Banyak guru di daerah 3T belum memenuhi standar kualifikasi minimal (S1). Menurut laporan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), kekurangan guru berkualitas berhubungan langsung dengan rendahnya pendidikan dan pelatihan yang diterima. Studi menunjukkan bahwa guru yang tidak berkualifikasi dapat berkontribusi pada rendahnya kualitas pendidikan yang diterima siswa. Tingkat putus sekolah yang tinggi di berbagai jenjang, seperti yang dilaporkan oleh BPS, mencerminkan adanya faktor ekonomi dan sosial. Siswa sering kali harus memilih antara melanjutkan pendidikan atau membantu keluarga secara ekonomi. Penelitian menunjukkan bahwa kondisi ekonomi keluarga berpengaruh signifikan terhadap keputusan siswa untuk melanjutkan pendidikan mereka.
Kebijakan pemerintah yang tidak terfokus dan kurang berkelanjutan dalam meningkatkan kualitas pendidikan di daerah 3T sering kali menjadi penghambat. Laporan dari Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan menunjukkan perlunya reformasi kebijakan yang lebih responsif terhadap kebutuhan lokal. Dukungan dari komunitas juga memengaruhi tingkat partisipasi siswa di sekolah. Jika komunitas tidak mendukung pendidikan atau tidak menghargai peran guru, ini dapat berkontribusi pada tingginya angka putus sekolah.