarang mendistribusikan informasi yang memiliki muatan pencemaran nama baik. Jika terbukti, pelaku dapat dikenakan sanksi pidana.
Pencemaran Nama Baik: Tindakan ini dapat dianggap sebagai pencemaran nama baik sesuai dengan KUHP, di mana seseorang yang mengakibatkan kerugian reputasi orang lain dapat dikenakan hukuman.
NPM : 211010541
Universitas Islam Riau
Salah satu contoh kasus hukum yang sering terjadi di masyarakat yang berkaitan dengan ITE adalah kasus penipuan dalam jual beli online. Seperti yang di ketahui di jaman yang sangat modern ini semua bisa secara online, memang ada dampak positifnya namun yg menjadi permasalah timbul masalah baru yaitu kasus penipuan yang kini sering terjadi. Padahal dalam undang-undang sudah secara tegas di atur yg berbunyi pada pasal 28 ayat(1) UU ITE mengatur bahwa menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang merugikan konsumen dalam transaksi elektronik merupakan perbuatan yang melanggar hukum. Pelaku dapat dipidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 Miliar
Nim: E.2310893
Universitas Djuanda Bogor
Dalam konteks Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) di Indonesia berkaitan dengan Pasal 27 ayat (3) UU ITE. Pasal ini menyatakan bahwa setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan, mentransmisikan, atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik dapat dipidana.
Unsur pidana yang harus dipenuhi:
1. Harus ada muatan penghinaan yang bersifat menyerang kehormatan atau reputasi seseorang. Perbuatan ini juga diatur dalam Pasal 310 KUHP.
2.Pencemaran nama baik tersebut harus dilakukan melalui media elektronik seperti internet (media sosial, email, situs web, dll.).
3. Pelaku harus melakukan perbuatannya dengan sengaja, bukan karena kelalaian, dan tanpa hak untuk mendistribusikan informasi tersebut.
E.2310517
Mahasiswi Univ Djuanda
contoh kasusnya Kasus hukum terkait Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang menonjol adalah kasus Baiq Nuril Maknun. Dalam kasus ini, Baiq dituduh melanggar Pasal 27 ayat (1) ITE karena merekam percakapan pribadi dan mendistribusikannya tanpa izin. Pengadilan Negeri Mataram awalnya membebaskan Baiq, tetapi Mahkamah Agung kemudian menghukumnya enam bulan penjara dan denda Rp 500 juta. Kasus ini menunjukkan tantangan dalam penegakan hukum siber, khususnya dalam menafsirkan unsur kesengajaan dan distribusi informasi.
NPM : 221010045
Kampus : Uir
Seorang pengguna media sosial, sebut saja anto, memposting kritik keras terhadap layanan publik di media sosial. Postingan tersebut menyebutkan nama seorang pejabat publik dan menuduhnya melakukan korupsi tanpa bukti yang jelas. Pejabat yang merasa dirugikan kemudian melaporkan anto dengan tuduhan pencemaran nama baik berdasarkan Pasal 27 ayat (3) UU ITE, yang mengatur tentang pencemaran nama baik melalui media elektronik.
Anto didakwa berdasarkan Pasal 27 ayat (3) UU ITE, yang melarang mendistribusikan, mentransmisikan, atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik yang mengandung penghinaan atau pencemaran nama baik. Sanksinya bisa mencapai 4 tahun penjara dan denda maksimal Rp750 juta.
Kasus ini menggambarkan tantangan dalam penerapan UU ITE pada pencemaran nama baik, terutama di media sosial. Meskipun penting untuk melindungi nama baik individu, penerapan UU ini sering kali menimbulkan polemik ketika menyentuh kritik terhadap pejabat publik. Hal ini menunjukkan perlunya reformasi atau penjelasan lebih lanjut mengenai batasan kebebasan berpendapat dan pencemaran nama baik dalam ruang digital.
NPM : 221010457
Kampus : Universitas Islam Riau (UIR)
Contoh Kasus
Kasus: Penipuan Online Melalui E-commerce
Fakta Kasus: Seorang konsumen (C) melakukan transaksi pembelian barang secara online melalui sebuah situs e-commerce yang diduga ilegal. Setelah melakukan pembayaran, barang yang dijanjikan tidak pernah diterima. C kemudian menemukan bahwa penjual (D) menggunakan identitas palsu dan tidak dapat dihubungi.
Tindakan Hukum: C melaporkan D ke pihak berwajib dengan tuduhan penipuan dan pelanggaran UU ITE.
Aspek Hukum
Pasal yang Dilanggar:
Pasal 28 ayat (1): Mengatur tentang larangan penyebaran informasi elektronik yang menyesatkan.
Pasal 378 KUHP: Mengatur tentang penipuan yang dilakukan dengan sengaja untuk menguntungkan diri sendiri.
Bukti dan Proses Penegakan Hukum:
Bukti transaksi, termasuk bukti pembayaran, percakapan antara C dan D, serta informasi tentang situs e-commerce yang digunakan.
Penelusuran alamat IP dan jejak digital D untuk menentukan lokasi dan identitas asli.
Pertimbangan Hukum
Unsur Pidana:
Niat : Apakah D memiliki niat untuk menipu C dari awal?
Akibat : Adakah kerugian yang dialami C akibat tindakan D?
Keberadaan Platform: Investigasi terhadap situs e-commerce yang digunakan untuk memastikan legalitasnya dan tanggung jawab penyelenggara platform terhadap transaksi yang dilakukan.
Putusan dan Implikasi
Potensi Putusan: Jika terbukti bersalah, D dapat dikenakan sanksi pidana berupa denda atau penjara sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Dampak Sosial: Kasus ini bisa meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya verifikasi dan kehati-hatian dalam bertransaksi online.
Kesimpulannya adalah kasus penipuan online ini menunjukkan bahwa meskipun teknologi memberikan kemudahan dalam bertransaksi, risiko penipuan tetap ada. Penegakan hukum melalui UU ITE penting untuk melindungi konsumen dan menjaga kepercayaan dalam transaksi elektronik. Edukasi tentang keamanan bertransaksi online sangat penting. Konsumen perlu diajari cara mengenali tanda-tanda penipuan dan melakukan verifikasi sebelum melakukan transaksi untuk mencegah kerugian.
Dalam kasus ini cukup sulit untuk mencari pelaku, namun pada dasarnya pelaku dijatuhi hukuman yaitu dalam UU ITE telah mengatur hal terkait pencurian data pribadi dalam Pasal 32 ayat 1, 2, dan 3 dengan ancaman pidana
NPM : 221010446 (UIR)
*Akan menjawab pertanyaan:*
1. *Kasus Penyebaran Berita Bohong (Hoaks) (Pasal 28 Ayat (1) UU ITE)*
Penyebaran berita bohong yang menyebabkan keresahan masyarakat merupakan salah satu masalah yang sering terjadi, terutama melalui platform media sosial dan aplikasi pesan instan. Misalnya, kasus seseorang yang menyebarkan berita palsu mengenai isu politik atau bencana alam.
*Analisis*
Penyebaran hoaks dapat menyebabkan kepanikan, perpecahan, bahkan kerugian bagi masyarakat. Pasal 28 ayat (1) UU ITE berfungsi untuk menjerat pelaku penyebar hoaks dengan tujuan melindungi kepentingan umum. Perlu dicermati bahwa dalam penanganan kasus hoaks, pihak penegak hukum harus membuktikan adanya niat pelaku untuk menimbulkan keresahan.
*Dasar Hukum*
*1. Pasal 28 Ayat (1) UU ITE:* Mengatur tentang larangan penyebaran informasi yang ditujukan untuk menimbulkan kebencian atau permusuhan berdasarkan SARA.
*2. Pasal 14 dan 15 Undang-Undang No. 1 Tahun 1946* tentang Peraturan Hukum Pidana: Mengatur penyebaran berita bohong yang dapat menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat.
*Kesimpulan*
Kasus-kasus yang berkaitan dengan UU ITE merupakan cerminan dari perkembangan teknologi dan tantangan hukum yang muncul dalam era digital. Dasar hukum seperti UU ITE dan KUHP berusaha mengatur perilaku di dunia maya agar tidak merugikan orang lain, namun penegakannya harus dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari pelanggaran hak asasi manusia, terutama hak kebebasan berekspresi.
NIM: 221010271
UIR
akan menjawab
Kasus Hukum yang berkaitan dengan ITE atau telematika contohnya yaitu kasus pencemaran nama baik melalui media sosial, dimana apa yang dituliskan oleh jari kita melalui sosial media dapat menjadi sesuatu yang berbahaya untuk diri kita sendiri ataupun untuk orang lain. Selain itu, sosial media digunakan untuk mempermalukan orang lain. Sering ditemukan adanya cyberbullying, hal tersebut dapat mengganggu psikis seseorang yang menjadi korban atas perbuatan tersebut. Karena ketika seseorang sudah merasa diambang batas rasa malu karena telah dipermalukan dapat bertindak dengan tanpa memikirkan akibat jangka panjang, yaitu mengakhiri hidupnya.
NPM : 221010725
Kampus : Universitas Islam Riau (UIR)
Analisa Kasus Hukum Pelanggaran UU ITE dalam Bisnis Skincare
Kasus:
Seorang influencer, sebut saja X, mengunggah video di media sosial yang menuduh produk skincare Y mengandung bahan berbahaya dan berpotensi merusak kulit. Video tersebut viral dan menyebabkan penurunan drastis penjualan produk skincare Y serta merusak reputasi perusahaan.
Tindakan:
Perusahaan skincare Y merasa dirugikan dan memutuskan untuk mengambil tindakan hukum terhadap X atas tuduhan pencemaran nama baik.
Dasar Hukum:
- Pasal 27 Ayat (3) UU ITE: "Setiap orang dilarang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan informasi yang memiliki muatan pencemaran nama baik."
- Pasal 45 Ayat (3) UU ITE: "Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 750 juta."
- Pasal 310 KUHP: Mengatur tentang pencemaran nama baik, di mana tindakan menuduh tanpa bukti yang kuat dapat dikenakan sanksi pidana.
- Pengaduan: Perusahaan Y mengajukan laporan kepada pihak kepolisian dengan menyertakan bukti video unggahan X dan dampak yang ditimbulkan.
- Penyelidikan: Polisi melakukan penyelidikan dan mengumpulkan bukti serta keterangan dari saksi yang relevan.
- Penyidikan: Jika cukup bukti ditemukan, kasus dilanjutkan ke tahap penyidikan, dan X dipanggil untuk memberikan klarifikasi.
- Sidang: Jika kasus dibawa ke pengadilan, X akan diadili berdasarkan UU ITE dan KUHP terkait pencemaran nama baik.
Kasus ini menunjukkan bagaimana UU ITE dapat digunakan oleh perusahaan untuk melindungi reputasi bisnis mereka dari pencemaran nama baik yang dilakukan melalui platform digital. Pihak yang merasa dirugikan dapat menuntut pelaku melalui jalur hukum yang sesuai.
Nim.E.2310064
Universitas Djuanda
Pada dasarnya, seseorang yang menyebarkan informasi dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan dapat dikenakan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar berdasarkan UU 1/2024 tentang perubahan kedua UU ITE.
Menyebarkan gambar atau video asusila
Judi online
Pengancaman dan pemerasan
Ujaran kebencian
Teror
Berita hoax
Penyadapan
Npm:211010488
Kampus UIR
.Kasus LBH Padang
Lembaga Bantuan Hukum Padang (LBH Padang) menyampaikan adanya dugaan pembungkaman partisipasi publik yang dilakukan Kepolisian Daerah Sumatera Barat (Polda Sumbar). Bermula saat LBH Padang mengawal dugaan korupsi dana Covid-19 di Sumatera Barat. LBH Padang mengambil peran pengumpulan data dan dokumen serta kampanye publik. Pada 29 Juni 2021, LBH Padang mengeluarkan sebuah “meme” mengkritik sikap Polda Sumbar atas penghentian penyelidikan dugaan korupsi dana Covid-19 dengan alasan kerugian negara telah dikembalikan sebesar Rp 4,9 miliar, sehingga tidak memenuhi syarat materiil sesuai ketentuan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. LBH Padang menanggapi penghentian penyelidikan tersebut. Akun LBH Padang mengunggah karikatur tentang penghentian penyelidikan dengan dugaan kerugian negara sebanyak 4,9 miliar (Andika Rahma, 15 Agustus 2021). Polda Sumbar selanjutnya melakukan pemeriksaan pengurus LBH Padang dengan delik dugaan tindak pidana menyebarkan informasi untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat tertentu atas suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) berdasarkan Pasal 28 ayat (2 ) juncto Pasal 45 A ayat (2) UU ITE.
Apabila mencermati Surat Keputusan Bersama UU ITE, meliputi Pasal 27 ayat (1), Pasal 27 ayat (2), Pasal 27 ayat (3), Pasal 27 ayat (4), Pasal 28 ayat (1), Pasal 28 ayat (2), Pasal 29, dan Pasal 36 UU ITE, delik utama pada Pasal 28 ayat (2) tersebut menyatakan perbuatan menyebarkan informasi yang menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhadap individu atau kelompok masyarakat berdasarkan Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA). Apa yang dilakukan pengurus LBH Padang mengunggah karikatur di akun instagram nya, menurut penulis merupakan bentuk protes atas tindakan aparatur penegak hukum menghentikan penyelidikan kasus korupsi merugikan negara sejumlah 4,9 miliar. Tidak wajar bila LBH Padang kemudian dipanggil dan diperiksa pihak berwajib dengan alasan melanggar Pasal 28 ayat (2) jo Pasal 45 A ayat (2) UU ITE.
Salah satu contoh kasus ITE atau telematika adalah Hoaks atau penyebaran berita palsu,tersapat pada pasal 28 ayat 1 UU ITE mengatur mengenai larangan menyebarkan berita bohong(hoaks)yang dapat meresahkan masyarakat.dalah era digital,penyebaran hoaks melalui media sosial sangat cepat dan dampaknya bisa luas. Contoh:kasus penyebaran informasi terkait dengan penculikan anak yang menyebabkan keresahan bagi masyarakat. Analisis: UU ITE menjadi dasar hukum yang kuat untuk menindak penyebaran berita hoaks,tetapi tantangan terbesar adalah edukasi masyarakat untuk lebih kritis dalam menerima dan menyebarkan informasi.
Npm:221010066
Universitas Islam Riau
Akan menjawab :
Kasus hukum yang berkaitan dengan ITE sering melibatkan pelanggaran terhadap Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Kasus-kasus ini biasanya mencakup isu pencemaran nama baik, penipuan online, dan pelanggaran privasi.
Contoh Kasus: Pencemaran Nama Baik di Media Sosial
Misalnya, seseorang di media sosial mengunggah postingan yang menyudutkan orang lain, menyebarkan informasi yang tidak benar yang merugikan reputasi orang tersebut.
Analisis Hukum
Dasar Hukum:
UU ITE Pasal 27 Ayat (3) menyatakan bahwa setiap orang dilarang menyebarkan informasi yang menghina atau memfitnah.
Pasal 28 Ayat (1) juga mengatur tentang larangan penyebaran berita bohong yang merugikan pihak lain.
Unsur Pidana:
Substansi: Apakah informasi yang disebarkan memenuhi kriteria pencemaran nama baik?
Subjektif: Apakah pelaku memiliki niat jahat atau sengaja menyebarkan informasi yang tidak benar?
Objektif: Apakah ada bukti yang mendukung klaim pencemaran tersebut?
Bukti:
Bukti dapat berupa tangkapan layar, saksi yang melihat postingan, dan rekam jejak digital.
Sanksi:
Pelanggaran dapat dikenakan sanksi pidana, termasuk denda atau penjara, tergantung pada beratnya pelanggaran.
Implikasi
Bagi Pelaku: Menyadari risiko hukum ketika menggunakan media sosial.
Bagi Korban: Mendorong korban untuk melaporkan kasus pencemaran nama baik dengan bukti yang jelas.
Bagi Masyarakat: Pentingnya literasi digital untuk memahami batasan dan tanggung jawab dalam menggunakan platform online.
Kesimpulan
Kasus hukum terkait ITE menunjukkan betapa pentingnya pemahaman tentang hukum siber dan tanggung jawab pengguna media sosial. Dengan meningkatnya penggunaan teknologi, perlunya kesadaran akan konsekuensi hukum dari tindakan online sangat diperlukan untuk melindungi individu dari pelanggaran hak dan reputasi.
NIM 221010023 / UIR
akan menjawab
Beberapa masalah hukum yang teridentifikasi dalam penggunaan teknologi informasi adalah mulai dari penipuan, pelanggaran, pembobolan informasi rahasia, persaingan curang sampai kejahatan yang sifatnya pidana.
contoh kasus nya :
1. Pencemaran Nama Baik
2. Berita Hoax
3. Ujaran Kebencian
4. Cyber Crime
Dan masih banyak lagi.
yg paling sering di temui pada kasus-kasus pidana dan sering terjadi di lingkungan masyarakat yaitu cyber crime.
cyber crime adalah suatu tindakan kejahatan yang berkaitan dengan komputer maupun perangkat jaringan, biasanya kejahatan ini dilakukan secara online.
Contoh Kasus cyber crime:
1. Pencurian Data Bank Syariah Indonesia.
2. Pembobolan Data Kominfo.
3. Kebocoran Data Pengguna Tokopedia.
5. Website DPR RI Berganti Nama.
Npm : 221010024
Terdapat beberapa kasus terkait dengan ITE atau telematika di antara nya yaitu kasus penipuan, penipuan ini yang dapat merugikan orang lain melalui media sosial seperti facebook,instagram dll.
Lalu kasus penyebaran berita hoax misal membuat berita yang dapat menimbulkan asumsi atau pikiran buruk terhadap seseorang.
Lalu kasus menyebarkan gambar atau video asusila bahkan ada yang menjual demi keuntungan pribadi.
Kasus ujaran kebencian seperti menyebarakan pesan yang mengandung SARA yang mana dapat menyebabkan permusuhan antar kelompok.
Dan banyak kasus lainnya yang berkaitan dengan ITE dan telematika.
Sekian dan terimakasih
Nama : Rezza Syah Fahleffi
Nim : E.2410540
Universitas Djuanda
Kesengajaan dan Niat: Dalam kasus ini, individu A dengan sengaja menyebarkan informasi yang tidak benar tanpa melakukan verifikasi fakta. Niat untuk menyebarkan informasi tersebut terlihat dari penyebaran yang masif di akun media sosialnya.
Dampak Terhadap Masyarakat: Informasi yang salah tersebut menyebabkan kepanikan dan kebingungan di masyarakat. Banyak orang yang termotivasi untuk mengikuti atau mempercayai informasi tersebut tanpa memeriksa keabsahannya.
npm:221010157
kampus:UIR
akan menjawab pertanyaan
analisa kasus hukum yang berkaitan dengan ITE atau telematika seperti seorang pegawai honorer di SMAN 7 Mataram, merekam percakapan telepon dengan Kepala Sekolah yang berisi dugaan pelecehan verbal seksual. Percakapan tersebut berisi ucapan yang tidak senonoh dari kepala sekolah. Awalnya, Baiq Nuril hanya menyimpan rekaman tersebut sebagai bukti, namun rekaman itu kemudian tersebar di masyarakat tanpa sepengetahuannya. Kepala sekolah kemudian melaporkan Baiq Nuril atas tuduhan pelanggaran Pasal 27 ayat (1) UU ITE tentang penyebaran konten asusila.
NIM : E.2310230
Kampus : UNIDA
Analisis Kasus Hukum Terkait UU ITE
Kasus: Putusan No. 542/Pid.Sus/2019/PN.Mlg
Latar Belakang
Kasus ini berkaitan dengan tindak pidana manipulasi informasi dalam e-commerce, di mana terdakwa didakwa melanggar Pasal 35 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Pasal ini mengatur tentang larangan manipulasi informasi elektronik yang dapat merugikan pihak lain.
Fakta Kasus
Terdakwa terbukti melakukan manipulasi informasi yang berakibat pada kerugian bagi konsumen. Pengadilan Negeri Malang memutuskan bahwa tindakan tersebut memenuhi unsur-unsur yang diatur dalam UU ITE, sehingga terdakwa dijatuhi hukuman.
Pertimbangan Hukum
1. Unsur Pertanggungjawaban: Pengadilan menilai bahwa terdakwa memiliki kemampuan bertanggung jawab dan melakukan kesalahan dalam perbuatannya.
2. Penerapan Hukum: Penerapan hukum dalam kasus ini dianggap sesuai karena telah memenuhi semua syarat yang ditentukan oleh UU ITE.
Kelemahan dan Tantangan
- Kurangnya Pemahaman Masyarakat: Penelitian menunjukkan bahwa masih banyak masyarakat yang tidak memahami batasan-batasan hukum terkait informasi elektronik, sehingga meningkatkan risiko pelanggaran.
- Sosialisasi yang Minim: Diperlukan upaya lebih dalam sosialisasi hukum agar masyarakat lebih berhati-hati dalam menggunakan teknologi informasi.
Kesimpulan
Kasus ini menunjukkan bahwa penegakan hukum terkait UU ITE berjalan sesuai dengan ketentuan yang ada, namun tantangan dalam pemahaman masyarakat dan sosialisasi hukum masih perlu ditangani. Penegakan hukum yang efektif harus diimbangi dengan pendidikan dan kesadaran masyarakat untuk mengurangi pelanggaran di masa mendatang.
Nim : E.2310361
univ djuanda
Peretasan website kejagung RI
MFW, inisial dari pelaku peretasan website kejaksaan Agung Republik Indonesia yang terjadi pada tahun 2021 ternyata memiliki alasan unik. bahwa dia hanya iseng dan ingin mengisi waktu luang dengan meretas website. Akibatnya, website kejagung RI memiliki tampiran yang berbeda yaitu berwarna merah dan berlogo HACKED
sekarang banyak sekali HACKER bahkan hampir seluruh selebgram pernah kena hacker
Analisis Hukum Kasus Wahyu Dwi Nugroho
1. Latar Belakang Kasus
Wahyu Dwi Nugroho dilaporkan karena mengungkapkan keluhannya tentang larangan berbelanja di warung-warung sekitar majelis pengajian melalui akun TikTok-nya. Tindakan ini dianggap sebagai penyebaran informasi yang dapat menimbulkan kebencian atau permusuhan terhadap pihak tertentu.
2. Dasar Hukum
UU ITE: Kasus ini merujuk pada beberapa pasal dalam UU ITE, terutama:
• Pasal 27 ayat (3): Mengatur tentang pencemaran nama baik. Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan informasi elektronik yang memiliki muatan penghinaan dapat dikenakan pidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau denda paling banyak Rp750 juta.
• Pasal 28 ayat (2): Menyebutkan bahwa setiap orang yang menyebarkan informasi untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan dapat dikenakan hukuman yang sama.
Prinsip Kebebasan Berpendapat: Meskipun UU ITE memberikan batasan terhadap penyebaran informasi yang dapat merugikan orang lain, prinsip kebebasan berpendapat juga harus diperhatikan. Dalam konteks ini, penting untuk menganalisis apakah pernyataan Wahyu termasuk dalam kategori kritik yang sah atau justru melanggar hukum.
3. Analisis pemicu terjadinya pelanggaran ITE
• Pernyataan: Penting untuk mempertimbangkan konteks di mana Wahyu mengungkapkan keluhannya. Jika pernyataannya ditujukan untuk memperbaiki situasi dan tidak bermaksud mencemarkan nama baik individu atau kelompok tertentu, maka ia mungkin dapat mengklaim perlindungan hukum sebagai bagian dari kebebasan berekspresi.
• Dampak dari Pernyataan: Apakah pernyataan tersebut benar-benar menyebabkan kerugian atau memicu kebencian di masyarakat? Jika tidak ada bukti bahwa pernyataan tersebut menimbulkan dampak negatif yang signifikan, maka kasus ini bisa diperdebatkan dari sudut pandang kebebasan berpendapat.
• Pentingnya Edukasi Hukum: Kasus ini menunjukkan perlunya edukasi hukum bagi masyarakat mengenai batasan-batasan dalam menggunakan media sosial. Banyak pengguna media sosial tidak menyadari konsekuensi hukum dari pernyataan mereka, sehingga sosialisasi mengenai UU ITE menjadi sangat penting.
4. Kesimpulan
Kasus Wahyu Dwi Nugroho menggambarkan tantangan antara kebebasan berekspresi dan regulasi hukum di era digital. Sementara UU ITE memberikan perlindungan terhadap individu dari pencemaran nama baik dan penyebaran informasi yang merugikan, penting juga untuk mempertimbangkan konteks dan niat di balik pernyataan tersebut. Penegakan hukum harus dilakukan dengan bijaksana agar tidak menghambat suara masyarakat dalam menyampaikan kritik yang konstruktif. Edukasi tentang penggunaan media sosial dan pemahaman hukum terkait sangat diperlukan untuk mencegah kasus serupa di masa depan.
Nim: 221010417
Mahasiswa Universitas Islam Riau (UIR)
Saya akan menjawab,
Kronologi dan Dampak:
Pada Juli 2021, terjadi kebocoran data nasabah BRI Life yang mencakup sekitar 2 juta data pribadi nasabah. Data yang bocor termasuk KTP, slip gaji, data medis, dan data pribadi sensitif lainnya. Data tersebut dijual di forum hacker dengan harga 7.000 dollar AS.
Aspek Hukum UU ITE yang Dilanggar:
1. Pasal 26 UU ITE (Tentang perlindungan data pribadi yang mensyaratkan persetujuan pemilik data, BRI Life gagal melindungi data pribadi nasabah dari akses tidak sah).
2. Pasal 32 UU ITE (Larangan mengubah, mentransmisikan, atau memindahkan data elektronik milik orang lain. Pelaku peretasan melanggar dengan mengakses dan menyebarkan data nasabah secara ilegal)
3. Pasal 48 UU ITE (Ancaman pidana bagi pelaku peretasan dan penyebaran data. Hukuman penjara maksimal 8 tahun dan/atau denda maksimal Rp 2 miliar).
Tindak Lanjut:
1. BRI Life dilaporkan ke: Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kementerian Komunikasi dan Informatika, dan Kepolisian RI.
2. Investigasi dilakukan oleh: Tim Siber Bareskrim Polri, Tim internal BRI Life, Konsultan keamanan siber independen
3. Langkah Perbaikan: Penguatan sistem keamanan data, Audit keamanan siber menyeluruh, Pembaruan prosedur penanganan data nasabah.
Npm : 221010031
Universitas islam riau
Jawaban:
Pencemaran Nama Baik Melalui Media Sosial.
Kasus : Seorang pengguna media sosial memposting komentar negatif dan fitnah terhadap seseorang tanpa bukti yang jelas.
Analisisnya : Tindakan ini dapat dikategorikan sebagai tindak pidana pencemaran nama baik sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE. Pelaku dapat dijerat dengan pidana penjara dan/atau denda.
Dalam menganalisis kasus ini, perlu diperhatikan unsur-unsur seperti ada tidaknya unsur kesengajaan, kerugian yang ditimbulkan, serta pembuktian kebenaran informasi yang diposting.
dalam masyarakat kerap kali terjadi pelanggaran atau kasus terkait UU ITE, Adapun UU ITE ini meliputi ujaran kebencian, penyadapan, judi online, penyebaran berita bohong, dan lain-lain. UU ITE mengatur perlindungan berbagai kegiatan yang menggunakan internet, baik itu untuk mendapatkan informasi maupun melakukan transaksi. Dalam undang-undang ini juga dijelaskan sanksi yang diberikan kepada orang yang menyalahgunakan internet, termasuk melakukan kejahatan dan menyebarkan berita palsu.
contohnya pada kasus UU ITE yang menjerat Mantan anggota DPRD Kalimantan Timur yakni James Bastian Tuwo. Ia menjadi sorotan setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Ia di duga menyebarkan dokumen illegal bersama seorang ASN di Lapas Kelas 2 Sempaja, Samarinda, Olan Zulkifli.
James, bersama Olan Zulkifli, ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan pelanggaran Pasal 48 ayat (1) Jo Pasal 32 ayat (1) UU ITE Tahun 2024 serta Pasal 56 ke-2 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Pasal tersebut mengatur tindakan ilegal terkait perubahan, penyebaran, atau perusakan dokumen elektronik milik orang lain atau publik, dengan ancaman pidana penjara maksimal delapan tahun dan/atau denda hingga Rp2 miliar.
Dapat dilihat dari kasus ini bahwa di era yang serba digital, berbagai informasi dapat di akses dengan mudah dan cepat. Dengan media sosial, semua orang diberikan kebebasan dalam berpendapat, akan tetapi jika disalahgunakan maka akan berdampak buruk terhadap diri sendiri.
Pencemaran Nama Baik:
Seseorang mengunggah konten yang mencemarkan nama baik orang lain, misalnya dengan menyebarkan rumor atau fitnah melalui platform digital. Ini dapat mengakibatkan pihak yang dirugikan mengambil langkah hukum.
Penipuan Online:
Kasus di mana pelaku melakukan penipuan melalui internet, seperti menawarkan barang yang tidak ada di e-commerce, kemudian menipu korban dengan meminta uang muka atau pembayaran penuh.
Nim. e.2310793
Universitas Djuanda
Pada tahun 2023, polisi berhasil mengungkap jaringan judi online besar di berbagai kota di Indonesia, termasuk Jakarta dan Surabaya. Jaringan ini menyamarkan aktivitasnya sebagai bisnis online biasa dan melibatkan ratusan anggota. Pelaku dijerat Pasal 27 ayat (2) UU ITE yang melarang penyebaran konten perjudian, serta pasal KUHP tentang perjudian, dengan ancaman hukuman hingga 6 tahun penjara dan denda miliaran rupiah.
Kasus judi online ini sebenarnya menunjukkan betapa sulitnya memberantas perjudian di era digital. Dengan teknologi, orang bisa dengan mudah mengakses situs-situs judi hanya lewat ponsel atau komputer, dan semua transaksi bisa dilakukan cepat lewat aplikasi bank atau dompet digital. Penangkapan jaringan ini adalah langkah bagus dari pihak kepolisian, tapi ternyata masih banyak tantangan karena situs-situs judi sering kali beroperasi dari luar negeri dan sulit dilacak.
Intinya, untuk menangani kasus seperti ini, kita butuh aturan yang lebih kuat dan teknologi yang canggih buat melacak serta memblokir akses ke situs judi. Juga, kerja sama dengan negara lain jadi penting biar bisa menutup situs-situs yang beroperasi dari luar. Kasus ini mengingatkan kita bahwa meski teknologi bikin hidup lebih gampang, kalau dipakai sembarangan bisa berujung masalah hukum.
Dalam praktiknya, Pasal 27 ayat (3) UU ITE sering menjadi alat yang potensial disalahgunakan untuk mengkriminalisasi kritik, yang seharusnya merupakan bagian dari diskursus publik yang sehat dan konstruktif. Oleh karena itu, diperlukan revisi yang lebih jelas dan proporsional terhadap pasal ini, guna membedakan secara tegas antara kritik yang sah dan penghinaan. Langkah ini diharapkan dapat menciptakan keseimbangan antara perlindungan hak atas nama baik dan pemenuhan hak kebebasan berekspresi dalam masyarakat yang demokratis.
Nim: E.2310265
Universitas Djuanda
Kebutuhan dalam penggunaan internet adalah satu hal yang sekarang sangat tinggi dalam demand namun dalam kebutuhan yang sangat tinggi tersebut internet sendiri sangatlah rentan dalam pengamanan karena tidak adanya transparansi langsung yang menghubungkan antar pihak ini menjadi salah satu alasan banyak kasus seperti penipuan, peretasan data pribadi, penyebaran missinformation, Pemerasan Blackmail, dll. Seperti contoh besarnya ialah server negara berhasil dijebol oleh pihak tidak berwajib sampai data tersebut terjual hal itu menjadikan satu bahwa salnya data tidak akan aman bila system keamanan yang rentan dan mudah diretas walaupun hukum berlaku tidak bisa dijalankan untuk menghukum karena sangat susah untuk melacak peretas tersebut.
Nama : Ranu Nadiya Fitri
NPM : 221010009
Universitas Islam Riau
Kasus Fitnah di Media Sosial yang Menyerang Seorang Publik Figur. Pelaku pelanggaran melanggar Pasal 27 Ayat (3) UU ITE, yang melarang tindakan pelanggaran atau pencemaran nama baik melalui media elektronik. Pasal ini menyebutkan bahwa "Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. "
Kasus ini menunjukkan risiko melindungi media sosial sebagai sarana untuk menyebarkan fitnah atau pencemaran nama baik. UU ITE memberikan dasar hukum yang kuat untuk menindak pelanggaran seperti ini dan melindungi individu dari kerugian akibat tuduhan tidak berdasar. Bagi masyarakat, kasus ini menjadi pengingat untuk lebih bijak dalam menyebarkan atau mempercayai informasi di media sosial, terutama terkait tuduhan atau informasi yang belum terbukti kebenarannya
211010169
UIR
Contoh kasus
Seorang pengguna media sosial mengunggah postingan yang menuduh individu lain melakukan penipuan. Posting tersebut disebarluaskan dan mendapatkan banyak perhatian, mengakibatkan kerugian reputasi bagi terdakwa.
Aspek Hukum:
UU ITE Pasal 27 Ayat (3): Menyatakan bahwa setiap orang dilarang mendistribusikan atau mentransmisikan informasi yang bermuatan penghinaan dan pencemaran nama baik.
Bukti dan Saksi: Bukti berupa tangkapan layar postingan, jumlah share, serta komentar dari netizen dapat menjadi alat bukti yang kuat.
Klarifikasi dan Hak Jawab: Terdakwa memiliki hak untuk memberikan klarifikasi atas tuduhan tersebut.
Unsur Pidana:
Objek yang Dikenakan: Posting yang berisi informasi tidak benar dapat dianggap sebagai pencemaran nama baik.
Subjek: Pelapor dan terlapor dalam kasus ini, serta peran pihak ketiga yang menyebarkan informasi.
Pertimbangan Hukum:
Pentingnya membedakan antara opini dan fakta. Jika tuduhan bersifat opini, maka perlu diperiksa apakah opini tersebut disampaikan dengan itikad baik.
Relevansi konteks postingan; apakah postingan tersebut memang dimaksudkan untuk merugikan pihak lain.
Sanksi dan Penyelesaian:
Jika terbukti bersalah, pelanggar dapat dikenakan sanksi pidana, termasuk denda dan/atau hukuman penjara.
Penyelesaian bisa dilakukan secara mediasi, di mana pihak-pihak dapat mencapai kesepakatan untuk mencabut postingan dan meminta maaf.
Npm:211010302
Universitas Islam Riau
Mengenai ITE Sudah banyak terjadi di kalangan masyarakatyang di lalui media sosial sehingga masyarakat sudah banyak menjadi korban ITE atau contohnya seperti penipuan online,Adapun aturan/UU yang mengatur perihal yang berkaitan dengan ITE/Telematika itu, Yaitu Pada Pasal 28 ayat (1) UU ITE mengatur bahwa menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang merugikan konsumen dalam transaksi elektronik merupakan penipuan.
NIM : E.2310419
Univ : UNIDA
Pencemaran Nama Baik di Media Sosial Kasus ini melibatkan seseorang yang diduga mencemarkan nama baik orang lain melalui postingan media sosial.
Penggugat mengklaim bahwa postingan tersebut berisi informasi yang tidak akurat dan bersifat pencemaran nama baik.
Penggugat mengajukan gugatan di Indonesia berdasarkan UU ITE (UU Transaksi Informasi Elektronik).
Pasal 27(3): Berdasarkan dasar hukum .
Tidak seorangpun dilarang mendistribusikan, mentransmisikan dan/atau menyediakan informasi elektronik yang mengandung konten yang menyinggung dan/atau memfitnah.
Npm:221010433
kampus: UIR
Kasus hukum yang sering terjadi di masyarakat terkait dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) salah satunya adalah kasus pencemaran nama baik melalui media sosial. Misalnya, seorang pengguna media sosial mengunggah komentar negatif tentang individu lain di platform seperti Facebook, Instagram, atau Twitter. Dalam beberapa kasus, unggahan tersebut dianggap merugikan nama baik pihak yang disebutkan, dan pihak yang dirugikan kemudian melaporkan hal tersebut ke polisi dengan dasar UU ITE.
Salah satu kasus yang mencuat adalah kasus pencemaran nama baik yang melibatkan seorang ibu rumah tangga di Jawa Barat yang bernama Prita Mulyasari, beliau didakwa melanggar Pasal 27 ayat 3 UU ITE. Ibu tersebut mengeluhkan pelayanan rumah sakit di media sosial dengan nada marah dan menyebutkan nama rumah sakit secara langsung yang RS Omni Alam Sutra. Pihak rumah sakit merasa dirugikan dan melaporkannya ke pihak berwajib. Kasus ini mendapat perhatian publik karena dianggap mengancam kebebasan berpendapat masyarakat.
Dampak dari UU ITE ini cukup luas, terutama di era digital, di mana masyarakat dengan mudah dapat menyampaikan pendapat di media sosial. Namun, kebebasan tersebut harus dibarengi dengan tanggung jawab. Kasus seperti ini menunjukkan pentingnya bijak dalam berkomunikasi di dunia maya, karena apa yang dianggap sebagai kritik bisa berujung pada tuntutan hukum jika tidak disampaikan dengan tepat. Ini menjadi pengingat bahwa kebebasan berbicara tetap memiliki batasan sesuai dengan hukum yang berlaku.
Nim. :E.2310111
Univ. : UNIDA
Kasus: Pemberian Sanksi kepada Pelaku Transaksi Elektronik yang Melanggar UU ITE
Analisis:
Kasus ini menunjukkan pentingnya penerapan hukum ITE dalam mengatasi tindak pidana yang dilakukan melalui teknologi informasi dan komunikasi. Dalam era digital saat ini, tindak pidana semacam ini semakin mengkhawatirkan karena kemudahan pelaku dalam melakukan penipuan melalui platform online.
Penerapan hukum ITE juga penting untuk melindungi konsumen dan memastikan kepercayaan masyarakat terhadap transaksi elektronik. Dengan adanya sanksi yang tegas, diharapkan pelaku tindak pidana akan lebih memikirkan tindakan mereka dan tidak melakukan penipuan melalui teknologi informasi dan komunikasi.
NIM : E.2310826
Analisis Kasus Hukum Terkait ITE dan Telematika di Indonesia
Pendahuluan
Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) di Indonesia, yang diundangkan pada tahun 2008 dan mengalami revisi pada tahun 2016, bertujuan untuk mengatur penggunaan teknologi informasi dan transaksi elektronik. Namun, penerapan UU ini sering kali menimbulkan kontroversi, terutama terkait dengan pelanggaran hak asasi manusia (HAM), kebebasan berekspresi, dan potensi penyalahgunaan hukum.
Kasus Terkemuka: Baiq Nuril Maqnun
Salah satu kasus yang mencolok adalah kasus Baiq Nuril Maqnun, di mana ia didakwa melanggar Pasal 27 ayat (1) UU ITE karena mendistribusikan rekaman percakapan yang berisi unsur asusila. Kasus ini menyoroti potensi kriminalisasi terhadap individu yang seharusnya menjadi korban pelecehan seksual. Mahkamah Agung akhirnya menjatuhkan hukuman kepada Nuril, meskipun banyak pihak berpendapat bahwa ia seharusnya dilindungi sebagai korban.
Problematika UU ITE
Beberapa pasal dalam UU ITE, terutama Pasal 27 ayat (3), yang mengatur tentang pencemaran nama baik, telah menjadi sorotan karena dianggap multitafsir dan berpotensi disalahgunakan. Penegakan hukum berdasarkan pasal ini sering kali mengarah pada tindakan kriminalisasi terhadap individu yang menyampaikan kritik atau informasi yang tidak disukai pihak tertentu.
Aspek Hukum dan Kebebasan Berekspresi
Mahkamah Konstitusi (MK) dalam beberapa putusan menegaskan bahwa meskipun ada hak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi, negara memiliki kewenangan untuk mengatur agar kebebasan tersebut tidak melanggar hak orang lain. Namun, ketentuan ini sering kali digunakan untuk membatasi kebebasan berekspresi secara berlebihan.
Revisi UU ITE
Revisi terbaru UU ITE pada Januari 2024 masih mempertahankan beberapa pasal bermasalah yang telah lama dipertanyakan. Masyarakat sipil mengkhawatirkan bahwa pasal-pasal tersebut akan terus digunakan untuk membungkam kebebasan berekspresi dan mengkriminalisasi kritik terhadap pemerintah. Proses revisi yang kurang transparan juga menimbulkan kekhawatiran akan perlindungan HAM di Indonesia.
Implikasi Terhadap Hak Asasi Manusia
Penerapan UU ITE harus memperhatikan prinsip-prinsip HAM, termasuk proporsionalitas dalam pembatasan hak. Setiap tindakan hukum harus didasarkan pada peraturan yang jelas dan tidak multitafsir untuk mencegah penyalahgunaan. Konstitusi berperan penting dalam memastikan bahwa undang-undang seperti UU ITE diterapkan secara adil dan tidak melanggar hak-hak dasar individu.
Kesimpulan
Kasus-kasus seperti Baiq Nuril Maqnun menunjukkan tantangan nyata dalam penerapan UU ITE di Indonesia. Penting bagi legislator untuk merevisi undang-undang ini dengan mempertimbangkan masukan dari berbagai pihak agar tidak terjadi kriminalisasi terhadap individu yang berusaha menyampaikan informasi atau kritik. Perlindungan terhadap hak asasi manusia harus menjadi prioritas utama dalam setiap pembentukan regulasi terkait teknologi informasi dan komunikasi.
npm: 211010547
uir
Kasus Prita Mulyasari diawali dengan tersebarnya surat elektronik Prita yang berisi tentang keluhan pelayanan dari rumah sakit Omni Internasional. Kasus yang mencuat pada tahun 2009 ini merupakan salah satu kasus pertama yang menonjol yang berkaitan dengan UU ITE. Prita diganjar Pasal 27 ayat 3 UU ITE tentang distribusi informasi atau dokumen elektronik yang memuat kebencian atau pencemaran nama baik dan sempat diganjar selama 3 pekan di Penjara Khusus Perempuan di Tangerang.
Pencemaran Nama baik melalui media sosial
Kasus ini menunjukan pentingnya kesadaran diri akan dampak dari penggunaan media sosial dan tanggung jawab dalam menyampaikan informasi dan kehati-hatian dalam menggunakan media sosial. Penegakan hukum melalui UU ITE diharapkan dapat memberikan perlindungan bagi korban pencemaran nama baik sekaligus menegakan tanggung jawab bagi pelanggar
211010488
Uir
Analisa Kasus Pelanggaran Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik.
Kasus Promosi Judi Online Yang Diakukan Oleh Gunawan Sadbor.
Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Sukabumi mengungkap peran konten kreator Tik Tok yang terkenal dengan joget "Sadbor" yakni Gunawan Sadbor (38) warga Kampung Babakan Baru, Kabupaten Sukabumi, Jabar pada kasus promosi situs web judi daring atau online.
"Gunawan berperan untuk memberikan bantuan kepada tersangka utama AS (39) dengan cara memfasilitasi dan menyediakan akun Tik Tok @sadbor86 untuk melakukan siaran langsung sekaligus mempromosikan situs web judi daring 'flokitoto'," kata Kapolres Sukabumi AKBP Samian saat konferensi pers di Mapolres Sukabumi, Senin.
Mendapat laporan tersebut, Tim Patroli Siber Polres Sukabumi kemudian melakukan penyelidikan dan memantau aktivitas akun @sadbor86. Kemudian pada Sabtu, (26/10) sekitar pukul 13.30 WIB, Gunawan bersama tersangka AS dan sejumlah warga lainnya melakukan siaran langsung.
Di saat siaran langsung tersebut AS yang diduga berafiliasi dengan situs web judi dari flokitoto, meminta waktu kepada Gunawan untuk mempromosikan situs tersebut. saat siaran langsung itu sudah ada akun Tik Tok @flokitoto1 kemudian memberikan saweran atau hadiah (gift) dengan nilai yang besar.
Melihat besaran saweran, seketika AS berteriak kegirangan sembari berulang kali mempromosikan situs web judi daring itu yang berisi "Bapa floki si gacor anti rungkad hi oe oe oe oe oeeeeee bapa floki lagi gacor gaes linknya ada di google flokitoto anti rungkad lagi gacor gaes siap wd bapa floki oe oe oe oe oeeeee bapa floki wel aweu aweu bapa floki wadidaw well aweu aweu bapa floki".
Mendapatkan bukti tersebut, personel Satreskrim Polres Sukabumi kemudian menangkap Gunawan dan AS di rumahnya di Kampung Babakan Baru pada Kamis (31/10). Dari hasil pemeriksaan terungkap, bahwa saweran-saweran dengan nilai maksimal yang didapat melalui siaran langsung itu berasal dari situs web judi daring.
"Saweran yang nilai besar itu ternyata berasal dari situs judi daring sebagai kompensasi atas promosi yang dilakukan oleh Gunawan dan tim di akun Tik Tok @sadbor86,".
Akibat ulahnya, kedua tersangka dijerat dengan pasal 45 ayat 3 Jo pasal 27 ayat 2 UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas UURI Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan atau pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP dengan ancaman kurungan penjara maksimal 10 tahun dan
denda Rp10 miliar.
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
kasus Baiq Nuril Maqnun (BNM). Dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 574 K/PID.SUS/2018, BNM dianggap bersalah karena mendistribusikan rekaman percakapan yang mengandung unsur asusila, meskipun banyak pihak berpendapat bahwa ia seharusnya diperlakukan sebagai korban pelecehan seksual.
bahwa unsur "dengan sengaja dan tanpa hak" dalam Pasal 27 ayat (1) UU ITE tidak terpenuhi, sehingga perlu ada klarifikasi lebih lanjut dari pemerintah untuk mencegah multitafsir dalam penerapan hukum ini
Dapat kita lihat dan sadari bahwa kasus ini menunjukkan bagaimana UU ITE sering digunakan para pejabat untuk membungkam kritik dan mengancam kebebasan berekspersi khususnya bagi para jurnalis.
NPM: 221010126,
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
akan menjawab pertanyaan.
Contoh Kasus Hukum yang berkaitan dengan ITE atau telematika: Kasus isu penyebaran konten negatif, Pencemaran Nama Baik, dan pemidaan berdasarkan UU ITE.
Kasus: Pencemaran Nama Baik melalui Media Sosial (Kasus "Hate Speech")
Latar Belakang Kasus:
Seorang pengguna media sosial berinisial A (sebut saja "Pelapor") merasa nama baiknya tercemar setelah seseorang berinisial B (sebut saja "Terlapor") mengunggah postingan yang menyebarkan informasi palsu dan menuduh Pelapor melakukan tindakan kriminal tanpa bukti yang jelas. Dalam postingan tersebut, Terlapor menyertakan foto Pelapor dan mengaitkan nama Pelapor dengan tindakan yang merugikan masyarakat
Npm: 221010157
UIR (Universitas Islam Riau)
Perbuatan yang Dilarang dalam UU ITE
Pencemaran Nama Baik. Belakangan ini, kasus pencemaran nama baik kerap dikriminalisasi sebagai pasal besar.Melakukan Ujaran Kebencian.Melakukan Perjudian Online.Menyebarkan Video Perbuatan Asusila.Melakukan Pengancaman Kepada Suatu Pihak.
Beberapa masalah hukum yang teridentifikasi dalam penggunaan teknologi informasi adalah mulai dari penipuan, pelanggaran, pembobolan informasi rahasia, persaingan curang sampai kejahatan yang sifatnya pidana.
Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik, atau disingkat UU ITE, adalah peraturan hukum yang mengatur aspek-informasi dan transaksi yang dilakukan secara elektronik. UU ITE pertama kali diundangkan melalui UU No. 11 Tahun 2008 dan kemudian mengalami revisi dengan UU No. 19 Tahun 2016.
Seiring berkembangnya pemanfaataaan dan penggunaan internet dan teknologi informasi sebagai media bertransaksi dan komunikasi secara elektronik menjadikan aktivitas sehari-hari kita menjadi lebih mudah dan cepat. Namun di sisi lain, ada beberapa dampak yang mempengaruhinya antara lain meningkatnya kejahatan cyber. Keamanan Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan kejahatannya beradu dalam berbagai persoalan. Hal ini sesuai penjelasan umum Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) bahwa pemanfaatan teknologi informasi, media, dan komunikasi telah mengubah baik perilaku masyarakat maupun peradaban manusia secara global. Perkembangan pada teknologi informasi dan komunikasi telah menyebabkan hubungan dunia menjadi tanpa batas (borderless) dan menyebabkan perubahan sosial, ekonomi, dan budaya yang secara signifikan berlangsung dengan cepat.
Teknologi informasi disamping memberikan manfaat luar biasa dalam kehidupan sehari-hari, tidak dipungkiri menjadi pisau bermata dua, disebabkan selain memberikan kontribusi positif bagi peningkatan kesejahteraan dan kemajuan peradaban manusia, tetapi sekaligus menjadi sarana efektif melakukan tindak pidana. Kegiatan melalui media elektronik meskipun bersifat virtual, dapat dikategorikan sebagai tindakan nyata. Secara yuridis kegiatan pada ranah maya, tidak dapat didekati dengan ukuran dan kualifikasi hukum konvensional saja, disebabkan akan terlalu banyak hal yang lolos dari pemberlakuan hukum.
Pemerintah Indonesia pada tanggal 21 April 2008 menetapkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Undang-Undang ITE/ UU ITE). Undang-Undang ini memiliki yurisdiksi berlaku bagi setiap orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur UU ITE, baik yang berada dalam yurisdiksi Indonesia yang memiliki akibat hukum di wilayah Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan negara.
Perkembangan media informasi dan transaksi elektronik memunculkan berbagai macam tindak pidana baru. Seringkali UU ITE disalahgunakan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab untuk membuat laporan kepada pihak berwenang dan menyerang balik. Undang-Undang ITE dimaknai mengakibatkan keberlakuannya pasal karet. Contoh pada beberapa kasus Prita Mulyasari, Irfani, Baiq Nuril, Saiful Mahdi, Saridin Bangun, Cunheng, Jerinx, LBH Padang dan lainnya.
Pemerintah membuat kesepakatan difasilitasi Kemenko Polhukam, mengundang Menteri Komunikasi dan Informatika, Kapolri, dan Jaksa Agung untuk menandatangani Surat Keputusan Bersama (SKB) Pedoman Kriteria Implementasi UU Informasi dan Transaksi Elektronik (SKB UU ITE). Harapannya agar penegakan hukum UU ITE tidak menimbulkan multitafsir dan menjamin terwujudnya rasa keadilan masyarakat (Kominfo, 23 Juni 2021). Terbitnya SKB UU ITE bukan menjadi jaminan tidak adanya upaya kriminalisasi, seperti kasus LBH Padang.
contohnya kasus penyebaran video syur rebbeca klopper yang tersebar sosial media menyebabkan bnyaknyaaa okum okum menggunakannyaa untuk mencari keuntungan atau popularitas dengan menjual video tersebut pada akun sosial media mereka.atas tindakan seperti ini pelaku penyebar luaskan video dpat terjerat dengan pasal 27 ayat (1) jo pasal 45 ayat (1) undang undang nomor 1 tahun 2024 tentang perubahan kedua atas uu nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik .
Dengan ancaman pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda pling banyak 1 miliar sebagai mana diatur pada pasal 45 ayat (1) uu no 1 tahun 2024
Nim. :E.2310111
Kampus :UNIDA
Analisa Kasus Hukum Terkait ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik)
Latar Belakang
Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) di Indonesia mengatur berbagai aspek terkait penggunaan teknologi informasi dan komunikasi. Salah satu kasus yang sering muncul adalah pelanggaran terkait pencemaran nama baik dan penyebaran informasi yang tidak benar.
• Kasus Hipotetik: Pencemaran Nama Baik Melalui Media Sosial
Fakta Kasus:
- Seorang individu (A) memposting informasi negatif tentang individu lain (B) di media sosial, menyebut B terlibat dalam praktik korupsi tanpa bukti yang jelas.
- Informasi tersebut menyebar luas dan menyebabkan reputasi B rusak, sehingga B mengalami kerugian dalam pekerjaan dan hubungan sosial.
Aspek Hukum:
1. Pelanggaran UU ITE:
- Pasal 27 ayat (3) UU ITE menyebutkan bahwa setiap orang dilarang mendistribusikan informasi yang mengandung unsur pencemaran nama baik.
- A dapat dikenakan sanksi berdasarkan pasal ini karena telah menyebarkan informasi yang merugikan B.
2. Bukti dan Pembuktian:
- B harus mengumpulkan bukti bahwa informasi yang disebarkan A adalah bohong dan merugikan.
- Bukti dapat berupa tangkapan layar, saksi, dan dokumen yang menunjukkan kerugian yang dialami B.
3. Sanksi Hukum:
- Jika terbukti bersalah, A bisa dikenakan sanksi pidana penjara dan/atau denda.
- Selain itu, B dapat mengajukan gugatan perdata untuk meminta ganti rugi.
Analisis
1. Dampak Sosial:
- Kasus ini menunjukkan betapa cepatnya informasi dapat menyebar di era digital, sehingga penting bagi individu untuk memverifikasi informasi sebelum membagikannya.
- Masyarakat perlu lebih sadar akan etika dalam berkomunikasi di media sosial.
2. Perlindungan Hukum:
- UU ITE memberikan perlindungan bagi individu yang mengalami pencemaran nama baik, tetapi implementasi dan penegakan hukum masih menjadi tantangan.
- Diperlukan edukasi hukum bagi masyarakat agar memahami hak dan kewajiban mereka di dunia maya.
3. Peran Platform Digital:
- Platform media sosial juga memiliki tanggung jawab untuk mengawasi dan menindak konten yang melanggar hukum.
- Kebijakan yang jelas dari platform dapat membantu mencegah penyebaran informasi yang merugikan.
#### Kesimpulan
Kasus pencemaran nama baik melalui media sosial menyoroti pentingnya kesadaran hukum di kalangan pengguna internet. Undang-Undang ITE memberikan kerangka hukum yang dapat melindungi individu dari tindakan merugikan, tetapi penegakan hukum yang efektif dan edukasi masyarakat sangat diperlukan untuk menciptakan lingkungan digital yang lebih aman.
Nim : E.2310430
Universitas Djuanda
Seorang individu bernama A melalui akun media sosial pribadinya memposting sebuah pernyataan yang menyudutkan dan menuduh B, seorang public figure, melakukan tindakan yang tidak benar. Postingan tersebut cepat menyebar dan mendapatkan perhatian luas dari publik, menyebabkan kerugian reputasi bagi B.
B kemudian melaporkan tindakan A ke pihak berwajib, mengklaim bahwa postingan tersebut mengandung informasi yang tidak benar (hoaks) dan merusak citranya. B menganggap bahwa postingan tersebut telah merugikan nama baiknya, sehingga dia mengajukan gugatan pencemaran nama baik berdasarkan Pasal 27 Ayat (3) UU ITE "Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik."
DanDan sangkutan dengan ITE bahwa UU ITE yng mengatur perlindungan kegiatan yang menggunakan internet, termasuk transaksi dan mendapatkan informasi. UU ITE juga mengatur sanksi bagi orang yang menyalahgunakan internet
contoh pasal dan ancaman hukuman dalam UU ITE tentang pencemaran nama baik yang dilakukan melalui media sosial diatur dalam Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).