Topic outline

  • MUQODDIMAH

    Assalamu'alaikum wr.wb.

    Ahlan wa sahlan kawan-kawan mahasiswa!

    Perkenalkan, matakuliah Agama Islam (AIK) I yang merupakan salah satu matakuliah AIK yang ditetapkan oleh Majelis Dikti PP Muhammadiyah dan wajib ditempuh oleh seluruh mahasiswa perguruan tinggi Muhammadiyah. Yak, matakuliah ini ada diseluruh perguruan tinggi Muhammadiyah di Indonesiadan juga dunia, bahkan matakuliah ini juga terbuka untuk seluruh mahasiswa yang hendak belajar agama Islam. Kita akan melaksanakan perkuliahan Agma Islam dengan sistem online. yang semangat ya...!. Pada matakuliah ini mahasiswa diajak untuk bersama-sama memahami agama Islam secara menyeluruh (kaffah). Matakuliah AIK I ini membahas tentang agama Islam dan fokus pada proses memahami dan mengamalkan agama Islam bagi kawan-kawan mahasiswa sesuai dengan dalil al Qur'an dan As Sunah.

    Bobot matakuliah ini adalah 2 SKS untuk AIK I jadi mari pergunakan waktu kita untuk belajar dengan terbaik utuk hasil yang terbaik pula. Jangan lupa niat ikhlas agar apa yang kita pelajari menjadi berkah untuk kita semua!

    Siap membersamai teman-teman mahasiswa untuk matakuliah ini sebagai dosen pengampu matakuliah agama Islam.

    Nama Dosen Bambang Wahrudin, M.Pd.

    Alamat Krajan 2 RT.02 RW. 01 Ds. Tanjungsari Kec. Jenangan Kab. Ponorogo Jawa Timur Indonesia

    Nomor HP. WA 0821 4565 6485

    Nah, itulah deskripsi singkat matakuliah kita pada semester ini, bagi mahasiswa yang sudah membaca chat ini selamat teman-teman sudah berhasil bergabung bersama di matakuliah agama Islam. Semoga Allah swt meridhoi kegiatan belajar mengajar kita sehingga menjadi pundi-pundi pahala yang mengantarkan kita kepada kebahagiaan di dunia dan akherat. amin yaa rabbal a''alamiin.


  • PERT. 1 ORIENTASI DAN PENGANTAR PERKULIAHAN

    Tentang mata kuliah

    Agama Islam yang merupakan salah satu matakuliah dalam rumpun Al islam kemuhammadiyahan (AIK)
    1. AIK adalah rumpun matakuliah wajib bagi seluruh mahasiswa Unmuh Ponorogo.
    2. AIK meliputi 4 matakuliah terbagi dalam 4 semester
    AIK 1 = Agama Islam
    AIK 2 = Akhlak dan Muamalah
    AIK 3 = Kemuhammadiyahan
    AIK 4 = Islam dan Ilmu Pengetahuan
    3. AIK merupakan materi yang tidak bisa ditinggalkan oleh mahasiswa

    Kedudukan Agama Islam Dalam Rumpun AIK
    1. Islam sebagai Dien yang berarti jalan
    2. Islam bukan sebatas agama yang dimaknai secara bahasa sansekerta yang berarti “tidak rusak” (karena dalam bahasa sansekerta agama berasal dari kata a = tidak dan gama= rusak) jauh lebih

    Materi Pokok Agama Islam
    1. Islam sebagai Jalan Hidup
    2. Urgensi aqidah dalam Islam
    3. Iman kepada Allah swt.
    4. Syirik dan macam-macamnya
    5. Syirik Modern
    6. Iman kepada Malaikat.
    7. Iman kepada yang Ghaib.
    8. Iman Kepada Kitab-kitab Allah swt
    9. Iman kepada Nabi dan Rasul
    10. Iman kepada hari Kiamat
    11. Iman kepada Qada’ dan Qadar
    12. Dosa dan pengaruhnya terhadap Iman seseorang
    13. Surga dan Neraka
    14. Penugasan

    Referensi Utama
    1. Buku Kuliah Aqidah karya Yunahar Ilyas
    2. Himpunan Putusan Tarjih (HPT) Muhammadiyah
    3. Tanya Jawab agama Jilid 1-8
    4. Dll.

    Referensi Online
    1. fatwatarjih.com
    2. suaramuhammadiyah.or.id
    3. tarjih.or.id
    4. dll

    Sistem Penilaian
    1. Keaktifan 20% secara online
    2. UTS 20%
    3. Tugas 30%
    4. UAS 30%

    Tadabbur Ayat

    Teman-teman mahasiswa jika kita ditanya sejak kapan kita masuk Islam? mungkin sebagian besar dari kita akan menjawab sejak lahir, padahal syarat masuk Islam adalah mengucapkan duia kalimat syahadat, dan ketika kita lahir tentu kita menangis dan belum bisa berbicara. So mari kita pelajari ayat dibawah ini, silahkan dibaca dan diterjemahkan ayat dibawah ini untuk menemukan sejak kapan kita masuk islam. Selamat belajar!

    Surat al A'raaf ayat 172

    Artinya: Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)", (QS. Al A'raaf: 172)

    Teman teman mahasiswa yang berbahagia di pertemuan ini saya ingin menyampaikan kepada teman-teman bahwa sejatinya semua manusia itu lahir dalam keadaan Islam dan telah islam sejak di dalam kandungan. Ketika Allah swt meniupkan ruh kedalam janin. Oleh karena itu marilah kita bersyukur atas nikmat Islam yang telah sampai pada kita saat ini.

    Selamat mengikuti!

  • PERT. 2 ISLAM SEBAGAI JALAN HIDUP

    Pada pertemuan ini mahasiswa diharapkan mampu membuat konsep hidup dengan dasar agama Islam, membedakan antara din dan agama, menjelaskan sumber-sumber ajaran Islam, menjelaskan karakteristik dan tujuan agama Islam, dan memiliki keyakinan bhawa Islam adalah satu-satunya jalan hidup yang bahagia di dunia dan akherat.

  • PERT. 3 HAKEKAT MANUSIA DALAM PANDANGAN ISLAM

    Pada pertemuan ini mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan peran dan posisi agama Islam di antara agama-agama lain, dan memberikan bukti mengapa manusia membutuhkan agama. sebelum membahas materi secara panjang dan lebar mari kita simak ulasan pengantar materi berikut ini;

    Baik teman-teman mahasiswa yang semoga selalu dalam lindungan Allah swt. 

    Materi kita hari ini adalah membahas tentang Hakekat Manudsia dalam Agama Islam. pada pertemuan ini mahasiswa diharapkan mampu memahami manusia dalam pandangan Islam sehingga mampu menjadi manusia sebagaimana yang telah ditetapkan Allah swt. 

    Hakekat Manusia

    Persoalan tentang hakikat manusia dalam kajian filsafat mempunyai tempat tersendiri dan bahkan sebagian kajian filsafat mencari tentang hakikat manusia. Menurut Zainal Abidin, ada dua aliran tertua dan terbesar dalam menyikapi dan merumuskan hakikat atau esensi manusia, yaitu materialisme dan idealisme. Materialisme sebagai sebuah paham filsafat yang meyakini bahwa esensi dari kenyataan yang ada adalah material itu sendiri, hal ini juga merembet ke dalam esensi manusia, yaitu badan itu sendiri. Sebagai cirinya apabila kenyataan yang ada tersebut dapat diukur, memiliki keluasaan, bersifat objektif dan tentunya menempati ruang. Rumusan yang bertolak belakang disampaikan oleh idealisme, yaitu aliran filsafat yang meyakini ada kekuatan spiritual di balik kenampakan yang ada atau jelasnya hakikat dari sesuatu yang ada adalah bersifat spiritual. Sesuatu yang ada tersebut juga menyangkut diri manusia.

    Kedua aliran besar diatas termasuk dalam kategori aliran esensi tunggal atau sering disebut sebagai monisme. Ada yang berpaham bahwa dalam diri sesuatu yang ada itu mempunyai dua subtansi atau esensi fisik dan esensi spiritual, maka sering mendapatkan label dualisme. Manusia sebagai persona mempunyai komponen penyusun manusia itu, yaitu roh, jiwa (nafs) dan badan atau jasmani.

    Ketiga unsur penyusun manusia ini menjadi bahan kajian yang panjang dalam rentetan sejarah manusia. Ketiganya tentu mempunyai fungsi masing-masing yang berlawanan tetapi saling menguatkan. Eksistensi jiwa dalam tubuh akan memberikan warna secara total bagi kemungkinan ‘ada’nya didunia dan akan menentukan kemungkinan perbuatan yang dilakukannya. Fungsi yang terakhir inilah manusia dapat menentukan perbuatannya sendiri dengan kehendak bebas. Kebebasan ini dapat dikaitkan dalam tiga hal, yaitu kebebasan dalam penyempurnaan diri, kemampuan untuk memilih dan memutuskan, dan kemampuan untuk dapat mengungkapkan berbagai dimensi manusia.

    Point terakhir inilah yang dapat melahirkan berbagai peradaban didunia ini yang menakjubkan. Sehingga didalam sebuah peradaban yang dibangun itu, tentu ada pemahaman tentang hakikat manusia, baik terdapat dalam sistem
    ideologinya atau ilmu yang dipelajarinya.

    Inilah pengantar materi kita hari ini, semoga bisa dipahami secara mendetail sebagai paradigma/mindset yang benar terhadap pemahaman tentang manusia itu sendiri.

    Konsep Manusia

    1. Hayawan nathiq (makhluk hidup yang berakal/berlogika)
    2. Makhluk yg berakal budi (mampu menguasai makhluk lain)
    3. Makhluk yang terdiri dari ruh dan jasad yang dimuliakan Allah dengan tugas ibadah dan kedudukan sebagai khalifah di muka bumi
    4. Disebut juga insan, yakni orang

    sedangkan hakekat manusia sebagaimana dijelaskan di dalam al Qur'an Allah swt menyebut manusia dalam beberapa sebutan antara lain;
    1. Makhluk: berada dlm fitrah (Ar-Rum: 30), lemah (An-Nisa’: 28), jahil (Al-Ahzab: 72), fakir (Fathir: 15)
    2. Dimuliakan: ditiupkan ruh (As-Sajdah: 9), memiliki keistimewaan (Al-Isra’: 70), ditundukkan alam untuknya (Al-Baqarah: 29)
    3. Dibebani: ibadah (Ad-Dzariyat: 56), khilafah (Al-Baqarah: 30)
    4. Bebas memilih: iman atau kufur (Al-Kahfi: 29)
    5. Tanggung jawab (Al-Isra’: 36): berakibat surga (Al-Baqarah: 25), berakibat neraka (Al-Bayinah: 6)

    Nah ini point penting untuk dikaji lagi oleh mahasiswa dengan mendalami ayat-ayat al Qur'an tersebut.

    Sebutan manusia di dalam al Qur'an juga berfariasi, misalnya dalam istilah/konsep sebagai berikut;

    Konsep Al-Insan
    Kata insan bila dilihat asal kata al-nas, berarti melihat, mengetahui, dan minta izin.Atas dasar ini, kata tersebut mengandung petunjuk adanya kaitan substansial antara manusia dengan kemampuan penalarannya. Manusia dapat
    mengambil pelajaran dari hal-hal yang dilihatnya, dapat mengetahui apa yang benar dan apa yang salah, serta dapat meminta izin ketika akan menggunakan sesuatu yang bukan miliknya. Berdasarkan pengertian ini, tampak bahwa
    manusia mampunyai potensi untuk dididik.

    Potensi manusia menurut konsep al-Insan diarahkan pada upaya mendorong manusia untuk berkreasi dan berinovasi. Jelas sekali bahwa dari kreativitasnya, manusia dapat menghasilkan sejumlah kegiatan berupa pemikiran (ilmu pengetahuan), kesenian, ataupun benda-benda ciptaan. Kemudian melalui kemampuan berinovasi, manusia mampu merekayasa temuan-temuan baru dalam berbagai bidang. Dengan demikian manusia dapat
    menjadikan dirinya makhluk yang berbudaya dan berperadaban.

    Konsep Al-Naas
    Dalam konsep an-naas pada umumnya dihubungkan dengan fungsi manusia sebagai makhluk sosial (Jalaluddin, 2003: 24).Tentunya sebagai makhluk sosial manusia harus mengutamakan keharmonisan bermasyarakat. Manusia harus hidup sosial artinya tidak boleh sendiri-sendiri.Karena manusia tidak bisa hidup sendiri. Jika kita kembali ke asal mula terjadinya manusia yang bermula dari pasangan laki-laki dan wanita (Adam dan Hawa), dan berkembang menjadi masyarakat dengan kata lain adanya pengakuan terhadap spesis di dunia ini, menunjukkan bahwa manusia harus hidup bersaudara dan tidak boleh saling menjatuhkan. Secara sederhana, inilah sebenarnya fungsi manusia dalam konsep an-naas.

    Konsep Bani Adam
    Adapun kata bani adam dan zurriyat Adam, yang berarti anak Adam atau keturunan Adam, digunakan untuk menyatakan manusia bila dilihat dari asal keturunannya. Dalam Al-Qur’an istilah bani adam disebutkan sebanyak 7 kali dalam 7 ayat. Penggunaan kata bani Adam menunjuk pada arti manusia secara umum. Dalam hal ini setidaknya ada tiga aspek yang dikaji, yaitu:
    Pertama, anjuran untuk berbudaya sesuai dengan ketentuan Allah, di antaranya adalah dengan berpakaian guna manutup auratnya.
    Kedua, mengingatkan pada keturunan Adam agar jangan terjerumus pada bujuk rayu setan yang mengajak kepada keingkaran.
    Ketiga, memanfaatkan semua yang ada di alam semesta dalam rangka ibadah dan mentauhidkanNya. Kesemuanya itu adalah merupakan anjuran sekaligus peringatan Allah dalam rangka memuliakan keturunan Adam dibanding makhluk-Nya yang lain. Lebih lanjut Jalaluddin mengatakan konsep Bani Adam dalam bentuk menyeluruh adalah mengacu kepada penghormatan kepada nilai-nilai kemanusian. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa manusia dalam konsep Bani Adam, adalah sebuah usaha pemersatu (persatuan dan kesatuan) tidak ada perbedaan sesamanya, yang juga mengacu pada nilai penghormatan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusian serta mengedepankan HAM. Karena yang membedakan hanyalah ketaqwaannya kepada Pencipta.

    Sebagaimana yang diutarakan dalam QS. Al-Hujarat: 13: Terjemahnya: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”

    Konsep Al-Ins
    Kata al-Ins dalam Al-Qur’an disebutkan sebanyak 18 kali, masing- masing dalam 17 ayat dan 9 surat. Muhammad Al-Baqi dalam Jalaluddin (2003: 28) memaparkan al-Isn adalah homonim dari al-Jins dan al-Nufur. Lebih lanjut Quraish Shihab mengatakan bahwa dalam kaitannya dengan jin, maka manusia adalah makhluk yang kasab mata. Sedangkan jin adalah makhluk halus yang tidak tampak. Sisi kemanusiaan pada manusia yang disebut dalam al-Qur’an dengan
    kata al-Ins dalam arti “tidak liar” atau “tidak biadab”, merupakan kesimpulan yang jelas bahwa manusia yang insia itu merupakan kebalikan dari jin yang menurut dalil aslinya bersifat metafisik yang identik dengan liar atau bebas. Dari pendapat di atas dapat dikatakan bahwa dalam konsep al-ins manusia selalu di posisikan sebagai lawan dari kata jin yang bebas. bersifat halus dan tidak biadab. Jin adalah makhluk bukan manusia yang hidup di alam “antah berantah” dan alam yang tak terinderakan. Sedangkan manusia jelas dan dapat menyesuaikan diri dengan realitas hidup dan lingkungan yang ada.

    Konsep Abdu Allah (Hamba Allah)
    M. Quraish Shihab dalam Jalaluddin, seluruh makhluk yang memiliki potensi berperasaan dan berkehendak adalah Abd Allah dalam arti dimiliki Allah.Selain itu kata Abd juga bermakna ibadah, sebagai pernyataan kerendahan diri.
    Menurut M. Quraish memandang ibadah sebagai pengabdian kepada Allah baru dapat terwujud bila seseorang dapat memenuhi tiga hal, yaitu:
    1. Menyadari bahwa yang dimiliki termasuk dirinya adalah milik Allah dan berada di bawah kekuasaan Allah.
    2. Menjadikan segala bentuk sikap dan aktivitas selalu mengarah pada usaha untuk memenuhi perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.
    3. Dalam mngambil keputusan selalu mengaitkan dengan restu dan izin Allah. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dalam konsep Abd Allah, manusia merupakan hamba yang seyogyanya merendahkan diri kepada
    Allah.Yaitu dengan menta’ati segala aturan-aturan Allah. Sehingga dalam berbagai konsep tersebut manusia merupakan mahluk hidup yang perlu diberikan suatu tempat sendiri karena dia merupakan mahluk hidup
    yang istimewa karena selain memiliki fisik, manusia memiliki akal, bersosialisasi, dan teratur. Manusia merupakan mahluk ciptaan Allah yang paling sempurna karena selain memiliki unsur fisik manusia memiliki akal yang membedakan dengan mahluk hidup lain.

    Dengan memahami konsep manusia diatas kita bisa melihat bahwa ketika Allah swt menyebut manusia dengan berbagai sebutan memiliki maksud tertentu bagi kita sebagai manusia yang ebrakal.

    Asal usul Kejadian Manusia

    1. Melalui masa yang tidak disebutkan (Al-Insan: 1)
    2. Mengalami beberapa tingkat kejadian (Nuh: 14)
    3. Pada masa ruh berjanji kepada Allah (Al-A’raf: 172)
    4. Ditumbuhkan dari tanah seperti tumbuh-tumbuhan (Nuh: 17)
    5. Dijadikan dari tanah liat/lazib (Ash-Shaffat: 11)
    6. Dijadikan dari tanah kering dan lumpur hitam (shalshal dan hamain): (Al-Hijr: 28)
    7. Berproses dari saripati tanah, nuthfah dalam rahim, segumpal darah, segumpal daging, tulang, dibungkus dengan daging, hingga menjadi makhluk dengan rupa yg paling baik (Al-Mukminun: 12-14)
    8. Kemudian ditiupkan roh (Ash-Shad: 72, Al-Hijr: 29)

    Jadi secara umum manusia diciptakan dari tanah dengan bermacam-macam istilah, yaitu turab (tanah), tanah kering (shal shal), lumpur hitam (hamain), tanah kering (thin), dan lain-lain. Ini menunjukkan bahwa fisik manusia berasal dari macam-macam bahan yang ada dalam tanah. (Al-Mukminun: 12-16)

    Dalam hadits juga dijelaskan bagaimana manusia diciptakan.“ Dari Ibnu Mas’ud RA, ia berkata : Telah bersabda kepada kami Rasulullah SAW – Beliau  adalah orang yang jujur dan terpercaya - ; “ Sesungguhnya seorang diantara kamu ( setiap kamu ) benar-benar diproses kejadiannya dalam perut ibunya selama 40 hari berwujud air mani; kemudian berproses lagi selama 40 hari menjadi segumpal darah; lantas berproses lagi selama 40 hari menjadi segumpal daging; kemudian malaikat dikirim kepadanya untuk meniupkan roh kedalamnya; lantas ( sang janin ) itu ditetapkan dalam 4 ketentuan : 1. Ditentukan ( kadar ) rizkinya, 2. Ditentukan batas umurnya, 3. Ditentukan amal perbuatannya, 4. Ditentukan apakah ia tergolomg orang celaka ataukah orang yang beruntung “ ( HR Ahmad ).

    Sifat-Sifat Manusia

    Secara umum manusia dibekali Allah swt dengan akal dan nafsu, dengan memanfaatkan ekduanya manusia akan menemukan kebenaran dan keimanan kepada Allah swt, tetapi bagi yang salah menggunakan kedua potensi yang diberikan manusia akan tersesat dalam kemasiatan kepada Allah swt.

    Oleh karena itu, manusia memiliki dua pilihan jalan sebagaimana dijelaskan sebagai berikut;
    1. Jalan taqwa - benar - tazkiyah (penyucian jiwa) - meraih kesuksesan
    2. Jalan fujur - salah - tadsiyah (pengotoran jiwa) - meraih kegagalan

    Kedua jalan tersebut dijelaskan Allah swt dalam al Qur'an, "Demi jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya). Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sungguh beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu. Sebaliknya, sungguh merugilah orang yang mengotorinya". (Asy-Syams: 7-10)

    Ketakwaan seseorang akan melahirkan sifat-sifat sebagai berikut:
    1. Bersyukur dan bersabar
    2. Penyantun, penyayang, dan lemah lembut
    3. Bijaksana
    4. Suka bertaubat
    5. Senantiasa jujur dan dapat dipercaya


    Sedangkan jalan fujur melahirkan sifat-sifat sebagai berikut:
    1. Tergesa-gesa (Al-Isra’: 11)
    2. Sering membantah (Al-Kahfi: 54)
    3. Ingkar dan tidak berterima kasih kpd Tuhan (Al-‘Adiyat: 6)
    4. Keluh kesah, gelisah, dan kikir (Al-Ma‘arij: 19-21)
    5. Baru ingat Tuhan saat menderita (Yunus: 12)


    Nah mari kita upayakan dengan maksimal pilihan jalan kita agar meraih jalan takwa kepada Allah swt.

    Keistimewaan Manusia

    Jika dibandingkan dengan makhluk lain manusia memiliki keistimewaan yang jauh berbeda dengan makhluk yang lain, diantaranya adalah:
    1. Manusia sebagai ciptaan tertinggi dan terbaik (At-Tin: 4)
    2. Manusia dimuliakan dan diistimewakan oleh Allah (Al-Isra’: 70)
    3. Mendapatkan tugas mengabdi (Ad-Dzariyat: 56) shg oleh krnnya manusia disebut abdi/hamba Allah
    4. Mempunyai peranan sbg khalifah (pihak yg diamanahi Tuhan utk mengelola alam semesta) (Al-An‘am) dg berbagai tingkatan.
    5. Mempunyai tujuan hidup, yaitu mendapatkan ridha Allah (Al-An‘am: 163) dan kebahagiaan di dunia dan akhirat.
    6. Untuk melaksanakan tugas serta peranannya guna mencapai tujuan hidupnya, manusia diberi peraturan-peraturan hidup (An-Nisa’: 105)

    Demikianlah Allah swt menjadikan manusia dengan sebaik-baik ciptaan dan marilah kita menjadi manusia seutuhnya yang beriman dan bertakwa kepada Allah swt.

    Semoga kita terhindar dari perilaku dan perbuatan selain manusia seperti kehewanan, kesetanan dll yang tidak sesuai dengan hakekat manusia diciptakan.

  • PERT. 4 AQIDAH ISLAM

    Pada pertemuan ini mahasiswa diharapkan aktif dan pro-aktif mendefinisikan, membuat peta konsep kajian aqidah, memberikan contoh perbuatan yang terkait dengan aqidah dan mengklasifikasikan perbuatan manusia yang terkait dengan aqidah.

    Bai, teman-teman mahasiswa yang dirahmati Allah swt.

    Marilah kita mulai perkuliahan kita hari ini dengan membaca bismillahirrahmaanirrahiim dari tempat masing-masing. Selanjutnya mari kita telaah dan simak materi berikut ini!

    Ni1ai suatu ilmu itu ditentukan ofeh kandungan ilmu tersebut. Semakin besar dan bermanfaat nilainya semakin penting untuk dipelajarinya. Ilmu yang paling penting adalah ilmu yang mengenakan kita kepada Allah SWT, Sang Pencipta. Sehingga orang yang tidak kenal Allah SWT disebut kafir meskipun dia Profesor Doktor, pada hakekatnya dia bodoh. Adakah yang lebih bodoh daripada orang yang tidak mengenal yang menciptakannya?
    Allah menciptakan manusia dengan seindah-indahnya dan selengkap­lengkapnya dibanding dengan makhluk/ ciptaan lainnya. Kemudian Allah bimbing mereka dengan mengutus, para Rasut-Nya (Menurut hadits yang disampaikan Abu Dzar bahwa jumlah para Nabi sebanyak 124.000 semuanya menyerukan kepada Tauhid (dikeluarkan oleh AI-Bukhari di At-Tarikhul Kabir 51447 dan Ahmad di A(-Musnad 5/178-179).
    Sementara dari jalan sahabat Abu Umamah disebutkan bahwa jumlah para Rasul 313 (dikeluarkan oleh Ibnu Hibban di Al-Maurid 2085 dan Thabrani di AI-Mu'jamul Kabir 8/139)) agar mereka berjalan sesuai dengan kehendak Sang Pencipta melalui wahyu yang dibawa oleh Sang Rasut. Namun ada yang menerima disebut mu'min ada pula yang menolaknya disebut kafir serta ada yang ragu-ragu disebut Munafik yang merupakan bagian dari kekafiran.
    Begitu pentingnya Aqidah ini sehingga Nabi Muhammad, penutup para Nabi dan Rasul membimbing ummatnya selama 13 tahun ketika berada di Mekkah pada bagian ini, karena aqidah adafah landasan semua tindakan. Dia dalam tubuh manusia seperti kepatanya. Maka apabila suatu ummat sudah rusak, bagian yang harus direhabilitisi adalah kepalanya lebih dahulu. Disinitah pentingnya aqidah ini. Apalagi ini menyangkut kebahagiaan dan keberhasilan dunia dan akherat. Dialah kunci menuju surga.
    Dalam syarat Islam terdiri dua pangkal utama. Pertama : Aqidah yaitu keyakinan pada rukun iman itu, letaknya di hati dan tidak ada kaitannya dengan cara-cara perbuatan (ibadah). Bagian ini disebut pokok atau asas. Kedua : Perbuatan yaitu cara-cara amal atau ibadah seperti sholat, puasa, zakat, dan seluruh bentuk ibadah disebut sebagai cabang. Nilai perbuatan ini baik buruknya atau diterima atau tidaknya bergantung yang pertama.
    Makanya syarat diterimanya ibadah itu ada dua, pertama : ikhias karena Allah SWT yaitu berdasarkan aqidah islamiyah yang benar. Kedua : Mengerjakan ibadahnya sesuai dengan petunjuk Rasululiah SAW. ini disebut amal sholeh. Ibadah yang memenuhi satu syarat saja, umpamanya ikhlas saja tidak mengikuti petunjuk Rasuluflah SAW tertolak atau mengikuti Rasuiullah SAW saja tapi tidak ikhlas, karena faktor manusia, umpamanya, maka amal tersebut tertolak. Sampai benar-benar memenuhi dua kriteria itu. Inilah makna yang terkandung dalam AI-Qur'an surah AI-Kahfii 110 yang artinya : "Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shaleh dan janganlah ia me.mpersekutukan. seorangpun cialam befibadah kepada Tuhannya.“
    Selanjutnya marilah kita perhatikan makna aqidah dalam materi dibawah ini

    PENGERTIAN AQIDAH SECARA BAHASA (Etimologi)
    Aqidah (اَلْعَقِيْدَةُ) : Bermakna:al-‘aqdu (الْعَقْدُ) yang berarti ikatan,at-tautsiiqu(التَّوْثِيْقُ) yang berarti kepercayaan atau keyakinan yang kuat,al-ihkaamu (اْلإِحْكَامُ) yang artinya mengokohkan (menetapkan),ar-rabthu biquw-wah (الرَّبْطُ بِقُوَّةٍ) yang berarti mengikat dengan kuat(Lisaanul ‘Arab (IX/311: عقد) karya Ibnu Manzhur (wafat th. 711 H) dan Mu’jamul Wasiith (II/614: عقد). 

    "Al-‘Aqdu" (ikatan) lawan kata dari al- hallu(penguraian, pelepasan)
    "Al-‘Aqdu" (ikatan) lawan kata dari al- hallu(penguraian, pelepasan). Dan kata tersebut diambil dari kata kerja: " ‘Aqadahu" "Ya'qiduhu" (mengikatnya), " ‘Aqdan" (ikatan sumpah), dan " ‘Uqdatun Nikah" (ikatan menikah). Allah Ta'ala berfirman, "Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja ..." (Al-Maa-idah : 89).

    Aqidah artinya ketetapan yang tidak ada keraguan pada orang yang mengambil keputusan. Sedang pengertian aqidah dalam agama maksudnya adalah berkaitan dengan keyakinan bukan perbuatan. Seperti aqidah dengan adanya Allah dan diutusnya Rasul. Bentuk jamak dari aqidah adalah aqa-id. (Lihat kamus bahasa: Lisaanul ‘Arab, al-Qaamus Muhiith dan al-Mu'jamul Wasiith: (bab: ‘Aqada).Jadi kesimpulannya, Aqidah adalah apa yang telah menjadi ketetapan hati seseorang secara pasti ; baik itu benar ataupun salah.

    Pengertian Aqidah secara Istilah (Terminologi)
    Menurut Abdul Wahab al-Musairi :Aqidah adalah ketetapan (aksioma) yang tidak menerima adanya keraguan bagi yg meyakininya, dan aqidah itu menerima pendapat akal dan logika. Sementara yang dimaksud aqidah dalam agama adalah apa yang dimaksud dengan keyakinan selain perbuatan, seperti keyakinan terhadap wujud Allah, dan diutusnya Rasul. Aqidah sebagaimana biasa terdiri dari beberapa rukun yang mendasari agama, jika hilang salah satunya akan merusak iman. Jadi yang dimaksud dengan kata aqidah adalah ushuludhin dan rukun-rukunnya dalam Islam.

    Menurut DR. Abdullah Azam
    Aqidah adalah keyakinan kuat yang menghilangkan penyimpangan, dan mengarahkan pada perbuatan baik, yang keduanya disandarkan pada jiwa baik berupa perkataan dan gerakan.

    Menurut Hasan al-Banna
    العقائد هي الأمور التى يجب أن يصدق بها قلبك وتطمئن اليها نفسك وتكون يقينا عندك لا يمازجه ريب ولايخالطه شك            “Aqidah adalah beberapa perkara yang wajib diyakini keberadaannya oleh hatimu, mendatangkan ketentraman jiwa, menjadi keyakinan yang tidak bercampur sedikitpun dengan keragu-raguan”(Al-Banna, Majmu’atu ar-Rasail,(Muassasah ar- Risalah Beirut: tanpa tahun, h. 465).

    Munurut Abu Bakar Jabir al-Jazairy
    العقيدة هي مجموعة من قضايا الحق البدهية المسلمة بالعقل, والسمع والفطرة, يعقد عليها الإنسان قلبه, ويثنى عليها صدره جازما بصحتها, قاطعا بوجودها وثبوتها لايرى خلافها أنه يصح أو يكون أبدا            “Aqidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara umum (axioma) oleh manusia berdasarkan akal, wahyu dan fithrah. (Kebenaran) itu dipatrikan oleh manusia di dalam hati serta diyakini kesahihan dan kebenarannya secara pasti dan ditolak segala sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran itu”.(Al-Jazairy, Aqidah al-Mukmin, (Cairo: 1978), h. 21)

    ‘Aqidah Islamiyyah adalah keimanan yang teguh dan bersifat pasti kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan segala pelaksanaan kewajiban, bertauhid dan taat kepada-Nya, beriman kepada Malaikat- malaikat-Nya, Rasul-rasul-Nya, Kitab-kitab-Nya, hari Akhir, takdir baik dan buruk dan mengimani seluruh apa-apa yang telah shahih tentang Prinsip- prinsip Agama (Ushuluddin), perkara-perkara yang ghaib, beriman kepada apa yang menjadi ijma’ (konsensus) dari Salafush Shalih, serta seluruh berita-berita qath’i (pasti), baik secara ilmiah maupun secara amaliyah yang telah ditetapkan menurut Al-Qur-an dan As-Sunnah yang shahih serta ijma’ Salafush Shalih.(Lihat Buhuuts fii ‘Aqiidah Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah (hal ) oleh Dr. Nashir bin ‘Abdul Karim al-‘Aql, cet. II/ Daarul ‘Ashimah/ th H, ‘Aqiidah Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah (hal ) karya Syaikh Muhammad bin Ibrahim al- Hamd dan Mujmal Ushuul Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah fil ‘Aqiidah oleh Dr. Nashir bin ‘Abdul Karim al-‘Aql.

    Aqidah Islam adalah: perkara yang wajib dibenarkan oleh hati dan jiwa menjadi tenteram karenanya, sehingga menjadi suatu kenyataan yang teguh dan kokoh, yang tidak tercampuri oleh keraguan dan kebimbangan.Dengan kata lain, keimanan yang pasti tidak terkandung suatu keraguan apapun pada orang yang menyakininya. Dan harus sesuai dengan kenyataannya; yang tidak menerima keraguan atau prasangka. Jika hal tersebut tidak sampai pada tingkat keyakinan yang kokoh, maka tidak dinamakan aqidah. Dinamakan aqidah, karena orang itu mengikat hatinya diatas hal tersebut.

    Kesimpulan defenisi Aqidah:
    Aqidah merupakan aksioma (kebenaran yang dapat diterima secara umum)Berdasarkan al-Qur’an, sunnah dan akalDiyakini di dalam hati sehingga menjadi kuat dan kokoh.Tidak menerima keraguan bagi yang meyakininyaBerdampak pada perbuatan

    Pengantar Pemahaman Aqidah
    Pembagian Ilmu: Nazhari dan dharuriManusia Terlahir secara FitrahKeyakinan Tidak boleh bercampur keraguanMendatangkan ketentraman JiwaMenolak hal yang berlawanan dengan keyakinanKeyakinan selaras dengan tingkat Pemahaman.

    Pengantar Pemahaman Aqidah
    1. Pembagian Ilmu: 

    Ilmu terbagi menjadi dua berdasarkan bentuknya yaitu; ilmu yang membutuhkan Dalil dan Pembuktian Nazhari dan ilmuTidak membutuhkan Dalil (dihasilkan oleh Indra)Dharuri

    2. Setiap Manusia Terlahir secara Fitrah (30:30) di kaitkan dengan (7:172).

    Kedua ayat tersebut selanjutnya sering dikaitkan tafsirnya dengan hadis yang dituturkan oleh Abu Hurairah bahwa Rasul saw. bersabda:«كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ»  Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah. Ibu- bapaknyalah yang menjadikan dia Yahudi, Nasrani, atau Majusi. (HR al-Bukhari, Muslim, at-Tirmidzi, Ahmad, Malik).

    At-Thabari dan Ibn al-Mundzir menjelaskan, dengan mengutip pendapat Mujahid, bahwa fitrah yang dimaksud adalah agama (dîn) Islam. Ini juga makna yang dipegang oleh Abu Hurairah dan Ibn Syihab. Maknanya bahwa seorang anak dilahirkan dalam keadaan selamat dari kekufuran. Itulah janji setiap jiwa kepada Allah tatkala masih dalam kandungan, sebagaimana diisyaratkan dalam surat al-A'raf ayat 172.Menurut Ibn Abd al-Bar dan Ibn ‘Athiyah, Fitrah yaitu karakter ciptaan dan kesiapan yang ada pada diri anak ketika dilahirkan, yang menyediakan atau menyiapkannya untuk mengidentifikasi ciptaan-ciptaan Allah dan menjadikannya dalil pengakuan terhadap Rabb-nya, mengetahui syariatnya, dan mengimani-Nya.

    Ibnu ‘Abbas menyatakan bahwa Allah Swt
    Ibnu ‘Abbas menyatakan bahwa Allah Swt. menciptakan hati anak Adam siap untuk menerima kebenaran seperti menciptakan mata siap untuk melihat dan telinga siap untuk mendengar. Hanya saja, faktor-faktor berupa bisikan setan jin maupun setan manusia serta hawa nafsu bisa meggelincirkannya dari kebenaran. Jadi, ibu- bapaknya dalam hadis di atas merupakan permisalan dari bisikan setan yang menjadikannya seorang kafir atau musyrik. 

    Ibn al-Atsir mengomentari hadis di atas: Fitrah adalah ciptaan atau kreasi. Fitrah di antaranya adalah kondisi seperti berdiri atau duduk. Hadis tersebut bermakna bahwa setiap insan dilahirkan di atas suatu jenis dari ciptaan dan tabiat yang siap- sedia untuk menerima agama. Hal senada diungkapkan oleh Zamakhsyari.(Al-Fâ’iq, 3/128).

    3. Keyakinan tidak boleh bercampur dengan keraguan.
    SyakZhanGhalabatut ZhanYakin50:50Kecendrungan menguatkan salah satu karena dalilSalah satu lebih kuat sedikit karena dalilKeyakinan Penuh 100%

    4. Mendatangkan Ketentraman Jiwa
    PemahamanPerbuatanKetenangan Jiwa

    Menolak lawan keyakinan
    5.Bila seseorang sudah meyakini suatu kebenaran, dia harus menolak segala yang bertentangan dengan kebenaran itu

    5. Tingkat Keyakinan selaras dengan tingkat pemahaman
    Aqli - Amal - Naqli - IMAN

    Pembagian Aqidah

    Wafaupun masalah qadha' dan qadar menjadi ajang persetisihan di kalangan umat Islam, tetapi Allah telah membukakan hati para hambaNya yang beriman, yaitu para Salaf Shalih yang mereka itu senantiasa rnenempuh jaian kebenaran dafam pemaharnan dan pendapat. Menurut mereka qadha' dan qadar adaiah termasuk rububiyah Allah atas makhlukNya. Maka masalah ini termasuk ke dalam salah satu di antara tiga maoam tauhid menurut pembagian ulama:
    Pertama: Tauhid AI-Ufuhiyyah, ialah mengesakan Allah dalam ibadah, yakni beribadah hanya kepada Allah dan karenaNya semata.
    Kedua: Tauhid Ar-Rububiyyah, ialah rneng esakan Allah dalam perbuatanNya, yakni mengimani dan meyakini bahwa hanya Allah yang Mencipta, menguasai dan mengatur alam semesta ini.
    Ketiga: Tauhid Al-Asma' was-Sifat, ialah mengesakan Allah dalam asma dan sifatNya. Artinya mengimani bahwa tidak ada makhluk yang serupa dengan Allah Subhanahu wa Ta'a(a. dafam dzat, asma maupun sifat.
    Iman kepada qadar adaiah termasuk tauhid ar-rububiyah. oleh karena itu Imam Ahmad berkata: "Qadar adafah kekuasaan Allah". Karena, tak syak lagi, qadar (takdir) termasuk qudrat dan kekuasaanNya yang menyeluruh. Di samping itu, qadar adalah rahasia Allah yang tersembunyi, tak ada seorangpun yang dapat mengetahui kecuali Dia, tertulis pada Lauh Mahfuzh dan tak ada seorarangpun yang dapat melihatnya. Kita tidak tahu takdir baik atau buruk yang telah ditentukan untuk kita maupun untuk makhluk lainnya, kecua!i setelah terjadi atau berdasarkan nash yang benar
    Tauhid itu ada tiga macam, seperti yang tersebut di atas dan tidak ada istitah Tauhid Mulkiyah ataupure Tauhid Hakimiyah karera istilah ini adalah istilah yang baru. Apabiia yang dimaksud dengan Hakimiyah itu adalah kekuasaan Allah Azza wa Jalla, maka hal ini sudah masuk ke dalam kandungan Tauhid Rububiyah. Apabila yang dikehendaki dengan hal ini adalah pelaksanaan hukum Allah di muka bumi, maka hal ini sudah masuk ke dalam Tauhid Uluhiyah, karena hukum itu milik Allah Subhanahu wa Ta'ata dan tidak boleh kita beribadah melainkan hanya kepada Allah semata. Lihatlah firman Allah pada surat Yusuf ayat 40. [Al-Ustadz Yazid Bin Abdu! Qadir Jawas]
    Perkembangan Aqidah
    Pada masa Rasulullah SAW, aqidah bukan merupakan disiplin ilmu tersendiri karena masalahnya sangat jelas dan tidak terjadi perbedaan­perbedaan faham, kaiaupun terjadi langsung diterangkan oleh beliau. Makanya kita dapatkan keterangan para sahabat yang artinya berbunyi : "Kita diberikan keimanan sebelum AI-Qur'an"
    Nah, pada masa pemerintahan khalifah Ali bin Abi Thaiib timbul pemahaman -pemahaman baru seperti kelompok Khawarij yang mengkafirkan Ati dan Muawiyah karena melakukan tahkim lewat utusan masing-masing yaitu Abu Musa Al-Asy'ari dan Amru bin Ash. Timbul pula kelompok Syiah yang menuhankan Ali bin Abi Thalib dan timbul pula kelompok dari Irak yang menoiak takdir dipelopori oleh Ma'bad A!-Juhani (Riwayat ini dibawakan ofeh Imam Muslim, lihat Syarh Shohih Muslim oleh Imam Nawawi, jilid 1 hal. 126) dan dibantah oleh Ibnu Umar karena terjadinya penyimpangan-penyimpangan. Para ulama menulis bantahan-bantahan dalam karya mereka.
    Terkadang aqidah juga digunakan dengan istilah Tauhid, ushuluddin (pokok-pokok agama), As-Sunnah (jalan yang dicontohkan Nabi Muhammad), A!-Fiqhul Akbar (fiqih terbesar), Ahlus Sunnah waf Jamaah (mereka yang menetapi sunnah Nabi dan berjamaah) atau terkadang menggunakan istilah ahlul hadits atau salaf yaitu mereka yang berpegang atas jaian Rasulullah SAW dari generasi abad pertama sampai generasi abad ketiga yang mendapat pujian dari Nabi SAW.
    Ringkasnya : Aqidah lslamiyah yang shahih bisa disebut Tauhid, fiqih akbar, dan ushuiuddin. Sedangkan manhaj (metode) dan contohnya adalah ahlul hadits, ahlul sunnah dan salaf.
    Bahaya Penyimpangan Aqidah
    Penyimpangan pada aqidah yang dialami oleh seseorang berakibat fatal dafam seluruh kehidupannya, bukan saja di dunia tetapi berlanjut sebagai kesengsaraan yang tidak berkesudahan di akherat kefak. Dia akan berjafan tanpa arah yang jelas dan penuh dengan keraguan dan menjadi pribadi yang sakit personatiti. Biasanya penyimpangan itu disebabkan oleh sejumlah faktor diantaranya :
    1. Tidak menguasainya pemahaman aqidah yang benar karena kurangnya pengertian dan perhatian. Akibatnya berpaling dan tidak jarang menyalahi bahkan menentang aqidah yang benar.
    2. Fanatik kepada peninggalan adat dan keturunan. lCarena itu dia menolak aqidah yang benar. Seperti firman Allah SWT tentang ummat terdahulu yang keberatan menerima aqidah yang dibawa oleh para Nabi dalar~ Surat AI-Baqarah 170 yang artinya : "Dan apabila dikatakan kepada mereka, "lkutlah apa yang telah diturunkan Allah," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang tetah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami. " (Apabila mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk”
    3. Taklid buta kepada perkataan tokoh-tokoh yang dihormati tanpa melalui seleksi yang tepat sesuai dengan argumen A!-Qur'an dan Sunnah. Sehingga apabila tokoh panutannya sesat, maka ia ikut tersesat.
    4. Berlebihan (ekstrim) dalam mencintai dan mengangkat para wali dan orang shofeh yang sudah meningga! dunia, sehingga menempatkan mereka setara dengan Tuhan, atau dapat berbuat seperti perbuatan Tuhan. Ha! itu karena menganggap mereka sebagai penengahlarbiter antara dia dengan Allah. Kuburan-kuburan mereka dijadikan tempat meminta, bernadzar dan berbagai ibadah yang seharusnya hanya ditujukan kepada Allah. Demikian itu pernah dilakukan oleh kaumnya Nabi Nuh AS ketika mereka mengagungkan kuburan para sholihin. Lihat Surah Nuh 23 yang artinya : "Dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan penyembahan) toUadd, dan jangan pula Suwa ; Yaghuts, Ya'uq dan IVasr. "
    5. Lengah dan acuh tak acuh dalam mengkaji ajara Islam disebabkan silau terhadap peradaban Barat yang materialistik itu. Tak jarang mengagungkan para pemikir dan ilmuwan Barat serta hasil teknologi yang telah dicapainya sekaligus menerima tingkah laku dan kebudayaan mereka.
    6. Pendidikan di dalam rumah tangga, banyak yang tidak berdasar ajaran Islam, sehingga anak tumbuh tidak mengenal aqidah Islam. Pada ha! Nabi !!!luhammad SAW telah memperingatkan yang artinya : "Setiap anak terlahirkan berdasarkan hthrahnya, maka kedua orang tuanya yang meyahudikannya, menashranikannya, atau memajusikannya" (HR: Bukhari).
    7. Apabita anak tertepas dari bimbingan orang tua, maka anak akan dipengaruhi oleh acara l program televisi yang menyimpang, lingkungannya, dan lain sebagainya.
    8. Peranan pendidikan resmi tidak memberikan porsi yang cukup dalam pembinaan keagamaan seseorang. Bayangkan, apa yang bisa diperoleh dari 2 jam seminggu dalam pelajaran agama, itupun dengan informasi yang kering. Ditambah lagi mass media baik cetak maupun elektronik banyak tidak mendidik kearah aqidah bahkan mendistorsinya secara besar-besaran.
    Tidak ada jalan lain untuk menghindar bahkan menyingkirkan pengaruh negatif dari ha!-ha! yang disebut diatas adalah mendalami, memahami dan mengaplikasikan Aqidah Islamiyah yang shahih agar hidup kita yang sekali dapat berjalan sesuai kehendak Sang Khalik demi kebahagiaan clunia dan akherat kita, Allah SWT berfirman dalam Surah An-Nisa' 69 yang artinya : "Dan barangsiapa yang menta'ati Allah dan Rasu!-Nya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni'mat Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiqin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang shaleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. "
    Dan juga dalam Surah An-Nahl 97 yang artinya : "Barangsiapa yang mengerjakan amal shaleh baik laki-Jaki maupun perempuan, dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan karrri beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan

    Demikian materi pada pertemuan ini semoga dapat diambil hikmah dan pelajaranya. Sesi berikutnya adalah forum tanggapan silahkan kerjakan sesuai petunjuk yang ada di dalamnya

  • Pert. 5 : Iman dan Pengaruhnya dalam Kehidupan

    Assalamu'alaikum wr.wb.

    Teman-teman mahasiswa yang berbahagia,

    Pada pertemuan ini kita akan membahas tentang Iman dan pengaruhnya dalam kehidupan manusia. Mahasiswa diharapkan mampu memahami materi dan mampu mengimplementasikanya dalam kehidupan sehari-hari.

    Mari kita mulai dengan membaca bacaan bismillahirrahmaanirrahiim dari tempat masing-masing. selanjutnya silahkan pelajari materi berikut ini;

    Hakekat Iman

    Menurut definisinya, kata iman berarti membenarkan, mempercayai.Artinya, membenarkan dengan hati, diucapkan dengan lisan dan dibuktikandengan perbuatan. Dasarnya adalah hadits riwayat Ibnu Majah dari Ali R.A,bahwa iman itu ma‟rifat  di hati, pengakuan dengan lisan, dan pekerjaan dengananggota tubuh.Ibnu Taimiyah ketika ditanya tentang iman, beliau menjawab: Ucapanyang disertai dengan perbuatan, diiringi dengan ketulusan niat, dan dilandasidengan Sunnah. Sebab, iman itu apabila hanya ucapan tanpa disertai perbuatanadalah kufur, apabila hanya ucapan dan perbuatan tanpa diiringi ketulusan niatadalah nifaq, sedang apabila hanya ucapan, perbuatan dan ketulusan niat, tanpadilandasi dengan sunnah adalah bid‟ah  (Al-Islam, 1999a).

    Dari pengertian iman secara syari’at dan hakikat ini, imam Ghazali membagi iman manusia kepada tiga tingkatan:
    Iman tingkat pertama adalah imannya orang-orang awam yaitu imannyakebanyakan orang yang tidak berilmu. Mereka beriman karena taklid semata.Sebagai perumpamaan iman tingkat pertama ini, kalau kamu diberi tahu olehorang yang sudah kamu uji kebenarannya dan kamu mengenal dia belum pernahberdusta serta kamu tidak merasa ragu atas ucapannya, maka hatimu akan puasdan tenang dengan berita orang tadi dengan semata-mata hanya mendengar saja.
    Iman yang semacam ini tidak jauh berbeda dengan imannya orang-orangYahudi dan Nasrani yang juga merasa tenang dengan hal-hal yang mereka dengardari ibu, bapak dan guru-guru mereka. Bedanya adalah mereka memperoleh ajaran yang salah dari orang tua dan guru-guru mereka, sedangkan orang-orangIslam mempercayai kebenaran itu bukan karena melihat kebenaran karenapenyaksiannya terhadap Allah, tetapi karena mereka telah diberikan ajaran yanghaq, yang benar.
    Iman tingkat kedua yaitu imannya orang-orang ahli IlmuKalam yaitu dimana mereka beriman cukup berdasarkan dalil aqli dan naqli, dan mereka merasa puas dengan itu. Iman tingkat kedua ini tidak jauh berbedaderajatnya dengan iman tingkat pertama. Sebagai contoh, apabila ada orang yangmengatakan kepadamu bahwa Zaid itu di rumah, kemudian kamu mendengarsuaranya, maka bertambahlah keyakinanmu, karena suara itu menunjukkanadanya Zaid di rumah tersebut. Lalu hatinya menetapkan bahwa suara orangtersebut adalah suara si Zaid.
    Iman pada tingkat ini adalah iman yang bercampur baur dengan dalil dankesalahan pun juga mungkin terjadi karena mungkin saja ada yang berusahamenirukan suara tadi, tetapi yang mendengarkan tadi merasa yakin dengan apayang telah di dengarnya, karena ia tidak berprasangka buruk sama sekali dan iatidak menduga ada maksud penipuan dan peniruan. Jadi imannya orang-orang ahliilmu kalam masih terdapat kesalahan dan kekeliruan padanya.
    Adapun Iman tingkat ketiga yaitu imannya orang-orang ahli makrifat yangtelah mempelajari tarekat. Mereka beriman kepada Allah dengan pembuktianmelalui penyaksian kepada Allah. Sebagai perumpamaan: Apabila kamu masukke dalam rumah, maka kamu akan melihat dan menyaksikan Zaid itu denganpandangan mata kamu. Inilah makrifat yang sebenarnya dan inilah yang dikatakaniman yang sebenarnya. Karena mereka beriman dengan pembuktian melaluipenyaksian mata hatinya, maka mustahil mereka terperosok ke jurang kesalahan

    Hubungan Iman, Ilmu, dan Amal

    Ketika membahasa masalah hubungan antara suatu hal dengan hal yanglainnya, maka tentunya pertama kita harus memahami hal tersebut satu persatu,agar bisa menemukan kesamaan yang bisa menghubungkan hal-hal tersebut.Begitu pula dalam mencari hubungan antara Iman, Ilmu, dan Amal.
    1. Iman
    Seperti yang telah penulis bahas diatas, Iman artinya percaya atauyakin. Sedangkan menurut istilah Iman adalah membenarkan dan meyakinidengan hati, mengucapkan dengan lisan, dan dilakukan dengan amal.Sehingga, iman kepada Allah adalah membenarkan dengan hati kalau AllahSWT itu ada dengan segala sifat keagungan dan kesempurnaan yang melekat kepada-Nya, mengakuinya dengan ikrar secara lisan, dan memwujudkannya dengan bukti secara amal atau tindakan.
    Jadi, seseorang dapat dikatakan sebagai mukmin (orang yang beriman)sempurna apabila memenuhi ketiga unsur keimanan diatas. Apabila seseorangmengaku dalam hatinya tentang keberadaan Allah, tetapi tidak diikrarkandengan lisan dan dibuktikan dengan amal perbuatan, maka orang tersebut tidakdapat dikatakan sebagai mukmin yang sempurna. Sebab, ketiga unsur tersebutmerupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisahkan
    2. Ilmu
    Kata ilmu berasal dari kata kerja dalam Bahasa Arab yaitu alima yangartinya memperoleh hakikat imu, mengetahui, dan yakin. Ilmu, yang dalambentuk jamak adalah
    „ulum, artinya ialah memahami sesuatu denganhakikatnya, dan itu berarti keyakinan dan pengetahuan. Dengan keyakinaninilah manusia melakukan perbuatan amalnya. Jika manusia memiliki ilmuyang kaya, namun miskin dalam mengamalkannya manak, ilmunya itu sia-sia.Berbeda dengan pengetahuan, ilmu merupakan pengetahuan khusustentang apa penyebab sesuatu dan mengapa. Ada persyaratan ilmiah sesuatudapat disebut sebagai ilmu. Sifat ilmiah sebagai persyaratan ilmu, banyakdipengaruhi oleh paradigma ilmu-ilmu alam yang telah ada lebih dahulu.
    3. Amal
    Secara bahasa Amal berasal dari Bahasa Arab yang berarti perbuatanatau tindakan, sedangkan saleh berarti yang baik atau yang patut. Menurutistilah, amal saleh adalah perbuatan baik yang memberikan manfaat kepadapelakunya di dunia dan balasan pahala di akhirat. Pengertian amal dalam Islamadalah setiap amal saleh, atau setiap tindakan kebajikan yang diridhahi AllahSWT. dengan demikian, amal dalam Islam tidak hanya terbatas pada ibadahseperti shalat dan puasa semata.
    Mulai dari berdagang, belajar, bahkanberpolitik merupakan tindakan amal selama semua itu dijalakan selaras denganridha Allah SWT.Islam memandang bahwa amal adalah manifestasi keimanan seseorangkepada Allah SWT. Islam bukan sekedar keyakinan, melainkan amalan salehmenegaskan prinsip-prinsip keimanan dalam serangkaian aturan-aturan Allah SWT. Sedangkan amal saleh yang dilakukan tampa keimanan kepada AllahSWT akan tidak bernilai disisi-Nya.Dari penjelasan diatas mengenai Iman, Ilmu, dan Amal, dapat ditarikbenang merah yang bisa menghubungkan mereka. Sehingga bisa membuktikankalau Iman, Ilmu, dan Amal merupakan tiga kesatuan yang utuh yang tida bisadipisahkan satu sama yang lainnya.
    Beriman yang berarti meyakini kebenaran Allah SWT dan Rasulullah SAW, harus dijalani dengan penuh ketaatan untuk melaksanakan ajaran Islam.Untuk menjalankan ajaran Islam, terlebih dahulu kita perlu memahami ajaranIslam tersebut dengan benar, sehingga tidak menyimpang dari apa yangdikehendaki Allah dan Rasul-Nya.Sehingga kemudian muncul keterkaitan antaraIman dan Ilmu yang dimana dengan adanya Ilmu, Iman kita akan lebih mantap,dan dengan adanya Iman, Ilmu kita bisa lebih terkontrol dan tidak membuat kitamenjadi orang yang sombong akan Ilmu kita.Sama hal Iman dan Ilmu, Iman dan Amal juga memiliki keterkaitan yangerat, dimana Amal merupakan wujud dari keimanan seseorang yang dilakukandengan penuh hati.
    Sehingga orang yang beriman harus menjalankan amalankeislaman, seperti shalat, puasa, haji, zakat, dan lain-lain.Namun, untuk mejalankan amalan islam, tentunya kita perlu ilmu tentangajaran islam tersebut. Sehingga, amalan yang kita lakukan akan berjalan sesuaidengan hukum yang telah ditetapkan Allah SWT, dan akan menekan yang namanya Bid’ah dalam ibadah. Selain itu juga, amalan yang dilandasi dengan ilmu akan
    lebih bernilai, begitu pula sebaliknya ketika ilmu itu diamalkan akan lebih bernilai kepada kita dan orang lain disekitar kita.

    Karakteristik dan Sifat Orang Beriman

    Orang yang beriman kepada Allah swt memiliki ciri ciri tersendiri. Samahalnya dengan rusa yang diburu tanduknya, gajah yang diincar gadingnya sertabadak yang diambil culanya. Tanpa tanda tersebut, maka hilanglah keindahanyang dimiliki oleh binatang tersebut.Begitu pula dengan manusia yang beriman. Dalam Al-Qur an Surah Al-Anfal ayat 2, dijelaskan tanda-tanda orang yang beriman yang Artinya: Sesungguhnya orang -orang yang beriman ialah mereka yang biladisebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepadaTuhanlah mereka bertawakkal. (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalatdan yang menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka.”
    Dalam ayat di atas dikatakan bahwa ciri orang yang beriman ialah,pertama bergetar hatinya, apabila disebut nama Allah. Bagaimana hati manusiabisa bergetar saat disebut nama Allah? Dalam hidup Allah hanya memberikansatu hati kepada manusia. Di hati itu terkumpul sejuta rasa. Apa yang mengambiltempat terbesar di hati, maka itulah yang membuat hati kita bergetar kepada haltersebut.
    Jadi apabila hati sebagian besar diisi dengan harta, atau diisi dengankekuasaan dan jabatan, maka itulah yang akan membuat hati bergetar, sementara orang yang beriman sebagian besar hatinya diisi oleh Allah, sehingga pabiladisebut nama Allah, maka bergetarlah hatinya.Realita yang terjadi adalah, manusia terkadang mengetahui kesalahan yangdiperbuatnya dan cenderung merasa takut perbuatannya diketahui oleh sesamamanusia sendiri ketimbang diketahui oleh Allah swt.
    Pejabat yang melakukan korupsi lebih takut akan hukuman yang akan iatimpa ketika di dunia dibandingkan hukuman yang akan ia timpa di akhiran kelak.Hal ini dikarenakan hati manusia tidak terpengaruh atau tidak tergugah jika namaAllah disebutkan kepadanya. Mereka berpikiran jika Allah tahu mereja melakukankorupsi Allah tidak ribut, sedangkan jika manusia yang mengetahuinya, makagegernya minta ampun.
    Beginilah jadinya jika sebagian besar hati hanya diisidengan harta dan kekusaan
    Yang kedua ciri orang yang beriman ialah, apabila dibacakan kepadanyaayat-ayat Allah, maka bertambah keimanannya. Ayat seperti apa yang dimaksud?Ada dua ayat yang dimaksud, yaitu ayat yang diucapkan oleh Allah dan ayat yang diciptakan Allah melalui alam. Jika ayat ini dibacakan kepadanya, makabertambahlah keimanannya.
    Laut yang membentang luas dengan ombak yang bergulung-gulung begituindah dipandang mata, jikalau laut itu begitu indah, begitu luas, maka bagaimana dengan yang menciptakan laut? Kita tidak mengagumi laut melainkan mengagumiyang menciptakan laut.
    Manusia sering khatam Al-Qur an membaca ayat-ayat yang diucapkanAllah, namun pernakah kita membaca ayat-ayat yang terdapat pada alam ciptaanAllah?Bumi ini ayat Allah begitu pula dengan bulan dan matahari, itu semuaialah tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang yang beriman.
    Yang ketiga, ciri-ciri orang beriman ialah dia berserah diri hanya kepada Allah, berserah diri artinya ialah menyerahkan hasil usahanya kepada Allah,bukan menyerahkan diri, pasrah terhadap apa saja hasil usahanya kepada Allah.Tawakkal ialah berserah diri setelah semua yang kita lakukan sudah maksimal.Kita sudah berusaha sebaik mungkin, mengenai hasil berdoalah kepada Allah
    .Yang keempat, ciri-ciri orang yang beriman ialah ia mendirikan shalat.Mendirikan shalat maksudnya melakukan shalat dengan syarat dan rukunnyakemudian mengimplementasikannya ke dalam kehidupan sehari-hari.Implementasi dari shalat yang dimaksudkan ialah dengan sikap danperbuatan. Manusia akan dipertanyakan shalatnya jika dalam hidup hanya bisamencuri harta orang lain. Seusai shalat sifat tamaknya jalan lagi. Bukan shalatseperti ini yang dimaksud. Shalat tidak semata-mata menyembah Allah tanpa adamaksud lain dari hal tersebut. Dirikanlah shalat sehingga shalat itu dapatmembekas dalam kehidupan sehari-hari.
    Yang kelima, orang yang beriman ialah orang yang menginfakkan sebagian hartanya di jalan Allah. Harta dan segalanya yang kita milikisesungghunya bukan milik kita sebenarnya. Namun, bagi manusia yang beriman harta bisa menjadi milik manusia seutuhnya yaitu dengan menginfakkan hartanyadi jalan Allah.Harta yang ada di bank, uang yang ada di dompet hanya bersifatsementara, besok-besok pindah lagi ke tangan orang lain, namun harta yang kitabelanjakan ke jalan Allah, maka itulah harta kita yang sebenarnya. Mari kitarenungkan bersama, berapa banyakkah kekayaan kita yang sesungguhnya?.
    Dari materi-matei diatas berilah kesimpulan bagaimana karakteristik pribadi muslim dan atau ciri-ciri kepribadian muslim yang memiliki iman yang benar sesuai dengan tuntunan syariat islam. Pendapat saudara silahkan disampaikan melalui menu tanggapan di forum diskusi.

    demikianlah materi hari ini semoga dapat diambil hikmah dan pelajaranya dan juga semoga Allah swt selalu memberikan keberkahan dalam hidup kita. amin
  • PERT.6 TAUHID DAN URGENSINYA BAGI KEHIDUPAN MANUSIA

    Assalamu'alaikum wr.wb.
    Teman-teman mahasiswa yang berbahagia pada kesempatan ini kita akan mendiskusikannmateri Tauhid dan urgensinya bagi kehidupan manusia. mengingat tauhid adalah tujuan dari iman dan merupakan bukti aqiudah yang benar bagi setiap muslim, maka kami berharap materi ini dapat dipahami dengan baik. 

    Sebelum kita mulai jangan lupa berdoa terlebih dahulu dan memulai dengan membaca bismillahirrahmaanirrahiim dari tempat masing-masing.

    Pengertian Tauhid

    Secara bahasa, tauhid berasal dari kata dasar yang maknanya sesuatu itu satu (esa). Sedangkan secara syar’i tauhid bermakna mengesakan Allah dalam ibadah, bersamaan dengan keyakinan keesaanNya dalam dzat, sifat dan perbuatan-perbuatanNya.
    Pembagian Tauhid
    Tauhid menurut ulama dibagi menjadi tiga yaitu tauhid rububiyah, tauhid uluhiyah dan tauhid asma wa sifat¹.
    1.Tauhid Rububiyah
    Artinya kita meyakini keesaan Allah dalam hal penciptaan, pemilik, pengatur, pemberi rizeki dan pemelihara alam semesta beserta isinya. Keyakinan seperti iini juga diyakini oleh kaum  musyrikin Makkah sebagai firman Allah:
    قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أَمَّنْ يَمْلِكُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَمَنْ يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَمَنْ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ
    Artinya : “Katakanlah: siapa yang member rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan pengelihatan dan mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan ? Maka mereka (musyrikin Makkah) menjawab : “Allah”. Maka katakanlah (hai Muhammad) “mengapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya”. (QS. Yunus:31).
    Ayat diatas senada dengan ayat dalam surat Al-Mu’minun: 84-89, Az-Zumar:38,  Az-Zukhruf: 87 terkait orang-orang musyrik Makkah yang meyakini tauhid rububiyah, namun mereka tetap diklasifikasikan sebagai kaum musyrikin oleh Allah dan Rasul-Nya.
    Hal itu karena hati manusia telah difitrahkan untuk mengakui rububiyyah Allah SWT, sehingga orang yang meyakininya belum menjadi ahli tauhid sebelum dia beriman kepada tauhid yang kedua. Hal ini menegaskan bahwa seseorang tidak dikatakan beriman dengan hanya meyakini tauhid rububiyah.
    2. Tauhid Uluhiyah
    Artinya kita meyakini bahwa Allah-lah satu-satunya Dzat yang berhak disembah (diibadahi). Ibadah di sini adalah istilah yang meliputi segala apa yang Allah cintai dan ridhai baik berupa ucapan serta amalan-amalan yang lahir maupun yang batin.
    Tauhid uluhiyyah merupakan implementasi dari kalimat tauhid “laa ilaaha illa-Allah”. Makna kalimat ini adalah tidak ada sesembahan yang hak untuk disembah melainkan Allah. Kalimat tauhid ini mengandung dua unsur yaitu unsur penolakan segala bentuk sesembahan selain Allah serta menetapkan segala bentuk ibadah ditunjukan hanya kepada Allah semata. Tauhid inilah yang merupakan inti dari pengutusan para rasul seperti yang termasuk dalam firman Allah:
    Artinya : “Dan tidaklah kami mengutus seorang rasul pun sebelum kamu melainkan kami wahyukan kepadanya bahwasanya tidak ada sesembahan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah Aku olehmu sekalian”. (QS. Al-Anbiya’: 25).
    Dalam hal memahami makna “laa ilaaha illa-Allah” ada sebagian orang memaknainya dengan ( tidak ada hakim tertinggi melainkan Allah). Ini adalah makna yang sempit dan kurang tepat sebab dakwah Rasullullah ketika pertama kali diutus bukan masalah hakimiyah, namun masalah tauhid ibadah dan menjauhi kesyirikan sebagaimana firman Allah:
    Artinya : “Sungguh kami telah mengutus seorang rasul pada setiap umat agar mereka (memerintahkan) umatnya menyembah Allah dan menjauhi Thaghut”². (QS. An-Nahl:36).
    Tauhid uluhiyyah adalah misi dakwah semua Rasul. Pengingkaran terhadap tauhid inilah yang menjerumuskan umat-umat terdahulu ke dalam jurang kehancuran. Tauhid ini adalah pembuka dan penutup agama. Ia adalah pembeda antara orang-orang mukmin dan orang-orang kafir, antara penduduk surga dan penghuni neraka.
    Tauhid rububiyyah termasuk konsekuensi dari tauhid uluhiyyah, karena orang-orang musyrik tidak menyembah tuhan yang satu. Akan tetapi, mereka menyembah bermacam-macam tuhan dengan anggapan bahwa tuhan-tuhan tersebut lebih mendekatkan mereka kepada Allah. Padahal mereka mengakui bahwa tuhan-tuhan itu tidak mendatangkan mudharat dan manfaat. Karena itu, Allah tidak menganggap mereka sebagai orang-orang mukmin, kendati mereka mengakui tauhid uluhiyyah. Mereka tetap kafir, sebab mereka masih menyekutukan Allah dan selain-Nya dalam beribadah.
    3. Makna Tauhid Asma wa Sifat
    (meng-esakan Allah dalam hal nama-nama dan sifat-sifat-Nya) ialah meyakini secara mantab bahwa Allah menyandang seluruh sifat kesempurnaan dan suci dari segala sifat kekurangan, dan bahwa Dia berbeda dengan seluruh  makhluk-Nya.
    Caranya adalah dengan menetapkan (mengakui) nama-nama dan sifat-sifat Allah yang Dia sandangkan untuk Dirinya atau disandangkan oleh Rasulullah dengan tidak melakukan tahrif (pengubahan) lafazh atau maknanya, tidak ta’thil (pengabaian) yakni menyangkal seluruh atau sebagaian nama dari sifat itu, tidak takyif (pengadaptasian) dengan menentukan esensi dan kondisinya, dan tidak tasybih (penyerupaan) dengan sifat-sifat makhluk.
    Dari definisi diatas jelaslah bahwa tauhid asma wa sifat berdiri di atas tiga asas. Barang siapa menyimpang darinya, maka ia tidak termasuk orang yang meng-esakan Allah dalam hal nama sifat-Nya. Ketiga asas itu adalah:³
    a. meyakini bahwa Allah SWT maha suci dari kemiripan dengan makhluk dan           
        darisegala kekurangan.
    b. Mengimani seluruh nama dan sifat Allah SWT yang disebutkan dalam al-Qur’an dan as-Sunnah tanpa mengurangi atau menambah-nambahi dan tanpa mengubah atau mengabaikannya.
    c.  Menutup keinginan untuk mengetahui kaifiyyah (kondisi) sifat-sifat itu.
    Adapun asas yang pertama, yakni meyakini bahwa Allah Maha Suci dari kemiripan dengan mahluk dalam sifat-sifat-Nya, ini didasarkan pada firman Allah SWT:
    Artinya : “Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan-Nya”. (QS. Al-Ikhlash: 4)
    Al-Qurthubi, saat menafsirkan firman Allah, “Tidak ada yang sama dengan-Nya sesuatu apa pun,”mengatakan, “Yang harus diyakini dalam bab ini adalah bahwa Allah SWT, dalam hal keagungan, kebesaran, kekuasaan, dan keindahan nama serta ketinggian sifat-Nya, tidak satupun dari makhluk-Nya yang menyerupai-Nya dan tidak pula dapat diserupai dengan makhluk-Nya. Dan sifat yang oleh syariat disandangkan kepada Pencipta dengan kepada makhluk, pada hakikatnya esensinya berbeda meskipun lafazhnya sama. Sebab, sifat Allah Yang tidak Berpemulaan (qadim) pasti berbeda dengan sifat makhluk-Nya.
    Termasuk dalam asas pertama ini ialah menyucikan Allah SWT dari segala yang bertentangan dengan sifat yang disandangkan oleh Rasullulah Saw. Jadi mengesakan AllahcSWT dalam hal sifat-sifat-Nya menuntut seseorang Muslim untuk meyakini bahwa Allah SWT tidak mempunyai istri, teman, tandingan, pembantu, dan syafi’ (pemberi syafa’at), kecuali atas izin-Nya. Dan juga menuntut seorang Muslim untuk menyucikan Allah dari sifat tidur, lelah, lemah, mati, bodoh, zalim, lalai, lupa, kantuk, dan sifat-sifat kekurangan lainya.
    Sedangkan asas kedua, mewajibkan untuk membatasi diri pada nama-nama dan sifat-sifat yang telah ditetapkan dal al-Qur’an dan As-Sunnah. Nama-nama dan sifat-sifat itu harus ditetapkan berdasarkan wahyu, bukan logika. Jadi, tidak boleh menyandangkan sifat atau nama kepada Allah SWT kecuali sejauh ditetapkan oleh Rasulullah Saw. Sebab Allah SWT maha tau tentang Dirinya sifat-sifat-Nya, dan nama-nama-Nya. Ia berfirman :
    Artinya : “Katakanlah, kalian yang lebih tahu atau Allah ?”. (QS. Al-Baqarah : 140)
          
    Nah, bila Allah SWT yang lebih mengetaahui tentang Dirinya dan para Rasul-Nya adalah orang-orang jujur dan selalu membenarkan segala informasi dari-Nya, pasti mereka tidak akan menyampaikan selain dari apa yang diwahyukan oleh-Nya kepada mereka. Karenanya, dalam urusan mengukuhkan atau menafikan nama-nama dan sifat-sifat Allah SWT wajib merujuk kepada informasi dari Allah dan Rasul-Nya.
          
    Sementara asas ketiga, menuntut manusia yang mukallaf untuk mengimani sifat-sifat dan nama-nama yang ditegaskan oleh al-Qur’an dan As-Sunnah tanpa bertanya tentang kaifiyyah (kondisi)-Nya, dan tidak pula tentang esensinya. Sebab, mengetahui kaifiyyah sifat hanya akan dicapai mankala mengetahui kaifiyyah Dzat. Padahal Dzat Allah SWT tidak berhak dipertanyakan esensi dan kaifiyyah-Nya.
           
    Karena itu, ketika para ulama salaf ditanya tentang kaifiyyah istiwa’ (cara Allah SWT bersemayam), mereka menjawab’ “Istiwa’ itu sudah dipahami, sedang cara-caranya tidak diketahui; mengimani istiwa’ adalah wajib dan bertanya tentangnya adalah bid’ah.”
            
    Jika ada seseorang bertanya kepada kita, ”Bagaimana cara Allah SWT turun ke langit dunia ?” Maka kita tanyakan kepadanya,”Bagaimana dia ?” jika ia mengatakan, “Saya tidak tau kaifiyyah Dia”. Maka kita jawab  “ Makanya kita tidak tau kaifiyyah turunya Allah. Sebab untuk mengetahui kaifiyyah sifat harus mengetahui terlebih dahulu kaifiyyah dzat yang disifsti itu. Karena, sifat itu adalah cabang dan mengikuti yang disifati. Maka, bagaimana Anda menuntut istiwa’, padahal Anda tidak tahu bagaimana kaifiyyah Dzat-Nya. Jika Anda mengakui bahwa Allah SWT adalah wujud yang hakiki yang pasti memiliki segala sifat kesempurnaan dan tidak ada yang menandinginya, maka mendengar, melihat, berbicara dan turunya Allah tidak dapat digambarkan dan tidak bisa disamakan dengan mahluk-Nya.
    Dari penjelasan di atas, kita dapat mengetahui bahwa tauhid asmawa sifat ini dapat rusak dengan beberapa hal berikut :
    1. Tasybih, yakni menyerupakn sifat-sifat Allah dengan sifat-sifat makhluk. Seperti yang dilakukan orang-orang Nasrani yang menyerupakan Al-Masih bin Maryam dengan Allah SWT, orang Yahuda menyerupakan ‘Uzair dengan Allah, orang-orang musyrik menyerupakan patung-patung mereka dengan Allah, dan beberapa kelompok yang menyerupakan wajah Allah dengan wajah makhluk , tangan Allah dengan tangan makhluk, pendengaran Allah dengan pendengaran makhluk, dan lain sebagainya.
    2.  Tahrif, yaitu mengubah atau mengganti. Artinya mengubah lafazh-lafazh nama Allah SWT dengan menambah atau mengurangi atau mengubah artinya, yang oleh para ahli bid’ah diklaim sebagai takwil, yaitu memahami satu lafazh dengan makna yang rusak dan tidak sejalan dengan makna yang digunakan dalam bahasa Arab. Seperti pengubahan kata dalam firman Allah SWT “Wakallamallahu musa taklima” menjadi “Wakallamallaha”. Dengan demikian, mereka bermaksud menafikan sifat kalam (berbicara) dari Allah SWT.
    3. Ta’thil (pengabaian, membuat tidak berfungsi). Yakni menampik sifat Allah dan menyagkal keberadaannya pada Dzat Allah SWT, semisal menampik kesempurnaan-Nya dengan cara membantah nama-nama dan sifat-sifat-Nya; tidak melakukan ibadah kepada-Nya, atau menampik sesuatu sebagai ciptaan Allah SWT, seperti orang yang menyatakan bahwa makhluk-makhluk ini qadim (tidak berpermulaan dan menyangkal bahwa Allah telah menciptakan dan membuatnya).
    4. Takyif (menentukan kondisi dan menetapkan esensinya). Metode dalam memahami nama dan sifat Allah SWT yang disebutkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah tanpa melakukan tasybih, tahrif, ta’thil dan takyif ini merupakan mazhab salaf. Asy-Syaikani mengatakan,  “Sesungguhnya, mazhab salaf, yakni kalangan sahabat, tabi’in, dan tabi’ut-tabi’in, adalah memberlakukan dalil-dalil tentang sifat-sifat Allah SWT sesuai dengan zhahirnya tanpa melakukan tahrif, ta’wil yang dipaksakan, dan tidak pula ta’thil yang mengakibatkan terjadinya banyak ta’wil. Dan jika mereka ditanya tentang sifat-sifat Allah SWT, mereka membacakan dalil lalu menahan diri dari mengatakan pendapat itu dan ini seraya mengatakan bahwa mereka tidak mengetahui lebih dari itu.
    Ulama salaf tidak akan memaksakan diri untuk berbicara apa yang tidak mereka ketahui dan apa yang tidak yang tidak Allah SWT izinkan untuk meraka lampaui. Jika ada seorang penanya menginginkan penjelasan melebihi dari zahir, maka mereka segera mencegahnya dari apa yang tidak mungkin merfeka capai selain terjerumus dalam bid’ah dan melarangnya dari hal yang tidak tidak diajarkan Rasulullah SAW, tidak pula oleh sahabat dan tabi’in. 

    Makna Kalimat Laa Ilaaha IlIa-Allah 

    Kalimat Laa Ilaaha IlIa-Allah mengandung dua makna, yaitu makna penolakan segala bentuk sesembahan selain Allah SWT, dan makna menetapkan bahwa satu-satunya sesembahan yang benar hanyalah Dia semata. Berkaitan dengan kalimatini Allah SWT berfirman :
    فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا اللَّهُ
    Artinya :"Maka ketahuilah (ilmuilah) bahwasannya tidak ada sesembahan yang benar selain Allah". (Qs. Muhammad : 19)
    Berdasarkan ayat di atas, bahwa memahami makna syahadat adalah wajib hukumnya dan mesti didahulukan dari pada rukun-rukun Islam yang lain. Rasulullah SAW juga menegaskan :"Barang siapa yang mengucapkan laa ilaaha illa-Allah dengan ikhlas maka akan masuk ke datang surga."(HR. Ahmacl). Yang dimaksud dengan ikhlas di sini adalah memahami, mengamalkan dan mendakwahkan kalimat tersebut sebelum yang lainnya.
    Rasulullah sendiri mengajak paman beliau Abu Thalib menjelang detik-detik kematiannya dengan ajakan :"Wahai pamanku, ucapkanlah laa ilaaha illa-Allah, sebuah kalimat yang aku akan jadikan ia sebagai nutfah di hadapan Allah". Akan tetapi, Abu Thalib enggan untuk  mengucapkan dan meninggal datam keadaan musyrik.
    Selama 13 tahun di Makkah. Nabi Muhammad SAW mengaiak orang-orang dengan perkataan beliau :"Katakan laa ilaaha illa-Allah”.Kemudian orang-orang kafir menjawab :"Beribadah kepada sesembahan yang satu. Tidak pernah kami dengar dari orang tua kami". Orang Quraisy di zaman Rasulullah sangat paham makna kalimat tersebut, dan barang siapa yang mengucapkannya tidak akan menyeru/berdoa kepada selain Allah.
    1. Syarat-syarat Laa Ilaaha IlIa-Allah 
    Bersaksi dengan laa ilaaha illa-Allah harus dengan tujuh syarat.Tanpa syarat-syarat itu kesaksian tersebut tidak akan bermanfaat bagi yang mengikrarkannya. Secara singkat tujuh syarat itu ialah :
    1. ‘ilmu (mengetahui), yang menafikan jahl (Kebodohan)
    2. Yaqin (yakin), yang menafikan syak (keraguan)
    3. Qabul (menerima), yang menafikan radd (penolakan)
    4. Inqiyad (patuh), yang menafikan tark (meninggalkan)
    5. Ikhlash, yang menafikan syirik
    6. Shidq (jujur), yang menafikan kidzb (dusta)
    7. Mahabbah (kecintaan), yang menafikan baghdha’ (kebencian).
    Adapun rinciannya adalah sebagai berikut :
    Syarat pertama :'llmu (Mengetahui)
    Artinya memahami makna dan maksudnya. Mengetahui apa yang ditiadakan dan apa yang ditetapkan serta menafikan ketidaktahuannya tentang hal tersebut.
    وَلا يَمْلِكُ الَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ الشَّفَاعَةَ إِلا مَنْ شَهِدَ بِالْحَقِّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ
    Artinya :"Dan sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah tidak dapat memberi syafaat ; akan tetapi (orang yang dapat nemberi syafaat ialah) orang yang mengakui yang hak (tauhid) dan mereka meyakini (nya)”. (QS. Az-Zukhruf : 86)
    Maksudnya orang yang bersaksi dengan laa ilaaha illa Allah dan memahami dengan hatinya apa yang diikrarkan oleh lisannya seandainya ia mengucapkannya, tetapi tidak mengerti apa maknanya, maka persaksiaan itu tidak sah dan tidak berguna.
    Syarat kedua: Yaqin (yakin)
    Orang yang mengingkarkannya harus meyakini kandungan kalimat laa ilaaha illa-Allah itu. Manakala ia meragukannya maka sia-sia belaka persaksian itu. Allah SWT berfirman:
    إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ
    Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu", (Qs. Al-Hujurat : 15)
    Kalau ia ragu maka ia menjadi munafik. Nabi Muhammad Saw besabda:”Siapa yang engkau temui di balik tembok (kebun) ini, yang menyaksikan bahwa tiada ilah selain Allah dengan hati yang menyakininya, maka berilah kabar gembira dengan (balasan) surga” (HR. Al-Bukhari). Maka siapa yang tidak meyakininya, ia tidak berhak masuk surga.
    Syarat ketiga: Qabul (Menerima)
    Menerima kandungan dan konsekuensi dari laa ilaaha illa-Allah, menyembah Allah semata dan meninggalkan ibadah kepada selain-Nya. Siapa yang mengucapkannya, tetapi tidak menerima dan mentaati, maka ia germasuk orang-orang yang difirmankan Allah:
    إِنَّهُمْ كَانُوا إِذَا قِيلَ لَهُمْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ يَسْتَكْبِرُونَ وَيَقُولُونَ أَئِنَّا لَتَارِكُو آلِهَتِنَا لِشَاعِرٍ مَجْنُونٍ
    Artinya : “Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka: “Laa ilaaha illa-Allah”(Tiada tuhan yang berhak disembah melainkan Allah) mereka menyombongkan diri. Dan mereka berkata: “Apakah sesungguhnya kami harus meninggalkan sembah-sembahan kami karena seorang penyair gila?”.(QS. Ash-Shafat: 35-36)
    Syarat keempat: Inqiyaad (Tunduk dan Patuh)
    Allah SWT berfirman:
    ۞ وَمَنْ يُسْلِمْ وَجْهَهُ إِلَى اللَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَىٰ ۗ وَإِلَى اللَّهِ عَاقِبَةُ الْأُمُورِ
    Artinya : “Dan barang siapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh”.(QS. Luqman : 22)
    Syarat kelima: Shidq (Jujur)
    Yaitu mengucapakan kalimat laa ilaaha illa-Allah dan hatinya juga membenarkannya. Manakala lisannya mengucapkan, tetapi hatinya mendustakan, maka ia adalah munafik dan pendusta. Allah SWT berfirman:
    وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَنْ يَّقُوْلُ أٰمَنَّابِٱللهِ وَبِٱلْيَوْمِ ٱلأٰخِرِ وَمَاهُمْ بِمُؤْمِنِيْنَ ۝يُخٰدِعُوْنَ ٱللهَ وَٱلَّذِيْنَ أٰمَنُوْا وَمَايَخْدَعُوْنَ إِلآ أَنْفُسَهُمْ وَمَايَشْعُرُوْنَ ۝فِى قُڶُوبِهِمْ مَّرَضٌ فَزَادَهُمُ ٱڶڶهُ مَرَضًا ۖ وَڶَهُمْ عَذَابٌ أَڶِيْمٌ بِمَا كَنُوْ يَكْذِبُوْنَ
    Artinya : “Di antara manusia ada yang mengatakan:”Kami beriman kepada Allah dan Hari kemudian”. Padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar. Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siska yang pedih, disebabkan mereka berdusta”.(QS. Al-Baqarah: 8-10)
    Syarat keenam : Ikhlas
    Yaitu membersihkan amal dari segala debu-debu syrik, dengan jalan tidak mengucapkannya karena mengingkari isi dunia, riya’ atau sum’ah. Dalam hadis Rasulullah dikatakan:”Sesungguhnya Allah mengharamkan atas neraka orang yang mengucapkan laa ilaaha illa-Allah karena mengiginkan ridha Allah”.(HR. Al-Bukhari dan Muslim)
    Syarat ketujuh : Mahabbah (Kecintaan)
    Maksudnya mencintai kalimat laa ilaaha illa-Allah, juga mencintai orang-orang yang mengamalkan konsekuensinya. Allah SWT berfirman:
    وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ ۖ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ ۗ وَلَوْ يَرَى الَّذِينَ ظَلَمُوا إِذْ يَرَوْنَ الْعَذَابَ أَنَّ الْقُوَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا وَأَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعَذَابِ
    Artinya : “Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tanding-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah”.(QS. Al-Baqarah: 165)
    Maka ahli tauhid mencintai Allah dengan cinta yang tulus bersih sedangkan ahli syrik mencintai Allah dan mencintai yang lain. Hal ini sangat bertentangan dengan isi kandungan laa ilaaha illa-Allah.
    2. Konsekuensi laa ilaaha illa-Allah
    Yaitu meninggalkan ibadah kepada selain Allah dari segala macam yang dipertuhankan sebagai keharusan dari peniadaan laa ilaaha illa-Allah. Dan beribadah kepada Allah semata tanpa unsur kesyirikan sedikit pun, sebagai keharusan dari penetapan ilaa-Allah.
    Banyak orang yang mengikrarkan tetapi melanggar konsekuensinya. Sehungga mereka menetapkan ketuhanan yang sudah dinafikan, baik berupa makhluk, kuburan, pepohonan, bebatuan serta para thaghut lainnya. Dengan kata lain, orang tersebut mengamalkan apa yang diperintahkan oleh Allah dan menjauhi segala yang dilarang-Nya.
    D. Tauhid sebagai Landasan bagi Semua Aspek kehidupan
               
    Tauhid dalam pandangan islam merupakan akar yang melandasi setiap aktivitas manusia. Kekokohan dan tegaknya tauhid mencerminkan luasnya pandangan, timbulnya semangat beramal dan lahirnya sikap optimistik. Sehingga tauhid dapat digambarkan sebagai sumber segala perbuatan (amal shalih) manusia.
               
    Sebetulnya formulasi tauhid terletak pada realitas sosial. Adapun bentuknya, tauhid menjadi titik sentral dalam melandasi dan mendasari aktivitas. Tauhid harus diterjemahkan ke dalam realitas historis-empiris. Tauhid harusnya dapat menjawab semua problematika kehidupan modernitas, dan merupakan senjata pamungkas yang mampu memberikan alternatif yang lebih anggun dan segar.
               
    Tujuan tauhid adalah memanusiakan manusia. Itu sebabnya, dehumanisasi merupakan tantangan tauhid yang harus dikembalikan kepada tujuan tauhid, yaitu memberikan perubahan terhadap masyarakat. Perubahan itu didasarkan pada cita-cita profetik yang diderivasikan dari misi historis sebagaimana tertera dalam firman Allah:
    كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ
    Artinya :“Engkau adalah umat terbaik yang diturunkan di tengah manusia untuk menegakkan kebaikan, mencegah kemungkaran dan beriman kepada Allah”.(QS. Ali’Imran: 110).
    Kuntowijoyo memberikan tiga muatan dalam ayat di atas sebagai karakteristik ilmu sosial profetik, yakni kandungan nilai humanisasi, liberasi dan transendensi. Tujuannya supaya diarahkan untuk merekayasa masyarakat menuju cita-cita sosial-etiknya di masa depan. 
    E. Jaminan Allah Bagi Ahli Tauhid
                
    Tidak diragukan lagi bawa tauhid memiliki kedudukan yang sangat agung dalam  Islam. Oleh karena itu, bagi siapa yang mampu  merealisasikan tauhid dengan benar akan mendapat beberapa keistimewaan. Bagi orang-orang yang termasuk ahli tauhid, Allah janjikan banyak sekali kebahagian,baik di dunia, lebih-lebih di akhirat. Itu semua hanya khusus diberikan bagi ahli tauhid.
    1. Ahli Tauhid Mendapatkan Keamanan dan Petunjuk
               
    Seorang yang bertauhid dengan benar akan mendapatkan rasa aman dan petunjuk. Allah SWT menegaskan dalam firman-Nya :
    الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الأمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ
    Artinya : “ Orang-orang yang beriman dan  tidak mencampuradukan  iman meraka dengan kezhaliman (syirik), mereka itulah yang mendapa keamanan dan  mereka itu adalah –orang-orang yang mendapatkan petunjuk’. (QS. Al-An’am: 82).
               
    Kezhaliman  meliputi tiga perkara, yaitu kezhaliman terhadap hak  Allah yaitu dengan berbuat syirik, kezhaliman seseorang terhadap dirinya sendiri yaitu dengan berbuat maksiat, dan kezhaliman seseorang terhadap orang lain yaitu dengan menganiaya orang lain.
               
    Kezhaliman adalah menempatkan  sesuatu  tidak  pada tempatnya. Kesyirikan disebut kezhaliman karna menunjukan ibadah  kepada yang  tidak berhak menerimanya. Ini merupakan kezhaliman yang paling zhalim. Hal ini karena pelaku syirik menunjukan ibadah kepada yang tidak berhak menerimanya, mereka menyamakan Al-Khaliq (Sang Pencipta) dengan makhluk, menyamakan yang lemah dengan  Maha Perkasa.
               
    Yang dimaksud  dengan kezhaliman dalam ayat di atas adalah syirik, sebagaimana dijelaskan oleh Rasulallah SAW ketika menafsirkan ayat ini. Ibnu Mas’ud radhiyallahu’anhu mengatakan, “ Ketika ayat ini turun,terasa beratlah di hati para sahabat, mereka mengatakan siapakah di antara kita yang tidak pernah menzhalimi dri sendiri (berbuat maksiat), maka rasulallah SAW bersabda : “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “ Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya , mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezhaliman yang besar.(QS. Lukman : 13)”
               
    Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukan keimanan mereka dengan kezhaliman (kesyirikan). Mereka akan mendapatkan rasa aman di dunia dan di akhirat serta mendapatkan keamanan di dunia berupa ketenangan hati, dan keamanan di akhirat dari hal-hal yang ditakti yang akan terjadi di Hari Akhir. Petunjuk yang mereka dapatkan di dunia berupa ilmu yang bermanfaat dan amal shalih, sedangkan petunjuk diakhirat berupa petunjuk yang mereka dapatkan sesuai dengan kadar tauhidnya. Semakin sempurna Tauhid seseorang, semakin besar keamanan dan petunjuk yang akan diperoleh.
    2. Ahli Tauhid Djamin Masuk Surga.
    Rasulullah SAW bersabda :
    مَنْ شَهِدَ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ وَأَنَّ عِيسَى عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا
    إِلَى مَرْيَمَ وَرُوحٌ مِنْهُ وَالْجَنَّةُ حَقٌّ وَالنَّارُ حَقٌّ أَدْخَلَهُ اللَّهُ الْجَنَّةَ عَلَى مَا كَانَ مِنْ الْعَمَلِ
    Artinya :” Barangsiapa yang bersyahadat (bersaksi) bahwa tidak ada ilah (sesembah) yang berhak disembah selain allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan saksi bahwa Muhammad  adalah  hamba dan rosul-Nya, dan ‘Isa adalah  hamba dan rasul-Nya, dan kalimat yang disampaikan-Nya kepada Maryam  serta ruh dari-Nya dan bersaksi bawha surga dan neraka benar adanya, maka Allah akan memasukkannya ke dalam surga, sesuai amal yang telah dikerjakannya”.
               
    Ini merupakan janji dari Allah SAW untuk ahli Tauhid bawha mereka akan dimasukkan ke dalam surga. Ahli Tauhid adalah mereka yang bersyahadat (bersaksi) dengan persaksian  yang disebut dalam  hadis diatas. Maksud syahadat yang benar harus terkandung tiga hal, yaitu mengucapkannya dengan lisan, memahami maknanya, dan mengamalkan segala konsekuensinya. Tidak cukup hanya sekedar mengucapkan saja.
               
    Sesuai amal yang telah dikerjakannya ada dua tafsiran :
    Pertama, mereka akan masuk surga walaupun memiliki dosa-dosa selain syirik karena dosa-dosa selain syirik tersebut tidak menghalanginya untuk masuk ke dalam surga, baik masuk surga secara langsung maupun sempat diazab di neraka lalu akhirnya masuk surga. Ini merupakan keutamaan tauhid yang dapat menghapuskan dosa-dosa dengan izin Allah dang mnghalangi seseorang dengan amal shalihnya.
    Kedua, ,mereka akan masuk surga, namun kedudukan mereka dalam surga sesuai dengan amalan merka, karena kedudukan seseorang di surga bertingkat-tingkat sesuai amal shalihanya.
    3. Ahli Tauhid Diharamkan dari Neraka
    Sungguh, neraka adalah seburuk-buruk tempat kembali. Betapa bahagianya seseorang yang tidak mnjadi penghuni neraka. Hal ini akan didapatkan oleh sesorang yang bertauhid dengan benar. Sabda Rasullalah SAW:
    فَإِنَّ اللَّهَ قَدْ حَرَّمَ عَلَى النَّارِ مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ يَبْتَغِيْ بِذَلِكَ وَجْهَ اللَّهِ.
    Artinya : “ Sesungguhnya Allah mengharamkan neraka bagi orang yang menatakan La ilaaha illa-Allah, yang di ucapkan ikhlas mengharapkan wajah Allah. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
    Pengharaman dari neraka ada dua bentuk. Pertama, diharamkan masuk neraka secara mutlak dalam arti dia tidak akan pernah masuk neraka sama sekali. Boleh jadi dia mempunyai dosa, lalu Allah SWT mengampuninnya atau  dia termasuk golongan orang-orang yang masuk surga tanpa hisab dan tanpa azab. Kedua, diharamkan kekal masuk neraka dalam arti dikeluarkan dari neraka setelah sempat dimasukkan ke dalamnya selama beberapa waktu.
    4. Ahli Tauhid Diampuni Dosa-dosanya.
    Hidup kita tidak luput dari gelimbang dosa dan maksiat. Karena itu pengampunan dosa adaalah sesuatu yang sangat kita harapkan. Dengan melaksanakan tauhid swcara benar, menjadi sebab terbesar dapat menghapus dosa-dosa kita. Rasulallah SAW bersabda :
               
    Yang Artinya : “ Allah berfirman : ‘ Wahai anak adam, sesungguhnya sekiranya kamu kamu datang pada-Ku dengan kesalahan sepenuh bumi, keumdian kamu datang kepada-Ku tanpa menyrkutukan sesuatu pun dengan-Ku, maka aku akan mendtangimu dengan ampun sepenuh bumi pula”. (HR. Tirmidzi)
               
    Dalam hadist ini Rasulallah mengabarkan tentang luasnya keutamaan dan rahmat Allah. Allah akan menghapus dosa-dosa yang besar sekalipun selama itu bukan dosa syirik. Semakna dengan hadist ini seperti difirmankan Allah :
                إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا
    Artinya :’ Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang lain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya, Barangsiapa siapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar”. (QS. An-Nisaa’:48)
    5. Jaminan Bagi Masyarakan yang Bertauhid
    Kebaikan tauhid ternyata tidak hanya bermanfaat bagi individu. Jika sesuatu masyarakat benar-benar merealisasikan tauhid dalam kehidupan mereka, Allah SWT akan memberikan jaminan bagi mereka
    Sebagaimana friman-Nya Yang Artinya :“ Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan merka berkuasa di muka bumi, sebagaimanan Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah dirikhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar(keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka merka itulah orang-orang yang fasik”.(QS. An-Nur:55)
    Dalam ayat di atas Allah SWT memberikan bebrapa jaminan bagi sesuatu masyarakat yang mau mengimplementasikan nilai-nilai ketauhidan dalam kehidupan, yaitu mendapat kekuasaan di muka bumi, mendapat kemantapan dan keteguhan dalam beragama, serta mndapat keamanan dan dijauhkan rasa takut.
    Dalam ayat di atas Allah SWT memebrikan beberapa jaminan bagi suatu masyarakat yang mau mengimplementasikan nila-nilai ketauhidan dalam kehidupan, yaitu mendapat kekuasaan di muka bumi, mendapat kemantapan dan keteguhan dalam beragama, serta mndapat keamanan dan dijaukan dari rasa takut.
    Demikian sebagian di antara jaminan yang akan didapatkan oleh ahli tauhid. Mengutip Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di, termasuk keutamaan Tauhid adalah :
    1. Dapat menghapus dosa-dosa.
    2. Merupakan faktor terbesar dalam melapangkan berbagai kesusuhan serta bisa menjadi penangkal dari berbagai akibat buruk dalam kehidupan dunia dan akhirat.
    3. Mencegah kekekalan dalam api neraka meskipun dalam hati hanya tertanam keimanan sebesar biji sawi. Juga mencegah masuk neraka secara mutlak bila dia menyempurnakan dalam hati. Ini termasuk keutamaan tauhid yang paling mulia.
    4. Merupakan sebab satu-satunya untuk menggapai ridha Allah SWT dan pahala-Nya. Orang yang paling bahagia dalam memperoleh syafaat Rasulallah adalah mengucapkan laa ilaaha illa-Allah dengan ikhlas dari hatinya.
    5. Penerimaan seluruh amalan dan ucapan baik yang tampak dan yang tersembunyi           tergantung kepada tauhid seseorang. Demikian pula penyempurnaan dan pemberian ganjarannya. Perkara-perkara ini menjadi sempurna dan lengkap tatkala tauhid dan keikhlasan kepada Allah SWT menguat. Ini termasuk keutamaan tauhid yang paling besar.
    6. Memudahkan seorang hamba untuk melakukan kebaikan-kebaikan dan meninggalkan kemungkaran-kemungkaran serta menghibur tatkala menghadapi berbagai musibah. Sesorang yang ikhlas kepada Allah SWT dalam beriman dan bertauhid akan merasa ringan untuk melakukan ketaatan-ketaatan karena dia menghadapkan pahala dan keridhaan Rabb-Nya.
    7. Bila tauhid sempurna dalam hati seseorang, Allah menjadikannya mencintai keimanan. Kemudian Allah menjadikan orang tersebut membenci kekafiran,   kefasikan, dan kemaksiatan. Juga Allah akan menggolongkan ke dalam orang-orang yang terbimbing.
    8. Meringankan segala kesulitan dan rasa sakit. Semua itu sesuai dengan menyempurnakan tauhid dan iman yang dilakukan oleh seorang hamba. Sesuai pula dengan sikap seseorang hamba saat menerima segala kesulitan dan rasa sakit dengan hati yang lapang, jiwa yang tenang, dan ridha terhadap ketentuan-ketentuan-Nya.
    9. Melepaskan seorang hamba dari ketergantungan dan pengharapan kepada makhluk. Inilah keagungan dan kemuliaan yang hakiki. Bersamaan dengan itu dia hanya beribadah dan menghambakan diri kepada Allah, dengan mengharap hanya kepada  Allah.
    10. Bila tauhid sempurna dalam hati seseorang dan terealisasi lengkap dengan  keikhlasan, amal yang sedikit akan berubah menjadi banyak. Segenap amal dan ucapan berlipat ganda tanpa batas dan hitungan. Kalimat ikhlas menjadi berat dalam timbangan amal sehingga tidak terimbangi oleh langit dan bumi beserta seluruh   penghuninya.
    11. Allah SWT menjamin kemenangan, pertolonga, kemuliaan, kemudahan danpetunjuk d dunia bagi pemilik tauhid, Cukup banyak dalil yang menguatkan keterangan ini baik dari Al- Qur’an maupun As-Sunnah.
    Dengan demikian cukup besar dan banyak keutamaan yang Allah limpahkan  bagi para hamba-Nya yang bertauhid, Sangat beruntung orang yang bisa menggapai seluruh keutamaannya. Namun keberhasilan total hanya milik orang-orang yang mampu menyempurnakan tauhid sepenuhnya. Tentu manusia bertingkat-tingkat dalam wujud tauhid kepada Allah SWT. Mereka tidak berada pada satu tingkatan. Masing-masing menggapai keutamaan tauhid sesuai dengan prestasi dalam menerapkan tauhid.
     
  • PERT. 7 PENUGASAN

    Pertemuan ini setiap mahasiswa mendapat tugas untuk mengikuti materi pengajian ahad pagi al manar dan meresume materi yang disampaikan kemudian mengumpulkanya melalui link pad apertemuan ini.

  • UJIAN TENGAH SEMESTER

    Assalamu'alaikum wr.wb.

    Setelah kita mengikuti perkuliahan Agama Islam dari pertemuan pertama sampai pertemuan pekan lalu, kini tiba saatnya hari ini kita akan melaksanakan ujian tengah semester ganjil mata kuliah Agama Islam. 

    Selamat Mengerjakan Ujian, Semoga diridhoi Allah swt!

  • PERT. 8 SYIRIK DAN BAHAYANYA

    Pada perkuliahan ini mahasiswa diharapkan mampu memahami materi tentang syirik dan abhayanya serta diharapkan mampu menghidarkan diri dari perilaku syirik dalam kehidupan sehari-hari.

    Baik,teman-teman mahasiswa sekalian sebelum kita mulai materi mari kita luruskan niat kita dalam menuntut ilmu kemudian kita lafadzkan bismillahirrahmaanirrahiim dari tempat masing-masing. untuk selanjutnya silahkan simak materi berikut ini;

    SYIRIK DAN BAHAYANYA

    Syirik termasuk hal yang merusak tauhid seseorang, bahkan syirik besar dapat menyebabkan seseorang keluar dari Islam; diharamkan masuk syurga dan ditetapkan sebagai penghuni neraka.

    Agar kita memiliki pemahaman yang luas mengenai syirik, pada materi ini akan dijelaskan jenis-jenis syirik dan bahayanya, sebagaimana dikemukakan oleh para ulama’ ahli tauhid, di antaranya oleh Dr Ibrahim Muhammad bin Abdullah Al-Buraikan di dalam bukunya Al Madkhalu li Dirasatil ‘Aqidatil Islamiyyah ‘ala Madzhabi Ahlissunnah wal Jama’ah.

    JENIS-JENIS SYIRIK

    Syirik, bila ditinjau dari segi pengertiannya, mencakup dua macam:

    Pertama, arti umum: yakni menyamakan selain Allah dengan Allah dalam apa-apa yang termasuk (hak-hak) khusus bagi Allah. Atas dasar makna ini, maka syirik dibagi menjadi tiga jenis:

    Syirik dalam rububiyah. Maksudnya menyamakan Allah dengan sesuatu yang lain dalam hal rububiyah yang menjadi kekhususan Allah atau menisbatkan salah satu makna rububiyah kepada sesuatu atau seseorang, seperti menciptakan, memberikan rezeki, menghidupkan, mematikan dan lainnya. Jenis ini biasanya disebut tamtsil (penyerupaan) atau ta’thil (peniadaan).
    Syirik dalam uluhiyah. Maksudnya, menyamakan sesuatu atau seseorang dalam kelayakan disembah dan ditaati yang menjadi kekhususan Allah SWT. Seperti sholat, puasa, nadzar dan menyembelih kurban untuk selain Allah SWT. Jenis ini secara umum disebut syirik.
    Syirik dalam al-asma’ was sifat (nama-nama dan sifat-sifat) Allah. Maksudnya, menyamakan sesuatu atau seseorang dengan Allah dalam nama dan sifat yang menjadi kekhususan Allah. Jenis ini biasanya juga disebut tamtsil (penyerupaan). Seperti: menyamakan sifat-sifat dzatiyah Allah (wajah, tangan, mendengar, melihat dan lainnya) serupa dengan sifat makhluk, atau memberikan sifat-sifat yang khusus bagi Allah untuk makhluk, seperti sifat mengetahui yang ghaib, mengetahui segala sesuatu, hadir dan melihat di setiap tempat, dan.

    Kedua, arti khusus: Yaitu menjadikan seseorang atau sesuatu selain Allah sebagai tuhan yang berhak diibadahi disamping Allah. Sedang jenis-jenis ibadah diantaranya: doa, takut, tawakkal, isti’anah (permintaan tolong), isti’adzah (minta perlindungan), nadzar, menyembelih, sujud dan lainnya.

    Inilah makna syirik secara langsung dipahami ketika ia disebut dalam Al Qur’an, Sunnah dan ucapan kaum Salaf. Maka siapa saja yang menjadikan sesuatu atau seseorang sebagai sembahan yang ditaati selain Allah, maka ia disebut musyrik, dalam bahasa wahyu dan atsar. Allah SWT berfirman dalam surat Yunus: 18:
    وَيَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنْفَعُهُمْ وَيَقُولُونَ هَؤُلَاءِ شُفَعَاؤُنَا عِنْدَ اللَّهِ قُلْ أَتُنَبِّئُونَ اللَّهَ بِمَا لَا يَعْلَمُ فِي السَّمَاوَاتِ وَلَا فِي الْأَرْضِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ – يونس : 18
    Dan mereka menyembah selain daripada Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfaatan, dan mereka berkata: “Mereka itu adalah pemberi syafa’at kepada Kami di sisi Allah”. Katakanlah: “Apakah kamu mengabarkan kepada Allah apa yang tidak diketahui-Nya baik di langit dan tidak (pula) dibumi Maha suci Allah dan Maha Tinggi dan apa yang mereka mempersekutukan (itu). (Qs. Yunus: 18)

    Selain itu, orang yang meyakini adanya hak membuat syari’at pada sesuatu atau seseorang selain Allah SWT, juga menjadi musyrik.
    وَأَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ وَاحْذَرْهُمْ أَنْ يَفْتِنُوكَ عَنْ بَعْضِ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَيْكَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَاعْلَمْ أَنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُصِيبَهُمْ بِبَعْضِ ذُنُوبِهِمْ وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ لَفَاسِقُونَ – المائدة : 49
    Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), Maka ketahuilah bahwa Sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan mushibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. dan Sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik (Qs. al-Maidah: 49)

    Jadi, Allah SWT menjadikan proses menciptakan dan memerintah sebagai hak-Nya semata. Dialah yang membuat syari’at bagi makhluk-Nya karena Dialah pemilik mereka. Adapun sekutu selain Allah, maka mereka tidak berhak untuk itu. Sebab, makhluk ini bukan ciptaanya, sehingga ia tidak berhak memerintah mereka.

    Dengan demikian, kata syirik, jika diucapkan tanpa ikatan konotasi tertentu, ia meliputi pengertian ibadah kepada selain Allah dan meyakini adanya hak membuat syari’at bagi sembahan lain selain Allah.

    Selain ditinjau dari segi pengertiannya, syirik juga ditinjau dari segi hukum dan bobot dosanya. Dalam hal ini syirik dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:

    Pertama: Syirik Akbar
    Syirik akbar (syirik paling besar) yaitu menjadikan sekutu selain Allah SWT yang disembah dan ditaati sama seperti menyembah dan mentaati Allah SWT. Seperti shalat untuk selain Allah, berpuasa untuk selain Allah, menyembelih hewan (kurban) untuk selain Allah, berdoa untuk orang yang sudah mati, berdoa kepada orang yang tidak ada di hadapannya untuk menolongnya dari urusan yang hanya Allah saja yang berkuasa, dan lainnya.

    Kedua: Syirik Asghar
    Syirik asghar (syirik paling kecil) adalah menyamakan sesuatu selain Allah dengan Allah SWT dalam bentuk perkataan atau perbuatan. Syirik dalam bentuk amalan adalah riya’. Sedangkan dalam bentuk perkataan lisan adalah lafadz-lafadz yang mengandung makna menyamakan Allah SWT dengan sesuatu yang lain. Misalnya, ia mengatakan: “Apa yang dikehendaki Allah dan engkau kehendaki”. Mengenai soal satu ini niscaya jelas maknanya setelah kita membaca hadits berikut. Dalam Hadits disebutkan:
    عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ : جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَكَلَّمَهُ فِى بَعْضِ الأَمْرِ فَقَالَ الرَّجُلُ لِرَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- : مَا شَاءَ اللَّهُ وَشِئْتَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- :« أَجَعَلْتَنِى وَاللَّهَ عَدْلاً بَلْ مَا شَاءَ اللَّهُ وَحْدَهُ ».. – واه البيهقي
    “Dari Ibnu Abbas: seorang laki-laki datang kepada Rasulullah SAW -membicarakan suatu urusan-, lalu ia berkata kepada beliau “ma sya’aal wa syi’ta (Apa yang dikehendaki Allah dan engkau kehendaki). Rasulullah SAW bersabda: engkau telah menjadikanku dan Allah sebanding, tetapi ucapkan masy’allah (Apa yang dikehendaki Allah) sendiri. (HR al-Baihaqi)

    Dalam Hadits riwayat Imam Bukhari, Rasulullah SAW bersabda:
    عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مَا يَتَبَيَّنُ فِيهَا يَزِلُّ بِهَا فِي النَّارِ أَبْعَدَ مِمَّا بَيْنَ الْمَشْرِقِ
    “Dari Abu Hurairah dia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan kalimat tanpa diteliti yang karenanya ia terlempar ke neraka sejauh antara jarak ke timur.”

    Dalam riwayat Imam Ahmad:
    إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمْ الشِّرْكُ الْأَصْغَرُ قَالُوا وَمَا الشِّرْكُ الْأَصْغَرُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ الرِّيَاءُ
    “Sungguh perkara yang paling kutakutkan dari kalian adalah syirik kecil, lalu ketika beliau ditanya tentang hal itu, beliau menjawab:” Riya”.”

    Ketiga : Syirik Khafi
    Syirik khafi (tersembunyi) adalah syirik yang berada antara syirik akbar dan syirik asghar. Atau dengan kata lain, syirik yang dimungkinkan bisa termasuk syirik akbar atau syirik ashghar. Seperti: Bersumpah dengan selain nama Allah adalah syirik ashghar, tetapi jika yang bersumpahnya itu dengan keyakinan bahwa yang dia pakai untuk sumpah itu menyamai keagungan Allah maka ini termasuk syirik akbar.

    Berdasarkan pengertian di atas, pada hakikatnya, syirik, ditinjau dari segi hukum dan bobotnya, dapat digolongkan ke dalam dua jenis, yaitu: syirik akbar, yakni syirik yang terkait dengan keyakinan hati, dan syirik asghar yakni syirik yang terkait dengan perbuatan, perkataan lisan dan motivasi hati yang tersembunyi.

    Nampaknya pembagian syirik menjadi tiga jenis di mana syirik khofi merupakan bagian yang ketiganya, didasarkan pada kenyataan bahwa syirik khofi bisa berubah menjadi syirik akbar atau syirik asghar. Kesubliman dan kesamaran itu menuntut kehati-hatian yang tinggi. Agar jangan sampai syirik akbar dianggap syirik asghar atau sebaliknya.

    Rasulullah SAW bersabda dalam riwayat Imam Ahmad berikut ini, yang menurut ulama hadits ternama Al-Bani, bernilai hasan li ghairih:
    أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا هَذَا الشِّرْكَ فَإِنَّهُ أَخْفَى مِنْ دَبِيبِ النَّمْلِ فَقَالَ لَهُ مَنْ شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَقُولَ وَكَيْفَ نَتَّقِيهِ وَهُوَ أَخْفَى مِنْ دَبِيبِ النَّمْلِ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ قُولُوا اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوذُ بِكَ مِنْ أَنْ نُشْرِكَ بِكَ شَيْئًا نَعْلَمُهُ وَنَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لَا نَعْلَمُ
    “Wahai manusia jagalah dirimu dari syirik, karena ia lebih tersembunyi daripada rayapan semut. Seseorang yang dikehendaki Allah bertanya: bagaimanakah kami menjaganya ya Rasulullah padahal ia lebih tersembunyi dari rayapan semut. Beliau menjawab: ucapkanlah ‘ Ya Allah sesungguhnya kami mohon perlindungan kepada-Mu dari menyekutukan-Mu dengan sesuatu yang kami ketahui dan mohon ampun kepada-Mu dari sesuatu yang tidak kami ketahui‘ (HR. Ahmad)

    Nah itulah jenis-jenis syirik yang harus kita hindari agar kita selamat dunia dan akherat. Kenapa dihindari? karena syirik memiliki bahaya yang besar? apa bahayanya? berikut penjelasanya

    BAHAYA SYIRIK

    Syirik, apapun jenisnya, adalah sangat berbahaya. Karena itu, setiap muslim seharusnya berupaya dengan sungguh-sungguh untuk menjauhinya serta menutup rapat-rapat pintu masuknya. Sekalipun sama-sama berbahaya, syirik akbar jauh lebih berbahaya dibandingkan dengan syirik asghar. Berikut ini akan dikemukakan bahaya keduanya.

    Bahaya Syirik Akbar
    1. Merupakan kedhaliman terbesar.
    Allah berfirman dalam surat Luqman ayat 13:
    وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَابُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
    Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar”.

    2. Menyebabkan pelakunya keluar dari Islam yang menyebabkan darah dan harta menjadi halal.
    Dalam Hadits riwayat Imam Muslim, Rasulullah SAW bersabda:
    أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَيُؤْمِنُوا بِي وَبِمَا جِئْتُ بِهِ فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلَّا بِحَقِّهَا وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللَّهِ
    Dari Abu Hurairah dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tidak ada tuhan (yang berhak disembah) melainkan Allah dan beriman kepadaku serta dengan al-Qur’an yang aku bawa, maka apabila mereka mengucapkan hal tersebut maka sungguh dia telah menjaga harta dan jiwanya dari (seranganku) kecuali disebabkan hak Islam. Dan hisab mereka diserahkan kepada Allah.” (HR Muslim)

    3. Membatalkan seluruh amal kebaikan seseorang.
    Allah berfirman dalam surat az-Zumar 65:
    وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
    Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu. “Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu Termasuk orang-orang yang merugi.

    4. Menyebabkan pelakunya diharamkan masuk syurga dan kekal dalam neraka.
    Allah berfirman dalam surat al-Maidah ayat:72:
    إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ
    Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, Maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun.

    5. Merupakan dosa paling besar dan tidak dapat diampuni oleh Allah SWT tanpa bertaubat.
    Allah SWT berfirman:
    إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا [النساء : 48]
    Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia tela berbuat dosa yang besar. (QS. An-Nisaa`:48 ).

    Bahaya Syirik Asghar

    1. Membatalkan amal yang dicampurinya sejak awal amal itu dikerjakan atau mendominasi seluruh proses pengerjaan amal tersebut. Dalam Hadits disebutkan:
    عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « قَالَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنِ الشِّرْكِ مَنْ عَمِلَ عَمَلاً أَشْرَكَ فِيهِ مَعِى غَيْرِى تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ ». )مسلم
    Dari Abi Huruirah: Rasulullah SAW bersabda: “Allah berfirman: Aku paling tidak membutuhkan. Barangsiapa yang melakukan satu amalan yang dia menyekutukanKu padanya dengan selain Aku maka Aku tinggalkan dia dan persekutuannya.”

    2. Syirik asghar mempunyai dua kemungkinan: mengharuskan pelakunya masuk neraka atau tergantung kepada kehendak Allah SWT, diampuni atau tetap dimasukkan ke dalam neraka.

    3. Pelakunya, sekalipun masih seorang muslim, namun ia memiliki keimanan yang kurang dan dianggap fasiq dalam beragama.

    4. Merupakan dosa paling besar diantara seluruh dosa besar yang terbesar.
    عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ ، عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : أَكْبَرُ الْكَبَائِرِ الإِشْرَاكُ بِاللَّهِ وَقَتْلُ النَّفْسِ وَعُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ وَقَوْلُ الزُّورِ ، أَوْ قَالَ وَشَهَادَةُ الزُّورِ.- البخاري
    Dari Anas bin Malik ra dari Nabi Muhammad saw bersabda; “Dosa paling besar di antara dosa besar ialah menyekutukan Allah, membunuh, durhaka kepada orang tua, ucapan dusta. Atau dalam redaksi lain beliau mengatakan: “Persaksian dusta.”

    Semoga kita terhindar dari bahaya tersebut

    Macam-macam Syirik Besar

    a. Syirik dalam berdoa
    Yaitu meminta kepada selain Allah, disamping meminta kepada-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam kitab-Nya (yang terjemahannya):
    “Dan orang-orang yang kamu seru selain Allah tiada mempunyai apa-apa meskipun setipis kulit ari. Jika kamu meminta kepada mereka, mereka tiada mendengar seruanmu, dan kalau mereka mendengar mereka tidak dapat memperkenankan permintaanmu. (QS. Faathir: 13-14)

    b. Syirik dalam sifat Allah
    Seperti keyakinan bahwa para nabi dan wali mengetahui perkara-perkara ghaib. Allah Ta’ala telah membantah keyakinan seperti itu dengan firman-Nya (yang terjemahannya):
    “Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib, tidak ada yang mengetahuinya kecuali dia sendiri.” (QS. Al-An’am : 59). Lihat QS. Al-Jin: 26-27.

    Pengetahuan tentang hal yang ghaib merupakan salah satu hak istimewa Allah, menisbatkan hal tersebut kepada selain-Nya adalah syirik akbar.

    c. Syirik dalam Mahabbah (kecintaan)
    Mencintai seseorang, baik wali atau lainnya layaknya mencintai Allah, atau menyetarakan cinta-nya kepada makhluk dengan cintanya kepada Allah Ta’ala. Mengenai hal ini Allah Ta’ala berfirman (yang terjemahannya):

    “Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah, mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah, adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah. (QS. Al-Baqarah: 165).

    Mahabbah dalam ayat ini adalah mahabbatul ubu-diyah (cinta yang mengandung unsur-unsur ibadah), yaitu cinta yang dibarengi dengan ketundukan dan kepatuhan mutlak serta mengutamakan yang dicintai daripada yang lainnya. Mahabbah seperti ini adalah hak istimewa Allah, hanya Allah yang berhak dicintai seperti itu, tidak boleh diperlakukan dan disetarakan dengan-Nya sesuatu apapun.

    d. Syirik dalam ketaatan
    Yaitu ketaatan kepada makhluk, baik wali ataupun ulama dan lain-lainnya, dalam mendurhakai Allah Ta’ala. Seperti mentaati mereka dalam menghalal-kan apa yang diharamkan Allah Ta’ala, atau mengharamkan apa yang dihalalkan-Nya.

    Mengenai hal ini Allah Subhanahu wa Ta ala berfirman (yang terjemahannya) : Mereka menjadikan orang-orang alim, dan rahib-rahib mereka sebagai Tuhan selain Allah. (QS. At-Taubah: 31).

    Taat kepada ulama dalam hal kemaksiatan inilah yang dimaksud dengan menyembah berhala mereka! Berkaitan dengan ayat tersebut di atas, Rasulullah SAW menegaskan (yang terjemahannya): Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada al-Khaliq (Allah). (Hadits Shahih, diriwayatkan oleh Ahmad).

    e. Syirik khauf (takut)
    Jenis-jenis takut :
    1. Khauf Sirri; yaitu takut kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala, berupa berhala, thaghut, mayat, makhluk gahib seperti jin, dan orang-orang yang sudah mati, dengan keyakinan bahwa mereka dapat menimpakan mudharat kepada makhluk. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (yang terjemahannya): Janganlah kamu takut kepada mereka, takutlah kamu kepada-Ku jika kamu benar-benar orang beriman.(QS. Ali Imran: 175).

    2. Takut yang menyebabkan seseorang meninggalkan kewajibannya, seperti: Takut kepada seseorang sehingga menyebabkan kewajiban ditinggalkan. Takut seperti in hukumnya haram, bahkan termasuk syirik ashghar (syirik kecil). Berkaitan dengan hal tersebut Rasulullah SAW bersabda (yang terjemahannya):

    “Janganlah seseorang dari kamu menghinakan dirinya!” Shahabat bertanya: Bagaimana mungkin seseorang menghinakan dirinya sendiri? Rasulullah bersabda: “Yaitu ia melihat hak Allah yang harus ditunaikan, namun tidak ditunaikannya! Maka Allah akan berkata kepadanya di hari kiamat: Apa yang mencegahmu untuk mengucapkan begini dan begini?”.

    Ia menjawab: “Karena takut kepada manusia!”. Allah berkata: “Seharusnya hanya kepadaKu saja engkau takut”. (HR. Ibnu Majah dari Abu Said al Khudry, Shahih).

    3. Takut secara tabiat, takut yang timbul karena fitrah manusia seperti takut kepada binatang buas, atau kepada orang jahat dan lain-lainnya. Tidak termasuk syirik, hanya saja seseorang janganlah terlalu didominasi rasa takutnya sehingga dapat dimanfaatkan setan untuk menyesatkannya.


    f. Syirik hulul
    Percaya bahwa Allah menitis kepada makhluk-Nya. Ini adalah aqidah Ibnu Arabi (bukan Ibnul Arabi, beliau adalah ulama Ahlus Sunnah) dan keyakinan sebagian kaum Sufi yang ekstrem.

    g. Syirik Tasharruf
    Keyakinan bahwa sebagian para wali memiliki kuasa untuk bertindak dalam mengatur urusan makhluk. Keyakinan seperti ini jelas lebih sesat daripada keyakinan musyrikin Arab yang masih meyakini Allah sebagai Pencipta dan Pengatur alam semesta.

    h. Syirik Hakimiyah
    Termasuk syirik hakimiyah adalah membuat undang-undang yang betentangan dengan syariat Islam, serta membolehkan diberlakukannya undang undang tersebut atau beranggapan bahwa hukum Islam tidak sesuai lagi dengan zaman. Yang tergolong musyrik dalam hal ini adalah para hakim yang membuat dan memberlakukan undang-undang, serta orang-orang yang mematuhinya, jika meyakini kebenaran UU tersebut dan rela dengannya.

    i. Syirik tawakkal
    Tawakkal ada tiga jenis:

    – Tawakkal dalam perkara yang hanya mampu dilaksanakan oleh Allah saja. Tawakkal jenis ini harus diserahkan kepada Allah semata, jika seseorang menyerahkan atau memasrahkannya kepada selain Allah, maka ia termasuk Musyrik.
    – Tawakkal dalam perkara yang mampu dilaksanakan para makhluk. Tawakkal jenis ini seharusnya juga diserahkan kepada Allah, sebab menyerahkannya kepada makhluk termasuk syrik ashghar.
    – Tawakkal dalam arti kata mewakilkan urusan kepada orang lain dalam perkara yang mampu dilaksanakannya. Seperti dalam urusan jual beli dan lainnya. Tawakkal jenis ini diperbolehkan, hanya saja hendaklah seseorang tetap bersandar kepada Allah Subhanahu wa Taala, meskipun urusan itu diwakilkan kepada makhluk.

    j. Syirik niat dan maksud
    Yaitu beribadah dengan maksud mencari pamrih manusia semata, mengenai hal ini Allah Subhanahu wa Taala berfirman (yang terjemahannya):

    “Barang siapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepadanya balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna, dan mereka di dunia tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak akan memperoleh di akhirat kecuali neraka, dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia, dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan”. (QS. Hud: 15-16).
    Syirik jenis ini banyak menimpa kaum munafiqin yang telah biasa beramal karena riya.

    k. Syirik dalam Hal Percaya Adanya Pengaruh Bintang dan Planet terhadap Berbagai Kejadian dan Kehidupan Manusia.

    Dari Zaid bin Khalid Al Juhani, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda (yang terjemahannya): Allah berfirman: “Pagi ini di antara hambaku ada yang beriman kepada-Ku dan ada pula yang kafir. Adapun orang yang berkata, kami diberi hujan dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, maka dia beriman kepada-Ku dan kafir terhadap bintang. Adapun orang yang berkata: Hujan itu turun karena bintang ini dan bintang itu maka dia telah kufur kepada-Ku dan beriman kepada bintang”. (HR, Bukhari).

    Termasuk dalam hal ini adalah mempercayai astrologi (ramalan bintang) seperti yang banyak kita temui di koran dan majalah. Jika ia mempercayai adanya pengaruh bintang dan planet-planet terse-but maka dia telah musyrik. Jika ia membacanya sekedar untuk hiburan maka ia telah melakukan perbuatan maksiat dan dosa. Sebab tidak dibolehkan mencari hiburan dengan membaca hal-hal syirik. Disamping setan terkadang berhasil menggoda jiwa manusia sehingga ia percaya kepada hal-hal syirik tersebut. Maka, membacanya termasuk sarana dan jalan menuju kemusyrikan.


    Kisah Seputar Syirik Besar
    Masuk Neraka karena seekor lalat

    Thariq bin Syihab menuturkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda (yang terjemahannya): Ada seseorang masuk surga karena seekor lalat, dan ada seseorang masuk neraka karena seekor lalat pula. Para shahabat bertanya: Bagaimana hal itu, ya Rasulul-lah? Beliau menjawab: Ada dua orang berjalan melewati suatu kaum yang mempunyai berhala, yang mana tidak seorang pun melewati berhala itu sebelum mempersembahkan kepadanya suatu kurban.

    Ketika itu, berkatalah mereka kepada salah seorang dari kedua orang tersebut: Persembahkanlah kurban kepadanya! Dia menjawab: Aku tidak mempunyai sesuatu yang dapat kupersem-bahkan kepadanya. Mereka pun berkata kepadanya lagi: Persembahkan sekalipun seekor lalat. Lalu orang itu mempersembahkan seekor lalat, mereka pun memperkenankan dia untuk meneruskan perjalanan.

    Maka dia masuk neraka karenanya. Kemudian berkatalah mereka kepada seorang yang lain: Persembahkanlah kurban kepadanya. Dia menjawab: Aku tidak patut mempersembahkan sesuatu kurban kepada selain Allah ‘Azza wa Jalla. Kemudian mereka memenggal lehernya, karenanya orang ini masuk surga. (HR. Imam Ahmad).

    Dan termasuk penyembelihan jahiliyah yang terkenal di zaman kita sekarang ini- adalah menyembelih untuk jin. Yaitu manakala mereka membeli rumah atau membangunnya, atau ketika menggali sumur mereka menyembelih di tempat tersebut atau di depan pintu gerbangnya sebagai sembelihan (sesajen) karena takut dari gangguan jin. (Lihat Taisirul Azizil Hamid, hal. 158).

    Semoga dengan kita tahu kita bsia menghindarinya

    Macam-macam syirik asghar

    a. Zhahir (nyata)
    Berupa ucapan: Rasulullah SAW bersabda (yang terjemahannya): “Barangsiapa yang bersumpah dengan selain nama Allah, maka ia telah berbuat syirik”. (HR. Ahmad, Shahih).

    Dan sabda Nabi SAW yang lain (yang terjemahannya): “Janganlah kamu berkata: Atas kehendak Allah dan kehendak Fulan. Tapi katakanlah: Atas kehendak Allah , kemudian kehendak Fulan”. (HR. Ahmad, Shahih).

    Berupa amalan, seperti: Memakai gelang, benang, dan sejenisnya sebagai pengusir atau penangkal mara bahaya, jika ia meyakini bahwa benda-benda tersebut hanya sebagai sarana tertolak atau tertangkalnya bala. Namun bila dia meyakini bahwa benda-benda itulah yang menolak dan menangkal bala, hal itu termasuk syirik akbar. Imran bin Hushain radiallahu anhu menuturkan, bahwa Nabi SAW melihat seorang laki-laki terdapat di tangannya gelang kuningan, maka beliau bertanya (yang terjemahannya): “Apakah ini?”.

    Orang itu menjawab: Penangkal sakit. Nabi pun bersabda: “Lepaskan itu karena dia hanya akan menambah kelemahan pada dirimu; sebab jika kamu mati sedang gelang itu masih ada pada tubuhmu, kamu tidak akan beruntung selama-lamanya”. (HR. Imam Ahmad dengan sanad yang bisa diterima).

    Dan riwayat Imam Ahmad pula dari Uqbah bin Amir dalam hadits marfu (yang terjemahannya): Barang siapa menggantungkan tamimah, semoga Allah tidak mengabul-kan keinginannya; dan barang siapa menggantungkan wadaah, semoga Allah tidak memberi ketenangan pada dirinya. Disebutkan dalam riwayat lain: Barang siapa menggantungkan tamimah, maka dia telah berbuat syirik.(Tamimah adalah sesuatu yang dikalungan di leher anak-anak sebagai penangkal atau pengusir penyakit, pengaruh jahat yang disebabkan rasa dengki seseorang dan lain sebagainya. Wadaah adalah sejenis jimat).

    b. Khafi (tersembunyi); syirik yang bersumber dari amalan hati, berupa riya, sumiah dan lain-lainnya.

    Semoga menjadikan kita untuk selalu berhati-hati dalam berbuat dan bertindak.

    Penyebab Terjadinya Syirik

    1. Kultus individu (Nuh: 21-23, At-Taubah: 31)
    2. Mengikuti hawa nafsu dan syahwat (Al-Qashash: 50, Al-Furqan: 43)
    3. Merasa sombong utk beribadah kpd Allah (Ghafir: 56)
    4. Peran tokoh dlm menghalangi umat manusia dari jalan Allah (Al-A‘raf: 60, 66)
    5. Menjadikan kuburan sbg masjid

    Nah inilah materi terakhir pertemuan hari ini, silahkan dipelajari terlebih dahulu kemudian tugas mahasiswa adalah menjelaskan sebab-sebab terjadinya syirik sesuai dengan dalil sebagaimana materi diatas kemudian disertai contoh perbuatan syirik. Tugas diketik dalam kertas A 4 kemudian dikirim melalui menu pengumpulan tugas dibawah ini;

  • Pert. 9 : SYIRIK MODERN

    Assalamu'alaikum wr.wb.

    Teman-teman mahasiswa yang kami banggakan 

    Pada pertemuan ini kita akan membahas tentang syirik modern. Diharapkan semua mahasiswa dapat memahami dan menjauhkan diri dari perbuatan syirik. Baik mari kita simak materi berikut ini dengan terlebih dahulu membaca bismillahirrahmaanirrahiim dari temat masing-masing.

    SYIRIK DI ZAMAN MODERN

    A. Pengertian Syirik Modern

    Syirik sebagaimana yang telah kita ketahui adalah menyamakan selain Allah dengan Allah dalam hal rububiyah atau uluhiyah-Nya. Atau dengan kata lain syirik adalah menyekutukan Allah. Sedangkan modern adalah masa dimana kita berada saat ini, dengan berbagai kemajuan di segala bidang.

    Perbuatan syirik tidak hanya terjadi di masa lalu, dimana belum adanya teknologi seperti sekarang ini, namun di zaman serba canggih seperti sekarang pun masih terjadi perbuatan syirik

    Sebagaimana yang dijelaskan dalam Al Quran bahwa perbuatan syirik tidak diampuni oleh Allah. Allah swt berfirman:

    Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang  besar. (QS. An-Nisaa’: 48)

    Syirik yang berkembang pada jaman dahulu adalah syirik jali yaitu mempersekutukan Allah secara terang-terangan. Namun syirik yang berkembang dimasa modern ini  adalah syirik khafi yaitu mempersekutukan Allah secara tidak sadar

    B. Bentuk-bentuk Syirik Pada Masa Modern

    1. Menganggap yang menyembuhkan penyakit adalah dokter, tabib atau obat yang  diminum. Padahal dokter, tabib atau obat hanyalah washilah/sarana, yang menyembuhkan adalah Allah. Sebagaimana dalam firman-Nya: “Dan apabila aku sakitDialah yang menyembuhkanku.” [QS Asy Syu’ara: 80]
    2. Menganggap tubuh tetap sehat dan bugar karena pola makan yang seimbang atau olah raga yang teratur. Sedangkan hakikatnya yang memberikan kesehatan adalah Allah
    3. Jabatan yang diperoleh karena kepintaran, kedekatan atau kepiawaiannya memanfaatkan bantuan orang lain. Jabatan diperoleh karena atas kehendak Allah
    4. Panen melimpah, karena keprofesionalannya mengolah tanah pertanian. Yang menumbuhkan tanaman adalah Allah
    5. Anak-anaknya pintar karena gizi yang diberikan memenuhi standar gizi yang ditentukan. Allah Maha kuasa mencerdaskan seseorang
    6. Ia bisa sampai ke tujuannya tepat waktu, karena kepintarannya menyetir kendaraan. Jika Allah tidak berkehendak maka sepintar apapun kita menyetir, tidak akan sampai ke tujuan
    7. Mempertuhankan undang-undang buatan manusia atau syirik undang-undang. Dengan mengesampingkan undang-undang Allah

    Bentuk lain dari syirik modern juga sebagai berikut:

    1. Kesyirikan dalam ramalan horoskop dan Fengshui

    Ramalan melalui perbintangan. Ramalan model ini digandrungi oleh kaum remaja dan pemuda untuk meramal masa depan mereka, terutama soal karir dan percintaan. Padahal fenomena ramalan bintang berasal dan tradisi mitologi Yunani yang menuhankan dewi-dewi mereka yang berwujud bintang-bintang. Demikian pula ramalan ala fengshui yang mengaitkan kondisi rumah dengan nasib seseorang di masa mendatang. Sebagai seorang Muslim, perbuatan seperti ini tidak boleh dilakukan karena yang mengatur rezeki, nasib, jodoh dan maut adalah Allah SWT.

    1. Perbuatan syirik melalui sms

    Dengan cara mengirim sms:

    -ketik reg (spasi) jodoh kirim ke….

    -Ketik reg (spasi) mama kirim ke….

    Kemudian akan diberitahu tentang jodoh atau masa depannya
    1. penayangan film-film horor yang merusak keimanan

    Fenomena kesyirikan di layar televisi yang menayangkan sejumlah acara film horor yang berbau mistis. Berbagai film horor itu kebanyakan mengisahkan tentang para hantu yang menakut-nakuti dan meneror manusia, bahkan hantu-hantu itu sampai ingin membunuh. Ini merupakan pembodohan sekaligus menebar kesesatan  ke tengah-tengah masyarakat. Padahal setiap orang mati tidak mungkin bangkit kembali, mereka disibukkan dengan urusan besar mereka di alam kubur.

    Adapun syirik modern yang berkembang dan harus diwaspadai juga antara lain;

    a. Syirik Materialisme

    Materialisme adalah pandangan hidup yg mencari dasar segala sesuatu, termasuk kehidupan manusia, di dalam alam kebendaan semata-mata dengan mengesampingkan segala sesuatu yang mengatasi alam indra. 

    Materialisme menolak campur tangan Tuhan di alam semesta. Menurut kaum materialis, alam semesta terjadi dengan sendirinya. Ketika terjadi bencana, mereka menganggap itu terjadi murni karena ketidakseimbangan alam, bukan karena campur tangan Tuhan.

    b. Syirik Sekularisme

    Sekularisme adalah pandangan yang memisahkan/menyingkirkan agama dari kehidupan dunia. Agama dipandang sebagai urusan pribadi yang tidak boleh dibawa ke ranah publik.  

    Sekularisme mengambil alih peran Tuhan dalam kehidupan umum manusia. Tuhan dibatasi hanya berada dalam keyakinan pribadi manusia. Hak Tuhan untuk diibadahi dalam ranah publik, seperti diterapkan aturan-Nya dalam urusan ekonomi, sosial, dan politik; ditolak. 

    c. Syirik Pluralisme Agama

    Pluralisme agama adalah paham yang menganggap semua agama adalah sama-sama baik, sama-sama benar, dan mengantarkan kepada Tuhan yang sama. Yang membedakan hanyalah penyebutan nama Tuhan dan ekspresi manusia dalam menyembah-Nya.  

    Pluralisme agama adalah paham sesat yang merusak akidah dan menjerumuskan ke dalam syirik modern. Atas nama pluralisme agama, seseorang dilarang meyakini Islam sebagai agama yang benar, sedangkan selain Islam adalah agama yg salah. Atas nama pluralisme agama, tidak boleh menganggap pemeluk agama selain Islam sebagai orang kafir. 

    Atas nama pluralisme agama, tidak boleh menganggap orang kafir itu sesat dan tempatnya di neraka. Atas nama pluralisme agama, tidak boleh meyakini bahwa Tuhan itu hanya yang bernama Allah. Allah hanyalah nama Tuhan menurut sebutan orang Islam. Menurut selain orang Islam, bisa saja Tuhan itu disebut dengan nama dewa. 

    Jadi, pluralisme agama jelas merusak Islam dan menjerumuskan ke dalam kesyirikan.

    d. Syirik Kekuasaan

    Pada zaman modern ini, banyak orang menjadikan kekuasaan sebagai ambisi dan tujuan utama. Untuk mencapainya, segala cara ditempuh tanpa peduli halal maupun haram. Dari sisi ini saja, kekuasaan sudah menjadi tandingan bagi Allah dalam hal halal dan haram.  

    Saat seseorang sudah meraih kekuasaan, dia tidak mau menerapkan hukum/aturan Allah, namun lebih memilih menerapkan hukum/aturan buatan manusia yang bertentangan dengan hukum/aturan Allah. Akibatnya, perkara halal dan haram dilanggar dan tidak dipedulikan. Ini juga merupakan bentuk lain syirik dalam hal kekuasaan.

    e. Syirik Cinta Kekasih

    Di kalangan remaja, seorang kekasih mengalahkan segalanya. Cinta kekasih sering menyebabkan seseorang buta terhadap kebenaran. Aturan agama dilanggar untuk membuktikan cintanya kepada sang pujaan hati. Banyak remaja murtad gara-gara cinta buta kepada kekasih. Ini jelas merupakan salah satu bentuk syirik modern.  

    C. Cara Menanggulangi Syirik di Zaman Modern

    Ada beberapa upaya yang bisa dilakukan untuk menghindari syirik,antara lainnya:

    1. Dengan Memperdalam keimanan kita kepada Allah dan Rasulnya serta Ajaran Agama Allah  yaitu Islam. Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda: مَنْ يُرِدْ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ Barangsiapa yang Allah menghendaki padanya kebaikan maka Allah akan memahamkannya di dalam perkara agama.”[HR Al Bukhari dan Muslim] Hadits di atas dengan jelas menunjukkan bahwa kunci untuk mendapatkan kebaikan agama adalah dengan mempelajari ilmu agama, dan ilmu yang paling pokok adalah tauhid.
    2. Terbiasa dengan kerja keras & Berdoa pada Allah dalam setiap Pekerjaan yang kita lakukan dan mengharapkan hasil yang terbaik hanya kepada Allah. Janganlah kita terbuai dengan rayuan untuk meraih kesuksesan secara instan dengan melakukan cara-cara yang melanggar syariat. Spt: mempelajari ilmu pesugihan, ilmu pelet, dsb
    3. Meyakini bahwa tidak ada kekuatan dan kekuasaan yang lebih besar dibandingkan dengan kekuasaan dan kekuatan Allah. Oleh karena itu kita dianjurkan agar selalu mengucapkan kalimat: Laa hawla walaa quwwata illa billah Artinyatidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah
    4. Banyak Mengingat ALLAH SWT. Dengan Banyak Mengingat ALLAH SWT(Berzikir) Berarti Kita Berusaha Menjauhi Atau Menghindari Perbuatan Syirik. Berzikir Merupakan Cara Mengagungkan Nama Allah Swt , Menyucikan Dan MengEsakan Nya. Dengan banyak berzikir Dapat Menghilangkan keraguan Akan Ke Esaan Allah Swt. Bahkan memperkuat keyakinan dan keimanan Serta membuat hati kita tenang. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,                                                                      الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ                                                                     artinyaOrang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan berzikir (mengingat) Allah. Ingatlahhanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram” (Qs. ar-Ra’du: 28).
    5. Ikhlas dalam Melakukan amal Kebaikan. Segala perbuatan ibadah yang disertai dengan riya’ termasuk syirik. Agar terhindar dari perbuatan ini maka setiap melakukan amal baik hendaklah dilakukan dengan penuh keikhlasan (Hanya Mengharap keridhoan Allah Semata). Perbuatan yang dilakukan dengan penuh keikhlasan pastilah akan mendapat pahala di akhirat. Adapun perbuatan baik yang dilakukan dengan riya’, amal perbuatan tersebut sia-sia karena tidak bernilah di hadapan Allah Swt.
  • PERT. 10 : IMAN KEPADA ALLAH SWT

    assalamu'alaikum wr.wb.

    Teman-teman mahasiswa yang ebrbahagia, pada sesi ini kita akan belajar bersama tentang Iman kepada Allah swt. semoga kita dapat mengambil hikmah dan meningkatkan keimanan kita kepada Allah swt dan semakin banyak mengerjakan ketaatan kepada Allah swt.

    Sebelum dilanjutkan mari kita luruskan niat dan kita awali dengan membaca bismillahirrahmaanirrahiim dari tempat masing-masing.

    IMAN KEPADA ALLAH SWT

    Menurut Al-Jurjani (wafat pada 816 H) dalam At-Takrifat, secara bahasa, iman adalah membenarkan dengan hati. Sementara menurut syariat, iman adalah meyakini dengan hati dan mengikrarkan dengan lisan. 

    Dalam Kitab safinah karangan Syekh Nawawi Iman ada 6 perkara, hal ini bersandar pada hadis yang terkenal, yang disebut dengan hadis Jibril. Yaitu, ketika Jibril ‘Alaihis Salaam mendatangi Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam dalam wujud manusia, untuk bertanya dalam rangka mengajarkan apa itu Islam, iman dan ihsan.

    قَالَ : صَدَقْتَ فَعَجِبْنَا لَهُ يَسْأَلُهُ وَيُصَدِّقُهُ قَالَ : فَأَخْبِرْنِي عَنِ الإِيْمَانِ قَالَ أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ

    Artinya : “Orang itu berkata, “Engkau benar.” Kami pun heran, ia bertanya lalu membenarkannya. Orang itu berkata lagi, “Beritahukan kepadaku tentang Iman.” Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam menjawab: “Engkau beriman kepada Allah, kepada para Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, kepada para rasul-Nya, kepada hari Kiamat dan kepada takdir yang baik maupun yang buruk.” Orang tadi berkata, “Engkau benar.” (HR Muslim, no. 8)

    Iman kepada Allah merupakan suatu keyakinan yang sangat mendasar. Tanpa adanya iman kepada Allah SWT, seorang tidak akan beriman kepada yang lain, seperti beriman kepada malaikat dll.

     (يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا آمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَالْكِتابِ الَّذِي نَزَّلَ عَلى رَسُولِهِ وَالْكِتابِ الَّذِي أَنْزَلَ مِنْ قَبْلُ وَمَنْ يَكْفُرْ بِاللَّهِ وَمَلائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلالاً بَعِيداً (136) 

    Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab Allah yang diturunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab Allah yang diturunkan sebelumnya, Barang siapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya,Rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya. (QS An Nisa: 136)

    Iman kepada Allah berarti menyakini bahwa Allah adalah : 

    1. Allah adalah Tuhan yang menciptakan kita dan alam semesta, yang memelihara dan yang menghancurkannya, karena itu Allah bersifat Tunggal/Esa dalam perbuatannya, Esa dalam penciptaannya artinya Allah tidak mempunyai sekutu atau kawan dalam menciptakan, memelihara dan menghancurkan ciptaannya. 

    2.  Allah adalah satu-satunya Tuhan yang berhak disembah, karena tidak sekutu bagi Allah, maka ketika beribadah kepada Allah dilarang untuk bersekutu dengan hal yang lain selain Allah SWT. Misalnya kita beribadah kepada Allah tetapi juga menyembah atau memohon bantuan juga kepada yang gaib, misalnya ke Gunung Kidul ke Ratu Pantai selatan dll.  Ketika kita menyekutukan Allah berarti kita telah berbuat musyrik atau syirik dan Allah membenci perbuatan tersebut. 

    Firman Allah SWT yang artinya: “Hai orang-orang yang telah diberi al-Kitab, berimanlah kamu kepada apa yang telah Kami turunkan (Al-Qur’an), yang membenarkan kitab yang ada pada kamu sebelum Kami mengubah muka(mu), lalu Kami putarkan ke belakang, atau Kami kutuk mereka sebagaimana Kami telah mengutuk orang-orang (yang berbuat maksiat) pada hari Sabtu. Dan ketetapan Allah pasti berlaku. (QS 4:47) dan juga "Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Allah mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar". ” (an-Nisaa’: 47-48)

    3. Beriman kepada Allah adalah menyakini bahwa Allah Allah memiliki nama-nama dan sifat yang telah ditetapkan Allah dalam Al-Qur’an dan Rasul-Nya dalam As Sunnah, tanpa tamtsil (menyamakan dengan sifat makhluk), takyif (menanyakan “Bagaimana hakikat sifat Allah?”), ta’thil (meniadakan) dan tanpa ta’wil (mengartikan lain, seperti mengartikan “Tangan” diartikan dengan “Kekuasaan”).

    Sifat Allah adalah bersifat “Maha” karena itu, sifat Allah Berbeda dengan Makhluk (Mukholafatullilhawaditsi) dan Allah tidak disifati dengan sifat-sifat makhluk, misalnya Allah tidak memiliki putra dan tidak diputrakan. 

    Makna Iman Kepada Allah

    Iman kepada Allah merupakan asas dan pokok dari keimanan, yakni keyakinan yang pasti bahwa Allah adalah Rabb dan pemilik segala sesuatu, Dialah satu-satunya pencipta, pengatur segala sesuatu, dan Dialah satu-satunya yang berhak disembah, tidak ada sekutu bagi-Nya. Semua sesembahan selain Dia adalah sesembahan yang batil, dan beribadah kepada selain-Nya adalah kebatilan. Allah swt berfirman,

    ذَلِكَ بِأَنَّ اللهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّ مَايَدْعُونَ مِن دُونِهِ هُوَ الْبَاطِلُ وَأَنَّ اللهَ هُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ

    (Kuasa Allah) yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya Allah, Dialah (Tuhan) Yang Haq dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain dari Allah, itulah yang batil, dan sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS. Al Hajj: 62)

    Dialah Allah yang disifati dengan sifat yang sempurna dan  mulia, tersucikan dari segala kekurangan dan  cacat. Ini merupakan perwujudan tauhid yang tiga, yatu tauhid rububiyah, tauhid uluhiyah, dan tauhdi asma’ wa shifat. Keimanan kepada Allah mengandung tiga macam tauhid ini, karena makna iman kepada Allah adalah keyakinan yang pasti tentang keesaan Allah Ta’ala dalam rububiyah, uluhiyah, dan seluruh nama dan sifat-Nya. (Al Irysaad ilaa shahiihil I’tiqaad, Syaikh Sholeh al Fauzan).

    Cakupan Iman  Kepada Allah

    Iman kepada Allah mencakup empat perkara :

    1. Iman tentang keberadaan (wujud) Allah.
    2. Iman tentang keesaan Allah dalam rubuiyah
    3. Iman tentang keesaan Allah dalam uluhiyah
    4. Iman terhadap asma’ (nama) dan sifat-Nya.

    Keimanan yang benar harus mencakup empat hal di atas. Barangsiapa yang tidak beriman kepada salah satu saja maka dia bukan seorang mukmin. (Syarh al ‘Aqidah al Washitiyah, Syaikh Muhammad bin Sholih al ‘Utsaimin)

    Dalil Tentang Keberadaan Allah

    Keberadaan Allah adalah sesuatu yang sudah sangat jelas. Hal ini dapat ditunjukkan dengan dalil akal, hissi (inderawi), fitrah, dan dalil syariat.

    Dalil akal menunjukkan adanya Allah, karena seluruh makhluk yang ada di alam ini, baik yang sudah ada maupun yang akan datang, sudah tentu ada penciptanya. Tidak mungkin makhluk itu mengadakan dirinya sendiri atau ada begitu saja dengan sendirinya tanpa ada yang menciptakan.

    Adapun petunjuk fitrah juga menyatakan keberadaan Allah. Seluruh makhluk telah diciptakan untuk beriman kepada penciptanya tanpa harus diajari sebelumnya. Tidak ada makhluk yang berpaling dari fitrah ini kecuali hatinya termasuki oleh sesuatu yang dapat memalingkannya dari fitrah itu. Hal ini  berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Setiap anak lahir dalam keadaan fitrah (Islam, ed), lalu orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, dan Majusi” (HR. Bukhari dan Muslim).

    Indera yang kita miliki juga bisa menunjukkan tentang keberadaan Allah. Kita semua bisa menyaksikan dikabulkannya permohonan orang-orang yang berdoa dan ditolongnya orang-orang yang kesusahan. Ini menunjukkan secara qath’i (pasti) akan adanya Allah. Demikian pula ayat-ayat (tanda-tanda) para nabi yang dinamakan mukjizat yang disaksikan oleh manusia atau yang mereka dengar merupakan bukti yang nyata akan adanya Dzat yang mengutus mereka, yaitu Allah Ta’ala. Sebab, kemukjizatan-kemukjizatan itu di luar jangkauan manusia pada umumnya, yang memang sengaja diberlakukan oleh Allah Ta’ala untuk mengokohkan dan memenangkan para rasul-Nya.

    Sedangkan dari segi syariat juga menyatakan keberadaan Allah. Sebab kitab-kitab samawi seluruhnya menyatakan demikian. Apa saja yang dibawa oleh kitab-kitab samawi, berupa hukum-hukum yang menjamin kemaslahatan makhluk merupakan bukti bahwa hal itu datang dari Rabb yang Maha Bijaksana dan Maha Tahu akan kemaslahatan makhluk-Nya. Berita-berita yang berkenaan dengan alam yang terdapat dalam kitab-kitab tersebut merupakan bukti bahwa kitab-kitab itu berasal dari Rabb yang Maha Kuasa untuk mencipta apa yang diberitakan itu. (Simak pembahasan lengkap masalah ini pada kitab Syarh al ‘Aqidah al Wasithiyah dan Kitab Syarh Ushuulil Iman, Syaikh Muhammad bin Sholih al ‘Utsaimin).

    Iman terhadap Rububiyah

    Maksudnya adalah beriman bahwa  Allah adalah satu-satunya Rabb yang tidak mempunyai sekutu. Rabb adalah Dzat ayang berwenang mencipta, memiliki, dan memerintah. Tiada yang dapat mencipta selian Allah, tiada yang memiliki kecuali Allah, serta tiada yang berhak memerintahkan kecuali Allah. Allah Ta’ala berfirman,

    إِنَّ رَبَّكُمُ اللهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ يُغْشِى الَّيْلَ النَّهَارَ يَطْلُبُهُ حَثِيثًا وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ وَالنُّجُومَ مُسَخَّرَاتٍ بِأَمْرِهِ أَلاَلَهُ الْخَلْقُ وَاْلأَمْرُ تَبَارَكَ اللهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ

    Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas ‘Arsy . Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. Al A’rof: 54).

    Tidak ada satupun dari makhluk yang mengingkari rububiyah Allah Ta’ala kecuali  karena sombong. Namun sebenarnya ia tidak meyakini apa yang diucapkannya. Sebagaimana terdapat pada diri Fir’aun yang mengatakan kepada kaumnya,

    فَقَالَ أَنَا رَبُّكُمُ اْلأَعْلَى

    (Seraya) berkata:”Akulah tuhanmu yang paling tinggi”.” (QS. An Nazi’at: 24)

    وَقَالَ فِرْعَوْنُ يَآأَيُّهَا الْمَلأُ مَاعَلِمْتُ لَكُم مِّنْ إِلَهٍ غَيْرِي فَأَوْقِدْ لِي يَاهَامَانُ عَلَى الطِّينِ فَاجْعَل لِّي صَرْحًا لَّعَلِّي أَطَّلِعُ إِلَى إِلَهِ مُوسَى وَإِنِّي لأَظُنُّهُ مِنَ الْكَاذِبِينَ

    Dan berkata Fir’aun: “Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui tuhan bagimu selain aku. Maka bakarlah hai Haman untukku tanah liat kemudian buatkanlah untukku bangunan yang tinggi supaya aku dapat naik melihat Tuhan Musa, dan sesungguhnya aku benar-benar yakin bahwa dia termasuk orang-orang pendusta”.” (QS. Al Qashash: 38)

    Namun sebenarnya yang dia katakan itu bukan berasal dari keyakinan. Allah Ta’ala berfirman,

    وَجَحَدُوا بِهَا وَاسْتَيْقَنَتْهَآ أَنفُسُهُمْ ظُلْمًا وَعُلُوًّا فَانظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُفْسِدِينَ

    Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongan (mereka) padahal hati mereka meyakini (kebenaran)nya. Maka perhatikanlah betapa kesudahan orang-orang yang berbuat kebinasaan.” (QS. An Naml: 14).

    Bahkan kaum musyrikin yang diperangi oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengakui rububiyah Allah, namun mereka menyekutukan-Nya dalam uluhiyah. Allah Ta’ala berfirman,

    وَلَئِن سَأَلْتَهُم مَّنْ خَلَقَهُمْ لَيَقُولُنَّ اللهُ فَأَنَّى يُؤْفَكُونَ

    Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: “Siapakah yang menciptakan mereka, niscaya mereka menjawab: “Allah”, maka bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari menyembah Allah)?” (QS. Az Zukhruf:87). (Syarh Ushuulil Iman, Syaikh Muhammad bin Sholih al ‘Utsaimin)

    Dengan demikian beriman dengan rubiyah saja tidak cukup. Buktinya kaum musyrikin tetap diperangi oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sedangkan mereka mengakui tentang rububiyah Allah.

    Iman Kepada Uluhiyah

    Kita wajib beriman terhadap tauhid uluhiyah atau tauhid ibadah. Disebut tauhid uluhiyah karena penisbatannya kepada Allah dan disebut tauhid ibadah karena penisbatannya kepada makhluk. Adapun yang dimaksud tauhid uluhiyah adalah pengesaan Allah dalam ibadah karena hanya Allah satu-satunya yang berhak diibadahi. Allah Ta’ala berfirman,

    ذَلِكَ بِأَنَّ اللهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّ مَايَدْعُونَ مِن دُونِهِ الْبَاطِلُ

    ” Demikianlah, karena sesungguhnya Allah, Dialah yang hak dan sesungguhnya yang mereka seru selain Alloh, itulah yang batil” (QS. Luqman: 30).

    Banyak manusia yang kufur dan ingkar dalam hal tauhid ini. Karena itulah Allah mengutus para rasul dan menurunkan kitab-kitab kepada mereka, sebagaimana Allah jelaskan,

    وَمَآأَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلاَّنُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لآ إِلَهَ إِلآ أَنَا فَاعْبُدُونِ

    ” Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku“.” (QS. Al Anbiya’: 25) (Al Qoulul Mufiid bi Syarhi Kitaabit Tauhiid, Syaikh Muhammad bin Sholih al ’Utsaimin)

    Antara  Rububiyah dan Uluhiyah

    Antara tauhid rububiyah dan tauhid uluhiyah mempunyai hubungan yang tidak dapat dipisahkan. Tauhid rububiyah mengkonsekuensikan tauhid uluhiyah. Maksudnya pengakuan seseorang terhadap tauhid rububiyah mengharuskan pengakuannya terhadap tauhid uluhiyah. Barangsiapa yang telah mengetahui bahwa Allah adalah Tuhan yang menciptakannya dan mengatur segala urusannya, maka ini mengharuskan baginya untuk beribadah hanya kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya. Sedangkan tauhid uluhiyah terkandung di dalamnya tauhid rububiyah. Maksudnya, jika seseorang mengimani tauhid uluhiyah pasti ia mengimani tauhid rububiya. Barangsiapa yang beribadah kepada Allah semata dan tidak menyekutukan-Bya, pasti ia akan meyakini bahwa Allahlah Tuhannya dan penciptanya. Hal ini sebgaimana perkataan Nabi Ibrahim ‘alaihis salaam,

    قَالَ أَفَرَءَيْتُم مَّاكُنتُمْ تَعْبُدُونَ {75} أَنتُمْ وَءَابَآؤُكُمُ اْلأَقْدَمُونَ {76} فَإِنَّهُمْ عَدُوٌّ لِّي إِلاَّرَبَّ الْعَالَمِينَ {77} الَّذِي خَلَقَنِي فَهُوَ يَهْدِينِ {78} وَالَّذِي هُوَ يُطْعِمُنِي وَيَسْقِينِ {79} وَإِذَامَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِينِ {80} وَالَّذِي يُمِيتُنِي ثُمَّ يُحْيِينِ {81} وَالَّذِي أَطْمَعُ أَن يَغْفِرَ لِي خَطِيئَتِي يَوْمَ الدِّينِ {82}

    “Ibrohim berkata : “Maka apakah kamu telah memperhatikan apa yang selalu kamu sembah(75), kamu dan nenek moyang kamu yang dahulu?(76), karena sesungguhnya apa yang kamu sembah itu adalah musuhku, kecuali Tuhan semesta alam(77), (yaitu Tuhan) Yang telah menciptakan aku, maka Dialah yang menunjuki aku(78), dan Tuhanku, Yang Dia memberi makan dan minum kepadaku(79), dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkanku(80), dan Yang akan mematikan aku, kemudian akan menghidupkan aku (kembali)(81), dan Yang amat aku inginkan akan mengampuni kesalahanku pada hari kiamat(82).” (QS. Asy Syu’aroo’:75-82)

    Tauhid rububyah dan uluhiyah  terkadang disebutkan bersamaan, maka ketika itu maknanya berbeda. Karena pada asalnya ketika ada dua kalimat yang disebutkan secara bersamaan dengan kata sambung menunjukkan dua hal yang berbeda. Hal ini sebagaimana firman Allah,

    قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ {1} مَلِكِ النَّاسِ {2} إِلَهِ النَّاسِ {3}

    “Katakanlah ;” Aku berlindung kepada Robb (yang memlihara dan menguasai) manusia(1). Raja manusia(2). Sesembahan manusia(3).” (QS. An Naas :1-3). Makna Robb dalam ayat ini adalah Raja yang mengatur manusia. Sedangkan makna Ilaah adalah sesembahan satu-satunya yang berhak untuk disembah.

    Terkadang tauhid uluhiyah atau rububiyah disebut sendiri tanpa bergandengan. Maka ketika disebutkan salah satunya, maka sudah mencakup makna yang lainnya. Hal ini sebagaimana ucapan malaikat maut kepada mayit di kubur, “Siapa Rabbmu?” Maka maknanya, “Siapakah penciptamu dan sesembahanmu?” Hal ini juga sebagaimanan firman Allah,

    الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِن دِيَارِهِم بِغَيْرِ حَقٍّ إِلآَّ أَن يَقُولُوا رَبُّنَا اللهُ {40}

    “(yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata :”Tuhan kami hanyalah Alloh” (QS. Al Hajj:40)

    قُلْ أَغَيْرَ اللهِ أَبْغِي رَبًّا {164}

    “Katakanlah:”Apakah aku akan mencari Tuhan selain Alloh” (QS. Al An’am :164)

    إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا {30}

    “Sesungguhnya ornag-orang yang mengaatkan “Tuhan kami ialah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka” (QS. Fushshilat :30). Penyebutan rububiyah dalam ayat-ayat di atas mengandung makna uluhiyah. (Lihat Al irsyaad ilaa shohiihili i’tiqood, Syaikh Sholeh al Fauzan)

    Iman kepada Asma’ (Nama) dan Sifat Allah

    Termasuk pokok keimanan kepada Allah adalah iman terhadap tauhid asma’ wa shifat. Maksudnya adalah  pengesaan Allah ‘Azza wa Jalla dengan asma’ dan shifat yang menjadi milik-Nya. Tauhid ini mencakup dua hal yaitu penetapan dan penafian. Artinya kita harus menetapkan seluruh asma’ dan shifat bagi Allah sebagaimana yang Dia tetapkan bagi diri-Nya dalam kitab-Nya dan sunnah nabi-Nya, dan tidak menjadikan sesuatu yang semisal dengan Allah dalam asma’ dan shifat-Nya. Hal ini ditegaskan Allah dalam firman-Nya,

    لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَىْءُُ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ {11}

    ” Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan-Nya, dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”(QS. Asy Syuuro: 11) (Al Qoulul Mufiid bi Syarhi Kitaabit Tauhiid, Syaikh Muhammad bin Sholih al ’Utsaimin).

    Cabang Keimanan yang Tertinggi

    Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallaam bersabda, “ Iman terdiri dari 70-an atau 60-an cabang. Cabang yang paling tinggi adalah ucapan Laa ilaaha ilallah, sedangkan cabang yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan. Dan malu adalah sebagian dari cabang keimanan.” (HR. Muslim). Syaikh Abdurrahman As Sa’di menjelaskan, “Cabang keimanan yang paling tinggi dan merupakan pokok sekaligus asasnya adalah ucapan Laa ilaaha ilallah. Ucapan yang jujur dari hati disertai ilmu dan yakin bahwa tidak ada yang memiliki sifat uluhiyah kecuali Allah semata. Dialah Tuhan yang memelihara seluruh alam dengan keutamaan dan ihsan. Semua butuh kepada-Nya sedangkan ia tidak butuh siapapun, semuanya lemah sedangkan Dia Maha Perkasa. Ucapan ini harus dibarengi ubudiyah (peribadatan) dalam setiap keadaan dan mengikhlaskan agama kepada-Nya. Sesungguhnya seluruh cabang-cabang keimanan adalah cabang dan buah dari asas ini (yakni iman kepada uluhiyah Allah)” (Bahjatu Quluubil Abrar wa Qurrotu ‘Uyuunil Akhyaar, Syaikh Abdurrahman As Sa’di)


    Cara Beriman Kepada Allah SWT

    Beriman kepada Allah SWT adalah rukun iman pertama yang wajib diimani seorang Muslimin. Tidak mungkin dikatakan sebagai seorang Muslim tanpa beriman kepada Allah SWT. Namun beriman kepada Allah SWT bukan hanya dilafazkan dalam hati saja, melainkan melalui perbuatan nyata. Berikut adalah cara beriman kepada Allah SWT yang wajid dilakukan Muslimin:

    1. Percaya tiada Tuhan selain Allah

    Cara yang paling utama dalam beriman pada Allah adalah dengan percaya bahwa Allah satu-satunya Tuhan. Tidak ada zat lain yang mampu menandingi Allah SWT. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman,

    “(Kuasa Allah) yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya Allah, Dialah (Tuhan) Yang Haq dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain dari Allah, itulah yang batil, dan sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS. Al Hajj: 62).

    2. Percaya kekuasaan dan kebesaran Allah

    Percaya kekuasaan dan kebesaran Allah dalam menciptakan dan mengatur segala sesuatu merupakan cara beriman selanjutnya. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman, “Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas ‘Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. Al A’rof: 54).

    3. Percaya pada nama dan sifat Allah

    Tidak ada satu pun makhluk yang memiliki sifat seperti Allah. Hanya Allah lah yang memiliki nama dan sifat yang menjadi milikNya. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman, “Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan-Nya, dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Asy Syuuro: 11)

    Rasulullah saw bersabda, “Iman terdiri dari 70-an atau 60-an cabang. Cabang yang paling tinggi adalah ucapan Laa ilaaha ilallah, sedangkan cabang yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan. Dan malu adalah sebagian dari cabang keimanan.” (HR. Muslim).

    4. Percaya bahwa Rasul adalah utusan Allah

    Tak hanya sekadar percaya kebesaran Allah tetapi juga percaya bahwa Nabi dan Rasul merupakan utusan Allah. Allah swt berfirman, “Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku”.” (QS. Al Anbiya’: 25).

    5. Menjaga sholat dan ibadah wajib lainnya

    Tidak ada bukti keimanan yang lebih kuat dibandingkan dengan menjaga shalat lima waktu serta ibadah wajib lainnya.  Allah swt berfirman, “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan ruku’lah bersama orang-orang yang ruku’.” (QS. Al-Baqarah: 43).

    6. Memohon hanya pada Allah

    Orang yang beriman hanya meminta pertolongan pada Allah semata. Allah swt berfirman, “Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan.” (QS. Al-Fatihah: 4).

    7. Berbakti pada kedua orang tua

    Amalan yang juga menjadi cara beriman kepada Allah adalah berbakti kepada kedua orang tua. Ridho orang tua adalah ridho Allah, maka gapailah ridho Allah melalui bakti pada kedua orang tua. “Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula)...” (QS. Al-Ahqaf: 15).

    Faedah Iman yang Benar

    Iman kepada Allah dengan benar akan menghasilkan buah yang agung bagi orang-orang yang beriman, di antaranya:

    1. Terwujudnya ketauhidan kepada Allah Ta’ala, di mana tidak ada tempat bergantung selain Allah dalam rasa harap dan takut , serta tidak ada yang berhak disembah selain Allah.
    2. Sempurnanya kecintaan kepada Allah Ta’ala dan pengagungan terhadap-Nya sesuai dengan nama-nama-Nya yang indah dan sifat-sifat-Nya yang mulia.
    3. Terwujudnya peribadahan kepada-Nya dengan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. (Syarh Ushuulil Iman, Syaikh Muhammad bin Sholih al ‘Utsaimin)


  • PERT. 11 : IMAN KEPADA MALAIKAT

    Assalamu'alaikum wr.wb.

    pada pertemuan ini teman-teman mahasiswa akan mempelajari seputar iamn kepada malaikat dengan keimanan yang benar berdasarkan tuntunan Islam yang bersumber dari al Qur'an dan Hadits yang maqbullah.

    Sebelum kita lanjutkan mari kita kita awali dengan membaca bismillahirrahmaanirrahiim dari tempat masing-masing. berikutnya mari kita simak ringkasan materi berikut ini;

    Iman kepada Malaikat

    man kepada Malaikat merupakan salah satu landasan agama Islam. AllahTa`ala berfirman yang artinya: “Rasul telah beriman kepada al-Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian juga orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya….” (QS. Al-Baqarah: 285) Rasulullah ketika ditanya oleh Jibril `alaihis salam tentang iman, beliau menjawab: “(Iman yaitu) Engkau beriman dengan Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, hari akhir, dan beriman dengan takdir yang baik dan buruk.” (Muttafaq `alaih)

    Barangsiapa yang ingkar dengan keberadaan malaikat, maka dia telah kafir, keluar dari Islam. Allah Ta`ala berfirman yang artinya: “Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.” (QS. An-Nisa`: 136)

    Batasan Minimal Iman kepada Malaikat

    Syaikh Shalih bin `Abdul `Aziz Alu Syaikh hafidzahullah mengatakan: “Batas minimal (iman kepada malaikat) adalah keimanan bahwasanya Allah menciptakan makhluk yang bernama malaikat. Mereka adalah hamba-hamba Allah yang senantiasa taat kepada-Nya. Mereka merupakan makhluk yang diatur sehingga tidak berhak diibadahi sama sekali. Diantara mereka ada malaikat yang ditugasi untuk menyampaikan wahyu kepada para Nabi.” (Syarh Arbain Syaikh Shalih Alu Syaikh)

    Bertambah Iman Seiring dengan Bertambahnya Ilmu

    Setelah itu, setiap kali bertambah ilmu seseorang tentang rincian hal tersebut (malaikat), wajib baginya mengimaninya. Dengan begitu, maka imannya akan bertambah. Allah Ta`ala berfirman yang artinya: “Dan apabila diturunkan suatu surat, maka di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang berkata: ‘Siapakah di antara kamu yang bertambah imannya dengan (turannya) surat ini?’ Adapun orang-orang yang beriman, maka surat ini menambah imannya, dan mereka merasa gembira.” (QS. At-Taubah: 124)

    Hakikat malaikat

    Syaikh DR. Muhammad bin `Abdul Wahhab al-`Aqiil mengatakan, “Dalil-dalil dari al-Qur`an, as-Sunnah, dan ijma` (kesepakatan) kaum muslimin (tentang malaikat) menunjukkan hal-hal sebagai berikut:

    • Malaikat merupakan salah satu makhluk di antara makhluk-makhluk ciptaan Allah.
    • Allah menciptakan mereka untuk beribadah kepada-Nya, sebagaimana Allah menciptakan jin dan manusia juga untuk beribadah kepada-Nya semata.
    • Mereka adalah makhluk yang hidup, berakal, dan dapat berbicara.
    • Malaikat hidup di alam yang berbeda dengan alam jin dan manusia. Mereka hidup di alam yang mulia lagi suci, yang Allah memilih tempat tersebut di dunia karena kedekatannya, dan untuk melaksanakan perintah-Nya, baik perintah yang yang bersifat kauniyyah, maupun syar`iyyah.

    Allah Ta`ala berfirman yang artinya: “Dan mereka berkata: ‘Tuhan Yang Maha Pemurah telah mengambil (mempunyai) anak’, Maha Suci Allah. Sebenarnya (malaikat-malaikat itu), adalah hamba-hamba yang dimuliakan. Mereka itu tidak mendahului-Nya dengan perkataan dan mereka mengerjakan perintah-perintah-Nya. Allah mengetahui segala sesuatu yang di hadapan mereka (malaikat) dan yang di belakang mereka, dan mereka tiada memberi syafaat melainkan kepada orang yang diridhai Allah, dan mereka itu selalu berhati-hati karena takut kepada-Nya. Dan barangsiapa di antara mereka, mengatakan: ‘Sesungguhnya Aku adalah tuhan selain daripada Allah’, maka orang itu Kami beri balasan dengan Jahannam, demikian Kami memberikan pembalasan kepada orang-orang zalim.” (QS. Al-Anbiyaa`: 26 – 29)

    (Lihat Mu`taqad Firaqil Muslimiin wal Yahud wan Nashara wal Falasifah wal Watsaniyyiin fil Malaikatil Muqarrabiin hal. 15)

    Asal Penciptaan Malaikat

    Allah Ta`ala menciptakan malaikat dari cahaya. Hal tersebut sebagaimana terdapat dalam hadits dari Ummul Mu`minin `Aisyah radhiyallah `anha, dia mengatakan bahwasanya Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda: “Malaikat diciptakan dari cahaya.” (HR. Muslim)

    Jumlah Malaikat

    Jumlah mereka sangat banyak. Hanya Allah saja yang tahu berapa banyak jumlah mereka. Allah Ta`ala berfirman yang artinya: “Dan tidak ada yang mengetahui tentara Tuhanmu melainkan Dia sendiri. (QS. Al-Muddatstsir: 31) Ketika Rasulullah  shallallahu `alaihi wa sallammelakukan Isra` Mi`raj, berkata Jibril `alaihis salam kepada beliau: “Ini adalah Baitul Ma`mur. Setiap hari shalat di dalamnya 70 ribu malaikat. Jika mereka telah keluar, maka mereka tidak kembali lagi…. ” (Muttafaqun `alaihi)

    Sifat Fisik Malaikat

    Berikut ini kami sampaikan sebagian sifat fisik malaikat:

    • Kuatnya fisik mereka
      Allah Ta`ala berfirman tentang keadaan neraka (yang artinya), “Penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. Tahrim: 6)
      Panas api neraka, yang membuat besi dan batu meleleh, tidak membahayakan mereka.Demikian juga dengan Malakul jibal (Malaikat gunung), dimana dia menawarkan kepada Rasulullah  shallallahu `alaihi wa sallam untuk menabrakkan dua gunung kepada sebuah kaum yang mendurhakai beliau. Kemudian beliau menolak tawaran tersebut. (Hadits yang menceritakan kisah ini terdapat dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim)
    • Mempunyai sayap
      Allah Ta`ala berfirman yang artinya: “Segala puji bagi Allah Pencipta langit dan bumi, Yang menjadikan malaikat sebagai utusan-utusan (untuk mengurus berbagai macam urusan) yang mempunyai sayap, masing-masing (ada yang) dua, tiga dan empat. Allah menambahkan pada ciptaan-Nya apa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Fathiir: 1)
    • Tidak membutuhkan makan dan minum
      Allah Ta`ala berfirman yang artinya: “Dan sesungguhnya utusan-utusan Kami (malaikat-malaikat) telah datang kepada lbrahim dengan membawa kabar gembira, mereka mengucapkan: “Selamat.” Ibrahim menjawab: “Selamatlah,” maka tidak lama kemudian Ibrahim menyuguhkan daging anak sapi yang dipanggang. Maka tatkala dilihatnya tangan mereka tidak menjamahnya, Ibrahim memandang aneh perbuatan mereka, dan merasa takut kepada mereka. Malaikat itu berkata: ‘Jangan kamu takut, sesungguhnya kami adalah (malaikat-ma]aikat) yang diutus kepada kaum Luth.’” (QS. Huud: 69 – 70)As Suyuthi rahimahullah berkata: “Ar-Razi dalam tafsirnya mengatakan bahwa para ulama sepakat bahwasanya malaikat tidak makan, tidak minum, dan juga tidak menikah.”

    Ke-ma`shum-an Malaikat

    Allah Ta`ala telah manjadikan malaikat sebagai makhluk yang ma`shum, dimana  mereka tidak akan pernah bermaksiat kepada-Nya. Allah Ta`alaberfirman: “Dan mereka berkata: ‘Tuhan Yang Maha Pemurah telah mengambil (mempunyai) anak’, Maha Suci Allah….” (lihat QS. Al-Anbiyaa`: 26 – 29 di atas)

    Buah Iman kepada Malaikat

    Diantara buah dari beriman kepada malaikat adalah:

    • Mengetahui keagungan Allah Ta`ala yang telah menciptakan makhluk-makhluk yang mulia, yaitu malaikat.
    • Kecintaan kepada malaikat karena ibadah-ibadah yang mereka lakukan. (lihat Syarh Tsalatsatul Ushul Syaikh `Utsaimin)

    Demikialah sedikit bahasan tentang malaikat. Untuk mendapatkan pembahasan yang lebih rinci tentang Malaikat semoga dapat menambah keimanan kita kepada Allah swt. Selanjutnya silahkan ikuti forum sesuai dengan kelas masing-masing untuk penugasan pertemuan hari ini.

  • PERT. 12 : IMAN KEPADA NABI DAN RASUL ALLAH SWT

    Assalamu'alaikum wr.wb

    Pada pertemuan ini mahasiswa diharapkan mampu memahami hakekat Iman Kepada Rasul sebagai sarana meningkatkan iman kepada Allah swt. 

    Sebelum kita mulai perkuliahan, mari kita awali dengan membaca bacaan bismillahirrahmaanirrahiim dari tempat masing-masing. Selanjutnya silahkan simak materi doibawah ini

    IMAN KEPADA RASUL ALLAH SWT

    Pengertian Iman Kepada Rasul,

    Iman berasal dari bahasa Arab yang berarti percaya, Iman berarti meyakini dalam hati, mengucapkan dengan lisan dan mengerjakan dengan perbuatan. Secara istilah, pengertian Iman Kepada Rasul Allah berarti meyakini dengan sepenuh hati bahwa Rasul itu benar-benar utusan Allah yang ditugaskan untuk membimbing umatnya ke jalan yang benar agar selamat di dunia dan akhirat. Iman Kepada Rasul Allah merupakan rukun iman yang ke-4.

    Perbedaan Nabi dan Rasul, Rasul adalah manusia pilihan yang diberi wahyu oleh Allah untuk dirinya sendiri dan mempunyai kewajiban untuk menyampaikan wahyu yang diberi Allah untuk umatnya. Sedangkan, Nabi adalah manusia pilihan yang diberi wahyu oleh Allah untuk dirinya sendiri tapi tidak wajib menyampaikannya kepada umatnya. Sehingga seorang rasul pasti adalah nabi, tapi nabi belum tentu rasul.

    Dalil Naqli Iman Kepada Rasul

    QS. Al-An’am Ayat 48

    Artinya :
    Dan kami mengutus para rasul itu melainkan untuk memberikan kabar gembira dan memberi peringatan.Barangsiapa yang beriman dan mengadakan perbaikan, maka tidak ada kekawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”(QS. Al An’am 6:48).

    QS. An-Nisaa Ayat 136

    Artinya :
    Wahai orang-orang yang beriman! Tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya (Muhammad) dan kepada Kitab (al-Qur’an) yang diturunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang diturunkan sebelumnya. Barangsiapa ingkar kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab- Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sungguh, orang itu telah tersesat sangat jauh.” (Q.S. An-Nisa/4:136)

    Nama-Nama 25 Nabi dan Sifatnya

    1. Adam As
    2. Idris As
    3. Nuh As
    4. Hud As
    5. Sholeh As
    6. Ibrahim As
    7. Luth As
    8. Ismail As
    9. Ishaq As
    10. Yaqub As
    11. Yusuf As
    12. Ayub As
    13. Syu’aib As
    14. Musa As
    15. Harun As
    16. Zulkifli As
    17. Daud As
    18. Sulaiman As
    19. Ilyas As
    20. Ilyasa As
    21. Yunus As
    22. Zakaria As
    23. Yahya As
    24. Isa As
    25. Muhammad Saw

    Rasul Allah memiliki sifat yang sangat terpuji dan terhindar dari sifat tercela, sifat ini biasa disebut sifat wajib rasul. Sedangkan sifat tercela yang tidak mungkin dimiliki para Rasul disebut sifat mustahil rasul.

    Sifat wajib Rasul, diantaranya:

    • Sidiq artinya berkata benar
    • Amanah artinya dapat dipercaya
    • Tabligh artinya menyampaikan
    • Fathonah artinya cerdik, pandai

    Sifat mustahil Rasul, diantaranya

    • Kizib artinya berkata bohong
    • Khianah artinya tidak dapat dipercaya
    • Kitman artinya menyembunyikan
    • Baladah artinya bodoh

    Sifat Jaiz Rasul
    Sifat jaiz rasul hanya ada satu, yaitu sifat basyariah (sifat kemanusiaan), seperti makan, minum, tidur dan lain sebagainya.

    Rasul Ulul Azmi

    Rasul ulul azmi adalah utusan Allah yang memiliki kesabaran dan ketabahan yang luar biasa dalam menyampaikan risalah kepada umatnya. Ada 5 rasul ulul azmi yaitu:

    • Nabi Nuh As
    • Nabi Ibrahim As
    • Nabi Musa As
    • Nabi Isa As
    • Nabi Muhammad SAW

    Tugas Rasul Allah

    Tugas para rasul-rasul Allah SWT, yaitu:

    • Menyampaikan ajaran agama kepada manusia dan mengajak nya untuk beribadah kepada Allah.
    • Menjelaskan semua permasalahan agama yang diturunkan oleh Allah.
    • Membimbing manusia kepada kebaikan dan menjauh dari kejahatan.
    • Membawa kabar gembira (surga) dan peringatan (neraka)
    • Memperbaiki kondisi umat manusia
    • Memberikan teladan yang baik (perkataan dan perbuatan)
    • Menegakkan syari’at Allah dan mempraktekannya di tengah-tengah umat manusia
    • Memperbaiki kesaksian atas umat mereka pada hari kiamat, bahwa rasul telah menyampaikan misi yang diterima dengan jelas.

    Hikmah Diutusnya Para Rasul

    Adapun hikmah diutusnya para rasul di dunia, diantaranya yaitu:

    • Mengeluarkan manusia dari kebiasaan menyembah Tuhan selain Allah.
    • Sebagai suri tauladan yang baik untuk manusia
    • Untuk menegakkan hujjah atas manusia dengan mengutus para rasul, sehingga tidak ada alasan bagi mereka untuk membantah Allah.
    • Menjelaskan kepada manusia mengenai masalah ghaib yang tidak bisa dicapai oleh akal. (seperti nama-nama dan sifat Allah, berita tentang hari kiamat, dan lainnya).
    • Memperbaiki, membersihkan, mensucikan jiwa manusia, memperingatkan dari hal yang bisa merusaknya.

    Hikmah dan Fungsi Iman Kepada Rasul Allah

    Adapun fungsi beriman kepada rasul-rasul Allah, diantaranya yaitu:

    • Bertambah iman kepada Allah SWT dengan mengetahui bahwa rasul benar-benar manusia pilihan Allah
    • Mau mengamalkan apa yang disampaikan para rasul
    • Mempercayai tugas-tugas yang dibawanya untuk disampaikan kepada umatnya
    • Lebih mencintai dan menghormati rasul atas perjuangannya
    • Memperoleh suri teladan yang baik dalam menjalani hidup
    • Mendapat rahmat Allah
    • Mengerti tatacara bertauhid, beriman/ber’aqidah dan beribadah yang benar
    • Tuntunan menuju jalan yang benar untuk keselamatan dunia akhirat
    • Sebagai perantara mengenal Allah dengan segala sifat sempurna-Nya
    • Dapat membedakan antara yang benar (baik) dan yang salah (buruk)
    • Menjadikan teladan perilaku para rasul dalam kehidupan sehari-hari.
    • Menjadi jembatan menuju kebahagiaan yang haqiqi.

    Demikian penjelasan tentang semoga dapat menjadi sarana pemahaman tentang iman kepada Nabi dan rasul yang benar sesuaid engan syariat agama Islam.

  • PERT. 13 : IMAN KEPADA KITAB-KITAB ALLAH SWT

    assalamu'alaikum wr.wb.

    Teman-teman mahasiswa yang kami banggakan,

    Pada pertemuan ini kita akan membahas tentang Iman kepada kitab-kitab Allah swt yang telah diwahyukan kepada para Nabi dan Rasul Allah swt. 

    Sebelum kita mulai mempelajari materi mari kita luruskan niat terlebih dahulu kemudian melafadzkan bismillahirrahmaanirrahiim dari tempat masing-masing. Selanjutnya mari kita simak materi berikut ini;

    Iman kepada Kitab-kitab Allah swt

    Urgensi Iman kepada Kitab Allah

    Iman kepada kitab yang Allah turunkan merupakan salah satu ushul (landasan) iman dan merupakan rukun iman yang enam. Iman yang dimaksud adalah pembenaran yang disertai keyakinan bahwa kitab-kitab Allah haq dan benar. Kitab-kitab tersebut merupakan kalam Allah ‘Azza wa jalla yang di dalamnya terdapat petunjuk dan cahaya kepada umat yang turun kepadanya kitab tersebut. Diturunkanya kitab merupakan di antara bentuk kasih sayang Allah  kepada hambanya karena besarnya kebutuhan hamba terhadap kitab Allah. Akal manusia terbatas, tidak bisa meliputi rincian hal-hal yang dapat memberikan manfaat dan menimbulkan madharat bagi dirinya.

    Iman terhadap kitab suci merupakan salah satu landasan agama kita. AllahTa`ala berfirman yang artinya: “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan. Akan tetapi, sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman dengan Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi….” (QS. Al-Baqarah: 177) Rasulullah ketika ditanya oleh Jibril `alaihis salam tentang iman, beliau menjawab:“(Iman yaitu) Engkau beriman dengan Allah, para Malaikat, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, hari akhir, dan beriman dengan takdir yang baik dan buruk.” (HR. Bukhari dan Muslim)

    Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin mengatakan: “Kitab (biasa disebut dengan Kitab suci) adalah kitab yang Allah turunkan kepada rasul-Nya sebagai rahmat untuk para makhluk-Nya, dan petunjuk bagi mereka, supaya mereka mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.” (lihat kitab Rasaail fil `Aqiidah karya Syaikh Utsaimin)

    Sumber dan Tujuan Penurunan Kitab Allah

    Seluruh kitab-kitab suci sumbernya adalah satu, yaitu dari Allah Jalla wa `Alaa. Allah Ta`ala berfirman yang artinya: “ Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus makhluk-Nya.  Dia menurunkan al-Kitab (al-Quran) kepadamu dengan sebenarnya; membenarkan Kitab yang telah diturunkan sebelumnya dan menurunkan Taurat dan Injil, sebelum (al-Quran), menjadi petunjuk bagi manusia, dan dia menurunkan al-Furqaan. Sesungguhnya orang-orang yang kafir terhadap ayat-ayat Allah akan memperoleh siksa yang berat; dan Allah Maha Perkasa lagi mempunyai balasan (siksa).” (QS. Ali Imran: 2-4)

    Tujuan penurunan kitab-kitab suci juga satu, yaitu tercapainya peribadatan hanya kepada Allah semata, sebagaimana terdapat dalam firman Allah Ta`ala dalam surat al-Maidah ayat 44 – 50. (Untuk pembahasan lebih rinci, lihat kitab ar-Rusul war Risaalaat karya `Umar bin Sulaiman al-Asyqar, hal 231 – 235)

    Cakupan Iman Kepada Kitab Allah

    Iman kepada kitab Allah harus mencakup empat perkara :

    Pertama: Mengimani bahwa turunnya kitab-kitab Allah benar-benar dari sisi Allah Ta’ala.

    Kedua: Mengimani nama-nama kitab yang kita ketahui namanya seeprti Al Quran yang diturunkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa ‘alaihis salaam, Injil yang diturunkan kepada Nabi ‘Isa ‘alaihis salaam, dan Zabur yang diturunkan kepada Nabi Dawud ‘alaihis salaam. Sedangkan yang tidak kita ketahui namanya, kita mengimaninya secara global.

    Ketiga: Membenarkan berita-beritanya yang benar, seperti berita mengenai Al Quran, dan berita-berita  lain yang tidak diganti atau diubah dari iktab-kitab terdahulu sebelum Al Quran.

    Keempat: Mengamalkan hukum-hukumnya yang tidak dihapus, serta ridho dan tunduk menerimanya, baik kita mengetahui hikmahnya maupun tidak.  (Syarh Ushuulil Iman, hal 30)

    Kitab-Kitab Sebelum Al Quran Telah Dimansukh (Dihapus)

    Seluruh kitab-kitab terdahulu telah termansukhkan (terhapus) oleh Al Quran Al ‘Adziim. Allah Ta’ala berfirman,

    وَأَنزَلْنَآإِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ …{48}

    Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Qur’an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan sebagai muhaimin terhadap kitab-kitab yang lain itu…” (QS. Al Maidah: 48). Maksud “muhaimin” adalah Al Quran sebagai haakim (yang memutuskan benar atau tidaknya, ed) apa yang terdapat dalam kitab-kitab terdahulu. Berdasarkan hal ini, maka tidak dibolehkan mengamalkan hukum apapun dari hukum-hukum kitab terdahulu, kecuali yang benar dan diakui oleh Al Quran.  (Syarh Ushuulil Iman, hal 30-31)

    Kitab-kitab terdahulu semuanya mansukh (dihapus) dengan turunnya Al Quran Al ‘Adziim yang telah Allah jamin keasliannya. Karena Al Quran akan tetap menjadi hujjah bagi semua makhluk sampai hari kiamat kelak. Dan sebagai konsekuensinya, tidak boleh berhukum dengan selain Al Quran dalam kondidi apapun. Sebagaimana yang disebutkan dalam firman Allah ,

    …فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَىْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلأَخِرِ ذَلِكَ خَيْرُُ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً {59}

    “…Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”  (QS. An Nisaa’: 59). (Husuulul Ma’muul bi Syarhi Tsalaatsatil Ushuul, hal 33)

    Setiap Rasul Memiliki Kitab

    Setiap Rasul memiliki kitab. Dalilnya dalah firman Allah,

    لَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلَنَا بِالْبَيِّنَاتِ وَأَنزَلْنَا مَعَهُمُ الْكِتَابَ وَالْمِيزَانَ … {25}

    “ Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan)…” (QS. Al Hadiid: 25)

    Ayat ini menjadi dalil bahwa setiap rasul memiliki kitab, namun kita tidak mengetahui seluruh kitab. Kita hanya mengetahuii sebagiannya, seperti shuhuf Ibrahim dan Musa, Taurat, Zabur, Injil, dan Al Quran. Kita mengimani setiap kitab yang diturunkan kepada para rasul. Jika kita tidak mengetahuinya, maka kewajiban kita adalah beriman secara global. (Syarh al ‘Aqidah al Washitiyah, hal 40)

    Sikap Manusia Terhadap Kitab yang Allah Turunkan

    Manusia  terbagi menjadi tiga golongan dalam menyikapi kitab samawi yang Allah turunkan:

    Golongan pertama: Orang-orang yang mendustakan semuanya. Mereka adalah musuh-musuh para rasul dari kalangan orang kafir, orang musyrik, dan ahli filsafat.

    Golongan kedua: Orang-orang mukmin yang beriman terhadap seluruh rasul dan kitab yang diturunkan kepada mereka. Sebagaimana Allah firmankan,

    ءَامَنَ الرَّسُولُ بِمَآأُنزِلَ إِلَيْهِ مِن رَّبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ كُلٌّ ءَامَنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ … {285}

    Rasul telah beriman kepada Al Qur’an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya…” (QS. Al Baqoroh: 285).

    Golongan ketiga: Orang-orang Yahudi dan Nashrani serta yang mengikuti jalan mereka. Mereka mengatakan,

    … نُؤْمِنُ بِمَآ أُنزِلَ عَلَيْنَا وَيَكْفُرُونَ بِمَا وَرَآءَهُ وَهُوَ الْحَقُّ مُصَدِّقًا لِّمَا مَعَهُمْ … {91}

    …Kami hanya beriman kepada apa yang diturunkan kepada kami”. Dan mereka kafir kepada Al Qur’an yang diturunkan sesudahnya, sedang Al Qur’an itu adalah (Kitab) yang hak. yang membenarkan apa yang ada pada mereka,,,” (QS. Al Baqoroh: 91).

    Mereka beriman terhadap sebagian kitab, namun kufur dengan sebagian yang lain. Allah berfirman tentang mereka,

    … أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْكِتَابِ وَتَكْفُرُونَ بِبَعْضٍ فَمَاجَزَآءُ مَن يَفْعَلُ ذَلِكَ مِنكُمْ إِلاَّ خِزْيُُفيِ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يُرَدُّونَ إِلىَ أَشَدِّ الْعَذَابِ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ {85}

    “ … Apakah kamu beriman kepada sebahagian Al Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat” (QS. Al Baqoroh:85).

    Tidak ragu lagi bahwa beriman dengan sebagian kitab dan kufur dengan sebagian yang lain sama saja dengan kufur terhadap semuanya.  Karena keimanan harus mencakup dengan seluruh kitab samawi dan seluruh para rasul, tidak memebdakan dan menyelisihi  sebagiannya. Allah Ta’ala mencela orang-orang yang membedakan dan menyelisihi kitab, sebagaimana firman-Nya,

    … وَإِنَّ الَّذِينَ اخْتَلَفُوا فِي الْكِتَابِ لَفِي شِقَاقٍ بَعِيدٍ {176}

    …dan sesungguhnya orang-orang yang berselisih tentang (kebenaran) Al Kitab itu, benar-benar dalam penyimpangan yang jauh (dari kebenaran)” (QS. Al Baqoroh:176). (Al Irsyaad ilaa Shahiihil I’tiqaad, hal 143-144)

    Faedah Iman Kepada Kitab Allah

    Iman kepada kitab-kitab Allah akan membuahkan faedah yang agung, di antaranya :

    Pertama: Mengetahui perhatian Allah terhadap para hambanya dengan menurunkan kitab kepada setiap kaum sebagai petunjuk bagi mereka.

    Kedua: Mengetahui hikmah Allah Ta’ala mengenai syariat-syariat-Nya, di mana Allah telah menurunkan syariat untuk setiap kaum yang sesuai dengan kondisi mereka, sebagaimana yang Allah firmankan,

    … لِكُّلٍّ جَعَلْنَا مِنكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا … {48}

    …Untuk tiap-tiap umat diantara kamu , Kami berikan aturan dan jalan yang terang…” (QS. Al Maidah: 48).

    Ketiga: Mensyukuri nikmat Allah berupa diturunkanya kitab-kitab(sebagai pedoman dan petunjuk, ed). (Syarh Ushuulil Iman, hal 31).

    Demikianlah secara ringkas aqidah ahlussunnah tentang iman kepada kitab suci. Semoga tulisan yang ringkas ini bermanfaat. Wa shallallahu ‘alaa Nabiyyinaa Muhammad wa ‘ala aalihi wa shahbihi wa sallam.

    Kedudukan al-Qur`an di antara Kitab-kitab Suci Lainnya

    Al-Qur`an merupakan kitab suci terakhir dan penutup dari kitab-kitab suci sebelumnya. Selain itu, al-Qur`an juga merupakan hakim atas kitab-kitab suci sebelumnya. Allah Ta`ala berfirman yang artinya: “Dan kami telah turunkan kepadamu al-Qur`an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan muhaiminan (batu ujian) terhadap kitab-kitab yang lain itu; Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu…. ” (QS. Al-Maidah: 48)

    Al-Qur`an merupakan kitab suci paling panjang dan paling luas cakupannya. Rasulullah shallallahu `alahi wa sallam bersabda: “Saya diberi ganti dari Taurat dengan as-sab`ut thiwaal (tujuh surat dalam al-Qur`an yang panjang-panjang). Saya diberi ganti dari Zabur dengan al-mi`iin (surat yang jumlah ayatnya lebih dari seratus). Saya diberi ganti dari Injil dengan al-matsani (surat yang terulang-ulang pembacaannya dalam setiap rekaat shalat) dan saya diberi tambahan dengan al-mufashshal (surat yang dimulai dari Qaf sampai surat an-Naas).” (HR. Thabarani dan selainnya, dishahihkan sanadnya oleh al-Albani)

    Di antara perkara lain yang menjadi kekhususan al-Qur`an dari kitab-kitab suci lainnya adalah penjagaan Allah terhadapnya. Allah Ta`alaberfirman yang artinya: “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya.” (QS. Al-Hijr: 9)

    Sekilas Tentang Taurat

    Taurat adalah kitab yang Allah turunkan kepada Musa `alahis salam. Taurat merupakan kitab yang mulia yang tercakup didalamnya cahaya dan petunjuk. Allah Ta`ala berfirman yang artinya: “Sesungguhnya kami Telah menurunkan Kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi)….” (QS. Al-Maidah: 44)

    Taurat yang ada saat ini – biasa disebut dengan kitab perjanjian lama – , setiap orang yang berakal tentu mengetahui bahwa taurat tersebut bukanlah taurat yang dahulu diturunkan kepada Musa `alaihis salam. Hal itu bisa diketahui dari beberapa bukti berikut:.

    • Ketidakmampuan mereka (baik Yahudi maupun Nashrani) dalam menunjukkan sanad ilmiah yang sampai kepada Musa `alaihis salam, bahkan mereka mengakui bahwa Taurat pernah hilang selama beberapa kali.
    • Terjadi banyak kontradiksi di dalamnya, yang menunjukkan bahwa sudah banyak terjadi campur tangan para ulama yahudi dalam merubah isi Taurat.
    • Banyak terdapat kesalahan ilmiah.
    • Dan masih banyak bukti lainnya.

    Allah Ta`ala berfirman yang artinya: “Maka kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang menulis al-Kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya; “Ini dari Allah”, (dengan maksud) untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka Kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri, dan Kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang mereka kerjakan.” (QS. Al-Baqarah: 79)

    Sekilas Tentang Injil

    Sedangkan Injil, dia adalah kitab yang Allah turunkan kepada Isa `alaihis salam sebagai penyempurna dan penguat bagi Taurat, mencocoki dangannya dalam sebagian besar syariatnya, petunjuk kepada jalan yang lurus, membedakan kebenaran dan kebatilan, dan menyeru kepada peribadatan kepada Allah Ta`ala semata.

    Sebagaimana taurat yang ada sekarang bukanlah taurat yang dahulu diturunkan kepada Musa, demikian juga injil yang ada sekarang, juga bukan injil yang diturunkan kepada Isa `alaihimas salam. Di antara bukti dari penyataan tersebut:

    • Penulisan injil terjadi jauh beberapa tahun setelah diangkatnya Isa`alaihis salam.
    • Terputusnya sanad dalam penisbatan penulisan injil-injil tersebut kepada penulisnya.
    • Banyak terdapat kontradiksi dan kesalahan ilmiah di dalamnya
    • Dan masih banyak bukti lainnya.

    (untuk mendapatkan pembahasan lebih rinci tentang keberadaan Taurat dan Injil yang ada sekarang, silahkan merujuk ke kitab Izhaarul Haq karya Rahmatullah al-Hindy)

    Bolehkah mengikuti Taurat dan Injil setelah Turunnya al-Qur`an?

    Jawabnya: Tidak boleh. Bahkan, kalau seandainya kitab-kitab tersebut (Taurat atau Injil yang ada sekarang) adalah benar berasal dari para Nabi  mereka, maka kita tetap tidak boleh mengikutinya karena kitab-kitab tersebut diturunkan khusus kepada umat nabi tersebut dan dalam tempo yang terbatas, dan kitab-kitab tersebut sudah di-nasakh oleh al-Qur`an. Allah Ta`ala berfirman yang artinya: “Dan kami telah turunkan kepadamu al-Qur`an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan muhaiminan (batu ujian) terhadap kitab-kitab yang lain itu;…. ” (QS. Al-Maidah: 48)

    Bahkan wajib bagi Yahudi dan Nashrani saat ini untuk mengikuti al-Qur`an. Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda: “Demi Dzat Yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya! Tidaklah seorang pun dari Yahudi dan Nasrani yang mendengar akan diutusnya aku, kemudian mati dalam keadaan tidak beriman dengan apa yang aku diutus dengannya, kecuali dia termasuk penghuni neraka.” (HR. Bukahri dan Muslim)

    Demikianlah sedikit bahasan tentang Iman dengan kitab Allah. “Wahai Rabb kami, tambahkan kepada kami keimanan, keyakinan, kefakihan, dan ilmu.

     

  • PERT. 14 IMAN KEPADA HARI KIAMAT

    Pada pertemuan ini mahasiswa diajak untuk dapat memahami dan menghayati serta mengambil hikmah dari beriman kepada hari kiamat. Kemudian mahasiswa mampu mengaplikasikan dalam perbuatan-perbuatan yang mencerminkan beriman kepada hari kiamat.


  • PERT. 15 : IMAN KEPADA QADHA DAN QADAR

    Assalamu'alaikum wr.wb.

    Teman-teman mahasiswa yang kami banggakan, agenda perkuliahan kali ini kita akan membahas tema tentang kepada takdir Allah swt. semoga dengan mempelajari materi ini mahasiswa mampu memjadi pribadi yang bertakwa kepada Allah swt, rela dan ikhlas dengan setiap ketentuan (takdir) Allah swt.

    Baiklah teman-teman,

    Sebelum memasuki penjelasan materi mari luruskan niat kita dalam belajar semata-mata mengharap ridho Allah swt. meskipun belum hbisa bertatap muka semoga keikhlasan kita dalam belajar mendapat berkah yang lain dalam kehidupan kita.

    Makna Iman kepada Takdir Allah 

    Iman kepada takdir Allah swt adalah meyakini bahwa setiap kebaikan dan keburukan pasti datangnya dari Allah swt. Karena Allah berhak mengerjakan apa yang ingin Dia kerjakan dan semua kejadian di muka bumi terjadi atas kehendak-Nya, serta tidak ada satu kejadian pun yang keluar dari kehendak dan kekuasaan-Nya. Allah tetap memberikan pilihan sendiri kepada hamba-Nya untuk melakukan suatu perbuatan. Allah hanya memberikan perintah dan larangan-Nya, tanpa memaksakan sesuatu kepada hamba-Nya. Segala perbuatan hamba di muka bumi ini terjadi atas dasar kemampuan dan keinginan hamba tersebut. Allah swt adalah Pencipta mereka sekaligus Pencipta kehendak mereka. Dengan rahmat-Nya, Allah memberikan petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki dan dengan hikmah-Nya, Dia membiarkan hamba lainnya sesat. Semua keputusan Allah tidak dipertanyakan. Sebaliknya, perbuatan manusialah yang akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak.

    Beriman kepada ketentuan dan takdir Allah merupakan salah satu rukun iman. Seperti diterangkan dalam jawaban Rasulullah saw terhadap pertanyaan malaikat Jibril ketika ditanya tentang makna iman. Beliau menjawab,“Rukun iman itu adalah beriman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-Nya, Rasul-Nya, Hari Akhir dan beriman kepada ketentuan Allah, baik dan buruknya.” (HR. Muslim, no. 8)

    Kandungan dalam Iman kepada Takdir

    Iman kepada takdir Allah swt mengandung empat hal utama: 

    Ilmu

    Beriman bahwa Allah mengetahui segala sesuatu baik secara global dan terperinci. Dan bahwa Allah  sudah mengetahui semua makhluk-Nya, bahkan sebelum diciptakan. Allah sudah mengetahui batasan rezeki mereka, ajalnya, perkataan dan amal perbuatannya. Bahkan semua gerak-geriknya dan diamnya. Allah juga mengetahui semua yang tersirat dan tersembunyi dari makhluk-Nya. Juga Dia sudah mengetahui nasib hamba-Nya siapa yang akan masuk surga dan siapa yang akan masuk neraka. Allah  berfirman, “Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, Yang Mengetahui yang ghaib dan yang nyata.” (Al-Hasyr: 22).

    Menulis

    Mengimani bahwa Allah sudah menuliskan segala sesuatu di Lauhul Mahfuzh. Dalilnya adalah firman Allah, “Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam Kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya.” (Al-Hadid: 22). Rasulullah  bersabda, “Allah telah menentukan bagian makhluknya lima puluh ribu tahun sebelum Dia menciptakan langit dan bumi.” (HR. Muslim, no. 2653)

    Kehendak

    Beriman kepada kehendak Allah dan kekuasaan-Nya yang tidak bisa ditolak dan tidak bisa dilawan oleh siapapun. Karena segala kejadian terjadi kerena kehendak dan kuasa Allah. Apapun yang dikehendaki-Nya pasti terjadi dan sebaliknya. Allah  berfirman, “Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam.” (At-Takwir: 29)

    Ciptaan

    Beriman bahwa Allah adalah yang menciptakan segala sesuatu. Dia satu-satunya pencipta. Semua selain Allah adalah makhluk, dan bahwa Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. Allah  berfirman, “Dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.” (Al-Furqan: 2)

    Manusia Mempunyai Hak Memilih, Berkuasa, dan Berkehendak 

    Beriman kepada ketentuan Allah tidak menafikan kehendak dan pilihan seorang hamba dalam perbuatannya dan kemampuannya untuk menentukan pilihan. Karena syariat Islam dan realitas sehari-hari menunjukkan hal tersebut.

    Islam telah menjelaskan tentang kebebasan hamba dalam berkehendak. Allah swt berfirman, “Itulah hari yang pasti terjadi. Maka barangsiapa yang menghendaki, niscaya dia menempuh jalan kembali kepada Tuhannya.” (An-Nabaa`: 39).

    Terkait kekuasaan dan kemampuan hamba-Nya, Allah swt berfirman, “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Dia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan dia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya.” (Al-Baqarah: 286). Arti kesanggupannya adalah kemampuannya. 

    Dalam realitas kehidupan, kita bisa menyaksikan bahwa manusia mengetahui dirinya mempunyai kemampuan dan kekuasaan dalam menentukan sebuah pekerjaan atau meninggalkan suatu pekerjaan. Manusia bisa membedakan mana kejadian yang sengaja dia pilih dan mana yang di luar kekuasaannya, seperti ketika badannya bergetar dan jatuh tiba-tiba. Tetapi kekuasaan dan kemampuan seorang manusia terjadi di bawah kehendak Allah dan kekuasaan-Nya. Allah swt berfirman, ”(Yaitu) bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus, dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Rabb semesta alam.” (At-Takwir: 28-29)

    Berapologi dengan Takdir Allah swt

    Kekuasaan manusia dalam menentukan pilihan hanya terbatas pada hal-hal yang bersifat tugas dan kewajiban dalam melaksanakan perintah atau menjauhi larangan. Sehingga orang yang menentukan pilihannya kepada jalan benar maka dia akan mendapat pahala. Sebaliknya, orang yang menentukan pilihannya kepada jalan salah dan sesat maka dia akan mendapat siksa. 

    Allah swt tidak akan membebani manusia dengan sesuatu di luar kemampuannya. Allah tidak akan menerima permintaan ampun dari hamba-Nya jika dia meninggalkan ibadah dengan alasan kehendak Allah. 

    Selain itu, ketika seorang manusia akan melakukan maksiat, apakah dia tidak mengetahui kekuasaan Allah dan kehendak-Nya? Allah  sudah memberikannya kebebasan dalam memilih, selain itu Allah juga telah menerangkan mana jalan yang benar dan salah. Maka ketika seorang manusia bermaksiat, maka dialah yang memilih untuk bermaksiat. Mereka yang mengabaikan ketaatan, maka dia menanggung risikonya. 

    Buah dari Keimanan kepada Takdir Allah

    Buah dari keimanan kepada qadha dan qadar Allah swt mempunyai dampak positif dalam hidup manusia, antara lain: 

    1. Ketentuan dan qadar Allah merupakan insentif terbesar untuk amal dan aktivitas manusia dalam usahanya untuk mendapatkan ridha Allah di kehidupan ini. 
      Orang-orang yang beriman diperintahkan untuk bekerja keras dan berusaha dibarengi dengan tawakkal kepada Allah swt. Dengan mempercayai bahwa usaha yang dia lakukan tidak menentukan hasil kecuali dengan izin Allah swt. Karena Allah yang menciptakan sebab dan hasil akhir dari sebuah usaha.
      Nabi Muhammad saw bersabda, “Bersemangatlah melakukan hal yang bermanfaat bagimu, mintalah tolong kepada Allah dan janganlah bersikap lemah. Jika kamu terkena musibah, maka janganlah mengatakan seandainya aku melakukan ini dan itu, tetapi katakanlah bahwa Allah telah menentukan takdirnya. Apa yang dikehendakinya pasti terjadi. Karena kata seandainya itu membuka pintu bagi perbuatan setan.” (HR. Muslim, no. 2664). 
    2. Seorang manusia harus mengetahui batas kemampuan dirinya. Maka janganlah dia menyombongkan diri dan janganlah menolak kebenaran, karena dia tidak bisa mengetahui apa yang akan terjadi di masa yang akan datang. Karena itu, sudah seharusnya manusia mengakui kelemahannya dan ketergantungannya selalu kepada Allah.
      Biasanya apabila manusia itu mendapat kenikmatan dan kebaikan, maka dia akan terlena dan merasa sombong dengan nikmat itu. Sebaliknya, apabila dia terkena musibah, dia akan merasa gelisah dan sedih. Tidak ada yang dapat menjaga manusia dari sikap sombong dan menjaganya dari kesedihan ketika ditimpa keburukan, kecuali keimanan terhadap takdir. Yaitu keimanan bahwa apa yang terjadi itu telah ditentukan dan telah terlebih dahulu diketahui oleh Allah.  
    3. Iman kepada ketentuan Allah swt akan menghilangkan rasa iri dalam hati manusia. Sebab, manusia tidak bisa iri kepada orang lain dengan apa yang mereka miliki karena Allah-lah yang memberikan rezeki kepada setiap orang. Ketika seseorang iri dengan rezeki orang lain, maka sesungguhnya dia melawan takdir Allah.
    4.  
      Beriman kepada takdir Allah swt akan membangkitkan keberanian dan menguatkan tekad dalam menghadapi berbagai kesulitan. Karena hati akan menjadi yakin bahwa ajal dan rezeki sudah ditentukan oleh Allah swt. Ia juga menjadi yakin bahwa manusia tidak akan mendapatkan apapun, kecuali yang telah dicatat oleh Allah baginya. 
    5. Beriman kepada takdir Allah dapat menumbuhkan banyak hakikat keimanan dalam diri seorang Mukmin. Dia akan selalu meminta tolong kepada Allah, menyandarkan hidupnya kepada-Nya dan bertawakkal kepada Allah atas semua usaha yang telah dia lakukan. Selain itu, dia juga akan terus membutuhkan pertolongan Allah dan meminta pertolongan-Nya agar senantiasa kuat.
    6. Beriman kepada takdir Allah swt menumbuhkan ketenangan dalam jiwa. Seorang Mukmin akan mengetahui bahwa apa yang menimpanya bukan karena kebetulan dan apa yang bukan takdir dan bagiannya tidak akan menimpanya.

    Demikian sedikit materi tentang beriman kepada takdir Allah swt semoga mampu menambah wawasan dan ilmu untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah swt. Selanjutnya untuk presensi silahkan isi forum diskusi dengan memberikan tanggapan dari materi yang diberikan. Terimakasih

  • UJIAN AKHIR SEMESTER GANJIL

    Pada pertemuan ini mahasiswa akan mengerjakan soal Ujian Akhir Semester Ganjil mata kuliah Agama Islam. Dimohon semua mahasiswa mengerjakan Ujian Akhir ini dengan baik dan menjaga adab-adab dalam belajar agar ilmu yang didapatkan emnajdi berkah.