Pada pertemuan ini mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan peran dan posisi agama Islam di antara agama-agama lain, dan memberikan bukti mengapa manusia membutuhkan agama. sebelum membahas materi secara panjang dan lebar mari kita simak ulasan pengantar materi berikut ini;
Baik teman-teman mahasiswa yang semoga selalu dalam lindungan Allah swt.
Materi kita hari ini adalah membahas tentang Hakekat Manudsia dalam Agama Islam. pada pertemuan ini mahasiswa diharapkan mampu memahami manusia dalam pandangan Islam sehingga mampu menjadi manusia sebagaimana yang telah ditetapkan Allah swt.
Hakekat Manusia
Persoalan tentang hakikat manusia dalam kajian filsafat mempunyai tempat tersendiri dan bahkan sebagian kajian filsafat mencari tentang hakikat manusia. Menurut Zainal Abidin, ada dua aliran tertua dan terbesar dalam menyikapi dan merumuskan hakikat atau esensi manusia, yaitu materialisme dan idealisme. Materialisme sebagai sebuah paham filsafat yang meyakini bahwa esensi dari kenyataan yang ada adalah material itu sendiri, hal ini juga merembet ke dalam esensi manusia, yaitu badan itu sendiri. Sebagai cirinya apabila kenyataan yang ada tersebut dapat diukur, memiliki keluasaan, bersifat objektif dan tentunya menempati ruang. Rumusan yang bertolak belakang disampaikan oleh idealisme, yaitu aliran filsafat yang meyakini ada kekuatan spiritual di balik kenampakan yang ada atau jelasnya hakikat dari sesuatu yang ada adalah bersifat spiritual. Sesuatu yang ada tersebut juga menyangkut diri manusia.
Kedua aliran besar diatas termasuk dalam kategori aliran esensi tunggal atau sering disebut sebagai monisme. Ada yang berpaham bahwa dalam diri sesuatu yang ada itu mempunyai dua subtansi atau esensi fisik dan esensi spiritual, maka sering mendapatkan label dualisme. Manusia sebagai persona mempunyai komponen penyusun manusia itu, yaitu roh, jiwa (nafs) dan badan atau jasmani.
Ketiga unsur penyusun manusia ini menjadi bahan kajian yang panjang dalam rentetan sejarah manusia. Ketiganya tentu mempunyai fungsi masing-masing yang berlawanan tetapi saling menguatkan. Eksistensi jiwa dalam tubuh akan memberikan warna secara total bagi kemungkinan ‘ada’nya didunia dan akan menentukan kemungkinan perbuatan yang dilakukannya. Fungsi yang terakhir inilah manusia dapat menentukan perbuatannya sendiri dengan kehendak bebas. Kebebasan ini dapat dikaitkan dalam tiga hal, yaitu kebebasan dalam penyempurnaan diri, kemampuan untuk memilih dan memutuskan, dan kemampuan untuk dapat mengungkapkan berbagai dimensi manusia.
Point terakhir inilah yang dapat melahirkan berbagai peradaban didunia ini yang menakjubkan. Sehingga didalam sebuah peradaban yang dibangun itu, tentu ada pemahaman tentang hakikat manusia, baik terdapat dalam sistem
ideologinya atau ilmu yang dipelajarinya.
Inilah pengantar materi kita hari ini, semoga bisa dipahami secara mendetail sebagai paradigma/mindset yang benar terhadap pemahaman tentang manusia itu sendiri.
Konsep Manusia
1. Hayawan nathiq (makhluk hidup yang berakal/berlogika)
2. Makhluk yg berakal budi (mampu menguasai makhluk lain)
3. Makhluk yang terdiri dari ruh dan jasad yang dimuliakan Allah dengan tugas ibadah dan kedudukan sebagai khalifah di muka bumi
4. Disebut juga insan, yakni orang
sedangkan hakekat manusia sebagaimana dijelaskan di dalam al Qur'an Allah swt menyebut manusia dalam beberapa sebutan antara lain;
1. Makhluk: berada dlm fitrah (Ar-Rum: 30), lemah (An-Nisa’: 28), jahil (Al-Ahzab: 72), fakir (Fathir: 15)
2. Dimuliakan: ditiupkan ruh (As-Sajdah: 9), memiliki keistimewaan (Al-Isra’: 70), ditundukkan alam untuknya (Al-Baqarah: 29)
3. Dibebani: ibadah (Ad-Dzariyat: 56), khilafah (Al-Baqarah: 30)
4. Bebas memilih: iman atau kufur (Al-Kahfi: 29)
5. Tanggung jawab (Al-Isra’: 36): berakibat surga (Al-Baqarah: 25), berakibat neraka (Al-Bayinah: 6)
Nah ini point penting untuk dikaji lagi oleh mahasiswa dengan mendalami ayat-ayat al Qur'an tersebut.
Sebutan manusia di dalam al Qur'an juga berfariasi, misalnya dalam istilah/konsep sebagai berikut;
Konsep Al-Insan
Kata insan bila dilihat asal kata al-nas, berarti melihat, mengetahui, dan minta izin.Atas dasar ini, kata tersebut mengandung petunjuk adanya kaitan substansial antara manusia dengan kemampuan penalarannya. Manusia dapat
mengambil pelajaran dari hal-hal yang dilihatnya, dapat mengetahui apa yang benar dan apa yang salah, serta dapat meminta izin ketika akan menggunakan sesuatu yang bukan miliknya. Berdasarkan pengertian ini, tampak bahwa
manusia mampunyai potensi untuk dididik.
Potensi manusia menurut konsep al-Insan diarahkan pada upaya mendorong manusia untuk berkreasi dan berinovasi. Jelas sekali bahwa dari kreativitasnya, manusia dapat menghasilkan sejumlah kegiatan berupa pemikiran (ilmu pengetahuan), kesenian, ataupun benda-benda ciptaan. Kemudian melalui kemampuan berinovasi, manusia mampu merekayasa temuan-temuan baru dalam berbagai bidang. Dengan demikian manusia dapat
menjadikan dirinya makhluk yang berbudaya dan berperadaban.
Konsep Al-Naas
Dalam konsep an-naas pada umumnya dihubungkan dengan fungsi manusia sebagai makhluk sosial (Jalaluddin, 2003: 24).Tentunya sebagai makhluk sosial manusia harus mengutamakan keharmonisan bermasyarakat. Manusia harus hidup sosial artinya tidak boleh sendiri-sendiri.Karena manusia tidak bisa hidup sendiri. Jika kita kembali ke asal mula terjadinya manusia yang bermula dari pasangan laki-laki dan wanita (Adam dan Hawa), dan berkembang menjadi masyarakat dengan kata lain adanya pengakuan terhadap spesis di dunia ini, menunjukkan bahwa manusia harus hidup bersaudara dan tidak boleh saling menjatuhkan. Secara sederhana, inilah sebenarnya fungsi manusia dalam konsep an-naas.
Konsep Bani Adam
Adapun kata bani adam dan zurriyat Adam, yang berarti anak Adam atau keturunan Adam, digunakan untuk menyatakan manusia bila dilihat dari asal keturunannya. Dalam Al-Qur’an istilah bani adam disebutkan sebanyak 7 kali dalam 7 ayat. Penggunaan kata bani Adam menunjuk pada arti manusia secara umum. Dalam hal ini setidaknya ada tiga aspek yang dikaji, yaitu:
Pertama, anjuran untuk berbudaya sesuai dengan ketentuan Allah, di antaranya adalah dengan berpakaian guna manutup auratnya.
Kedua, mengingatkan pada keturunan Adam agar jangan terjerumus pada bujuk rayu setan yang mengajak kepada keingkaran.
Ketiga, memanfaatkan semua yang ada di alam semesta dalam rangka ibadah dan mentauhidkanNya. Kesemuanya itu adalah merupakan anjuran sekaligus peringatan Allah dalam rangka memuliakan keturunan Adam dibanding makhluk-Nya yang lain. Lebih lanjut Jalaluddin mengatakan konsep Bani Adam dalam bentuk menyeluruh adalah mengacu kepada penghormatan kepada nilai-nilai kemanusian. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa manusia dalam konsep Bani Adam, adalah sebuah usaha pemersatu (persatuan dan kesatuan) tidak ada perbedaan sesamanya, yang juga mengacu pada nilai penghormatan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusian serta mengedepankan HAM. Karena yang membedakan hanyalah ketaqwaannya kepada Pencipta.
Sebagaimana yang diutarakan dalam QS. Al-Hujarat: 13: Terjemahnya: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
Konsep Al-Ins
Kata al-Ins dalam Al-Qur’an disebutkan sebanyak 18 kali, masing- masing dalam 17 ayat dan 9 surat. Muhammad Al-Baqi dalam Jalaluddin (2003: 28) memaparkan al-Isn adalah homonim dari al-Jins dan al-Nufur. Lebih lanjut Quraish Shihab mengatakan bahwa dalam kaitannya dengan jin, maka manusia adalah makhluk yang kasab mata. Sedangkan jin adalah makhluk halus yang tidak tampak. Sisi kemanusiaan pada manusia yang disebut dalam al-Qur’an dengan
kata al-Ins dalam arti “tidak liar” atau “tidak biadab”, merupakan kesimpulan yang jelas bahwa manusia yang insia itu merupakan kebalikan dari jin yang menurut dalil aslinya bersifat metafisik yang identik dengan liar atau bebas. Dari pendapat di atas dapat dikatakan bahwa dalam konsep al-ins manusia selalu di posisikan sebagai lawan dari kata jin yang bebas. bersifat halus dan tidak biadab. Jin adalah makhluk bukan manusia yang hidup di alam “antah berantah” dan alam yang tak terinderakan. Sedangkan manusia jelas dan dapat menyesuaikan diri dengan realitas hidup dan lingkungan yang ada.
Konsep Abdu Allah (Hamba Allah)
M. Quraish Shihab dalam Jalaluddin, seluruh makhluk yang memiliki potensi berperasaan dan berkehendak adalah Abd Allah dalam arti dimiliki Allah.Selain itu kata Abd juga bermakna ibadah, sebagai pernyataan kerendahan diri.
Menurut M. Quraish memandang ibadah sebagai pengabdian kepada Allah baru dapat terwujud bila seseorang dapat memenuhi tiga hal, yaitu:
1. Menyadari bahwa yang dimiliki termasuk dirinya adalah milik Allah dan berada di bawah kekuasaan Allah.
2. Menjadikan segala bentuk sikap dan aktivitas selalu mengarah pada usaha untuk memenuhi perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.
3. Dalam mngambil keputusan selalu mengaitkan dengan restu dan izin Allah. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dalam konsep Abd Allah, manusia merupakan hamba yang seyogyanya merendahkan diri kepada
Allah.Yaitu dengan menta’ati segala aturan-aturan Allah. Sehingga dalam berbagai konsep tersebut manusia merupakan mahluk hidup yang perlu diberikan suatu tempat sendiri karena dia merupakan mahluk hidup
yang istimewa karena selain memiliki fisik, manusia memiliki akal, bersosialisasi, dan teratur. Manusia merupakan mahluk ciptaan Allah yang paling sempurna karena selain memiliki unsur fisik manusia memiliki akal yang membedakan dengan mahluk hidup lain.
Dengan memahami konsep manusia diatas kita bisa melihat bahwa ketika Allah swt menyebut manusia dengan berbagai sebutan memiliki maksud tertentu bagi kita sebagai manusia yang ebrakal.
Asal usul Kejadian Manusia
1. Melalui masa yang tidak disebutkan (Al-Insan: 1)
2. Mengalami beberapa tingkat kejadian (Nuh: 14)
3. Pada masa ruh berjanji kepada Allah (Al-A’raf: 172)
4. Ditumbuhkan dari tanah seperti tumbuh-tumbuhan (Nuh: 17)
5. Dijadikan dari tanah liat/lazib (Ash-Shaffat: 11)
6. Dijadikan dari tanah kering dan lumpur hitam (shalshal dan hamain): (Al-Hijr: 28)
7. Berproses dari saripati tanah, nuthfah dalam rahim, segumpal darah, segumpal daging, tulang, dibungkus dengan daging, hingga menjadi makhluk dengan rupa yg paling baik (Al-Mukminun: 12-14)
8. Kemudian ditiupkan roh (Ash-Shad: 72, Al-Hijr: 29)
Jadi secara umum manusia diciptakan dari tanah dengan bermacam-macam istilah, yaitu turab (tanah), tanah kering (shal shal), lumpur hitam (hamain), tanah kering (thin), dan lain-lain. Ini menunjukkan bahwa fisik manusia berasal dari macam-macam bahan yang ada dalam tanah. (Al-Mukminun: 12-16)
Dalam hadits juga dijelaskan bagaimana manusia diciptakan.“ Dari Ibnu Mas’ud RA, ia berkata : Telah bersabda kepada kami Rasulullah SAW – Beliau adalah orang yang jujur dan terpercaya - ; “ Sesungguhnya seorang diantara kamu ( setiap kamu ) benar-benar diproses kejadiannya dalam perut ibunya selama 40 hari berwujud air mani; kemudian berproses lagi selama 40 hari menjadi segumpal darah; lantas berproses lagi selama 40 hari menjadi segumpal daging; kemudian malaikat dikirim kepadanya untuk meniupkan roh kedalamnya; lantas ( sang janin ) itu ditetapkan dalam 4 ketentuan : 1. Ditentukan ( kadar ) rizkinya, 2. Ditentukan batas umurnya, 3. Ditentukan amal perbuatannya, 4. Ditentukan apakah ia tergolomg orang celaka ataukah orang yang beruntung “ ( HR Ahmad ).
Sifat-Sifat Manusia
Secara umum manusia dibekali Allah swt dengan akal dan nafsu, dengan memanfaatkan ekduanya manusia akan menemukan kebenaran dan keimanan kepada Allah swt, tetapi bagi yang salah menggunakan kedua potensi yang diberikan manusia akan tersesat dalam kemasiatan kepada Allah swt.
Oleh karena itu, manusia memiliki dua pilihan jalan sebagaimana dijelaskan sebagai berikut;
1. Jalan taqwa - benar - tazkiyah (penyucian jiwa) - meraih kesuksesan
2. Jalan fujur - salah - tadsiyah (pengotoran jiwa) - meraih kegagalan
Kedua jalan tersebut dijelaskan Allah swt dalam al Qur'an, "Demi jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya). Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sungguh beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu. Sebaliknya, sungguh merugilah orang yang mengotorinya". (Asy-Syams: 7-10)
Ketakwaan seseorang akan melahirkan sifat-sifat sebagai berikut:
1. Bersyukur dan bersabar
2. Penyantun, penyayang, dan lemah lembut
3. Bijaksana
4. Suka bertaubat
5. Senantiasa jujur dan dapat dipercaya
Sedangkan jalan fujur melahirkan sifat-sifat sebagai berikut:
1. Tergesa-gesa (Al-Isra’: 11)
2. Sering membantah (Al-Kahfi: 54)
3. Ingkar dan tidak berterima kasih kpd Tuhan (Al-‘Adiyat: 6)
4. Keluh kesah, gelisah, dan kikir (Al-Ma‘arij: 19-21)
5. Baru ingat Tuhan saat menderita (Yunus: 12)
Nah mari kita upayakan dengan maksimal pilihan jalan kita agar meraih jalan takwa kepada Allah swt.
Keistimewaan Manusia
Jika dibandingkan dengan makhluk lain manusia memiliki keistimewaan yang jauh berbeda dengan makhluk yang lain, diantaranya adalah:
1. Manusia sebagai ciptaan tertinggi dan terbaik (At-Tin: 4)
2. Manusia dimuliakan dan diistimewakan oleh Allah (Al-Isra’: 70)
3. Mendapatkan tugas mengabdi (Ad-Dzariyat: 56) shg oleh krnnya manusia disebut abdi/hamba Allah
4. Mempunyai peranan sbg khalifah (pihak yg diamanahi Tuhan utk mengelola alam semesta) (Al-An‘am) dg berbagai tingkatan.
5. Mempunyai tujuan hidup, yaitu mendapatkan ridha Allah (Al-An‘am: 163) dan kebahagiaan di dunia dan akhirat.
6. Untuk melaksanakan tugas serta peranannya guna mencapai tujuan hidupnya, manusia diberi peraturan-peraturan hidup (An-Nisa’: 105)
Demikianlah Allah swt menjadikan manusia dengan sebaik-baik ciptaan dan marilah kita menjadi manusia seutuhnya yang beriman dan bertakwa kepada Allah swt.
Semoga kita terhindar dari perilaku dan perbuatan selain manusia seperti kehewanan, kesetanan dll yang tidak sesuai dengan hakekat manusia diciptakan.