1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Tong dan Pemilahan Sampah: Jerman versus Indonesia

5 Juni 2018

Jagat media sosial Indonesia ramai membicarakan tempat sampah buatan Jerman yang dibeli Pemprov DKI Jakarta. Apakah pembelian tong sampah itu bisa diikuti dengan gaya hidup disiplin orang Jerman dalam memilah sampah?

https://p.dw.com/p/2yvDE
Pappe und Papiermüll Container
Foto: picture-alliance/Wolfram Steinberg

Tong sampah merk Weber buatan Jerman menjadi topik hangat yang dibahas warganet Indonesia. Tong sampah ini dibeli oleh Pemprov DKI Jakarta sebagai langkah untuk memodernisasi pengumpulan sampah di Jakarta agar ibukota bisa sejajar dengan kota maju, demikian detik.com.

Berdasarkan e-katalog Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) satu tong sampah Weber ukuran 660 liter yang dibeli harganya 253,62 dolar AS atau sekitar 3,6 juta rupiah. Tong sampah yang dibeli berjumlah 2640 unit.

Pemilahan Sampah á la Jerman

Tempat sampah yang sudah tersebar di beberapa titik di Jakarta itu memang seperti tong sampah yang lazim ditemukan di wilayah perumahan atau perkantoran di Jerman. Jika di Indonesia tong sampah tersebut berwarna hijau dengan tutup orange, di Jerman warnanya bervariasi. Ada kuning, biru atau hitam. Kenapa? Karena Jerman memiliki sistem pemilahan sampah yang terorganisasi dengan baik.

Warna tempat sampah menunjukkan sampah jenis apa yang bisa dibuang ke tong yang mana. Tong sampah di Jerman tidak hanya dibagi untuk sampah organik dan anorganik saja, melainkan lebih terperinci lagi. Tong kuning menampung sampah kemasan, seperti kotak susu, botol sabun cair atau kaleng ikan tuna. Kontainer dengan warna biru menampung sampah kertas atau karton, sementara yang hitam adalah untuk sampah dapur seperti serbet kertas. Tempat sampah hijau atau coklat hanya boleh menampung sampah organik, seperti kulit buah, sayur atau daging.

Orang Jerman sudah terbiasa memilah sampah dari rumah, jadi ketika mereka harus membuang sampah di rumah ke tong sampah yang lebih besar di luar rumah, mereka sudah tahu ke tong mana kantong-kantong sampah tersebut harus dibuang.

Memilah Sampah di Jerman

Selain sampah kemasan, sisa makanan dan kertas, ada pula tempat sampah khusus untuk sampah botol beling, yang juga dipilah berdasarkan warna, baju atau sepatu bekas yang sudah tidak dipakai lagi dan sampah berbahaya, seperti baterai.

Kontainer untuk sampah botol beling, baju bekas atau baterai memang tidak berada di setiap rumah atau gedung apartemen dan perkantoran, namun letaknya dipastikan tersebar merata di setiap lingkungan tempat tinggal dan orang bisa berjalan kaki ke sana.

Jika orang membeli air mineral atau minuman bersoda dalam botol plastik, orang membayar lebih untuk uang jaminan botol. Ketika botol tersebut dikembalikan di mesin-mesin yang tersedia di supermarket, maka orang mendapatkan kembali uang jaminan yang sudah dibayarkan.

Bisakah Indonesia Meniru Jerman?

Pemilahan sampah dilakukan agar sampah-sampah yang bisa didaur ulang atau dibuat menjadi kompos dapat diproses dengan efisien dan tidak harus dikirim ke tempat pembuangan sampah akhir (TPA). Sampah yang berakhir di TPA menimbulkan banyak masalah lingkungan dan kesehatan akibat air dan lahan yang terkontaminasi zat berbahaya. TPA terbuka seperti Bantar Gebang di Bekasi, "hanya menawarkan solusi cepat dan mudah dalam jangka pendek", menurut studi Komisi Ekonomi dan Sosial PBB untuk Asia Pasifik. Sudah saatnya negara-negara dengan masalah sampah seperti Indonesia meniru langkah yang dilakukan negara maju dalam pengelolaan sampah seperti Jerman.

Jerman bukan satu-satunya negara Eropa yang memiliki sistem pemilahan sampah yang sangat baik. Menurut data dari European Environment Agency, Jerman, Austria, Belgia, Swiss, Belanda dan Swedia mendaur ulang setidaknya setengah sampah kota di tahun 2014. Selain itu, tidak ada sampah di negara-negara tersebut yang berakhir di tempat pembuangan sampah akhir.

Tentu ada proses panjang hingga negara Eropa seperti Jerman dan Belanda kini menjadi sangat maju dan terdepan dalam pengelolaan sampah. Di Jerman, pemilahan sampah sudah dimulai sejak abad 19. Dan konon sampai abad 17, penduduk Belanda sesuka hati membuang sampah sembarangan. Ada proses yang memakan waktu puluhan hingga ratusan tahun hingga warga di negara-negara maju disiplin dalam mengelola sampah. Perlu kerja sama yang baik dan erat antara warga, pemerintah dan pembuat kebijakan agar masalah sampah di Indonesia atau khususnya Jakarta bisa dikelola dengan baik. Dan seperti di Eropa, tentu proses disiplin pengelolaan sampah di Indonesia akan memakan waktu yang lama. Apakah tong sampah buatan Jerman di Jakarta bisa diikuti dengan kedisiplinan sistem pemilahan sampah Jerman? Anda yang menentukan.

na/hp (detik, environment indonesia, european environment agency)