Diskusi Pembelajaran 14

Analisis Implementasi Pengelolaan Sampah Tpst3r (Reuse, Reduce, Recycle) Di Desa Tembokrejo Terhadap Pendapatan Masyarakat Kabupaten Banyuwangi

Analisis Implementasi Pengelolaan Sampah Tpst3r (Reuse, Reduce, Recycle) Di Desa Tembokrejo Terhadap Pendapatan Masyarakat Kabupaten Banyuwangi

by MOHAMMAD NOER SUKARDI -
Number of replies: 0
  1. Judul : Analisis Implementasi Pengelolaan Sampah Tpst3r (Reuse, Reduce, Recycle) Di Desa Tembokrejo Terhadap Pendapatan Masyarakat Kabupaten Banyuwangi

A. Latar Belakang

  1. Berdasarkan data website “Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional” di kabupaten banyuwangi terdata sebanyak 305,313 ton timbunan sampah per tahunnya sedangkan data harian timbunan sampah mencapai 836,47 ton yang terdiri dari 51,99% Sisa Makanan kemudian 16,06% berasal dari bahan plastik selanjutnya bahan kayu atau ranting tercatat 9,29% setelah itu sampah dari kertas atau karton terdata 6,99%, Logam (1,91%), Kain (1,87%), Kaca (1,82%) dan lainnya (10,07%).
  2. Menurut Sri Bebassari Ketua Dewan Pembina InSWA (Indonesia Solid Waste Association) dalam video youtube Suluh Indonesia (2021), menyebutkan bahwa Sistem Pengelolaan Sampah memiliki 5 Aspek Penting yang harus diperhatikan yaitu Aspek Hukum, Kelembagaan, Pendanaan, Sosial Budaya dan Teknologi. Salah satu Aspek paling penting ialah Budaya, dimana budaya indonesia masih menggunakan budaya “Pamer” jadi, seperti membuat rumah yang tidak memiliki tempat sampah tetapi ruang tamunya sudah mewah atau bagus, dimana sebuah sampah yang dihasilkan dari seorang atau sekelompok orang di suatu lingkungan (rumah) 
  3. Dikarenakan bermula dari Budaya (cara berfikir) kita yang suka pamer sehingga kita melupakan dampak yang telah kita lakukan (membuang sampah tidak pada tempatnya) dan pada akhirnya mayoritas manusia hanya membicarakan teknologi daripada bagaimana cara pengelolaan sampah, hukum manajemen sampah, lembaga persampahan, pendanaan pembersihan sampah.

B. Perumusan Kebijakan

  1. Proses pengelolaan sampah tidak hanya tentang Reduce, Reuse dan Recycle tetapi terdapat Aspek Hukum yang menjadi landasan dalam pengelolaan sampah yaitu pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, disebutkan bahwa sampah merupakan segala sesuatu dari setiap sisa kegiatan konsumsi sehari-hari manusia dan atau proses alam seperti penguraian oleh bakteri baik berbentuk padat atau cair.
  2. Pengurangan sampah dapat dilakukan dengan berbagai cara contohnya pembatasan timbunan sampah melalui pemisahan pada sumber sampah, pendaur ulang-an sampah dan pemanfaatan kembali sampah dengan metode 3R (reuse, reduce, recycle).

C. Implementasi Kebijakan

  1. Berdasarkan Peraturan Menteri PUPR Nomor 3 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan. Dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga yang tindakannya terkait pengurangan sampah sampah mulai dari sumber merupakan tanggung jawab dari semua pihak baik Pemerintah atau Masyarakat.

  2. Penyelenggaraan tempat pengolahan sampah pada TPST3R dengan sistem Reduce, Reuse dan Recycle adalah pola kegiatan pengelolaan persampahan yang terjadi pada suatu kawasan padat penduduk dengan melibatkan peran aktif pemerintah serta masyarakat melalui sosialisasi, pendekatan pemberdayaan masyarakat termasuk untuk masyarakat berpenghasilan rendah atau yang tinggal di pemukiman padat dan kumuh dalam hal ini perkotaan, pedesaan atau rumah dinas

D. Monitoring Kebijakan

  1. Kabupaten Banyuwangi sebagai salah satu kota penerima adipura dari tindakannya terhadap pengelolaan sampah terus berbenah dalam mengatasi masalah sampah seperti upaya yang telah dilakukan dalam pengelolaan sampah yaitu dengan melakukan pemilahan sampah di Tempat Pembuangan Sampah dan Tempat Penampungan Sampah Sementara melalui mekanisme pengomposan dan pembentukan dasawisma yang bertujuan untuk memberikan pengertian kepada masyarakat ketika mengelola sampah dari setiap kegiatan masyarakat serta membentuk bank sampah dan Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu 3R (Reduce, Reuse dan Recylce).
  2. Program TPST3R di Kabupaten Banyuwangi salah satunya diselenggarakan di Desa Tembokrejo Kecamatan Muncar dimana Pelaksanaan tersebut mendapatkan antusiasme dari warga dan pemerintah dalam penanganan masalah tumpukan sampah yang menyelimuti pasir di sepanjang pesisir pantai dibiarkan terjadi selama bertahun-tahun dikarenakan kebiasaan atau perilaku buruk masyarakat seperti membuang sampah sembarangan dan lain sebagainya, salah satunya dapat diatasi dengan program TPST3R di Desa Tembokrejo.
  3. TPST3R di Desa Tembokrejo dalam menjalankan pengelolaan sampah yang mendapatkan pendampingan dari organisasi non pemerintah yaitu Systemiq serta mendapatkan dana dari pemerintah Norwegia dan institusi bisnis Borealis dari Australia. Systemiq mencanangkan program dalam penanganan sampah yang bernama STOP (Stopping the Tap on Ocean Plastics).Selanjutnya para anggota BUMDES diberikan pelatihan untuk mengoptimalkan setiap pekerjaan terkait penanganan sampah seperti sistem pengangkutan, pengumpulan hingga pengelolaan sampah.

D. Evaluasi Kebijakan

  1. Sistem manajemen pengelolaan sampah di Desa Tembokrejo yaitu rt/rw, dimana setiap rt dan rw diberikan wewenang untuk mengumpulkan dana sebagai sumbangan sampah sebesar Rp 5000 setiap satu bulan sekali sehingga suasana desa lebih segar, bersih dan nyaman. Setelah dilakukan pengambilan sampah setiap rt dan rw sampah akan dibawa menuju Bumdes Bio Mandiri Lestari (TPST) Desa Tembokrejo.
  2. Setiap harinya para petugas pemungut sampah dari TPST3R melakukan pemungutan sampah mulai dari pukul enam pagi dengan kondisi bak sampah harus tertutup agar tidak tercecer dalam perjalanan selanjutnya para petugas menggunakan gerobak motor menelururi setiap rt dan rw di daerah Desa Tembokrejo kemudian setelah semua sampah terkumpul langsung menuju TPST Tambakrejo dan kegiatan tersebut dilakukan 3 kali dalam sehari.
  3. Proses pembongkaran sampah dari gerobak sampah dilakukan oleh petugas sampah yang sudah bersiap di samping konveyor untuk dipisah antara sampah kering dan basah kemudian sampah yang tidak dapat dimanfaatkan kembali, dihancurkan dengan mesin pencacah (Crusher) selanjutnya dimasukkan kedalam bak Amrol (bak sampah besar) dan dibakar di Incinerator sampah dan proses pembakaran menggunakan model panggangan dimana sumber perapian diletakkan dibawah jaring besi penahan sampah sehingga penghancuran sampah mengandalkan hembusan perapian dan pada akhirnya asap hasil penghancuran sampah berwarna putih (tidak memilki kandungan berbahaya) akan tetapi jika berwarna hitam masih berisi senyawa berbahaya.
  4. Proses kedua dari pemilahan sampah akan disesuaikan dengan jenisnya, sampah organik akan diolah menjadi pupuk kompos yang nantinya dapat digunakan oleh petani lokal yang membutuhkan pupuk melalui proses penggilingan setelah itu disiram air selama 25 hari dan dilakukan pengilingan ulang selanjutnya menjadi kompos siap pakai, sampah plastik setelah dipilah sesuai ketebalan bahan baku kemudian dijual kembali untuk didaur ulang oleh perusahaan-perusahaan yang membutuhkan untuk dijadikan botol plastik, gantungan baju dan lain sebagainya. Sampah padat seperti kayu, kardus dan lain-lain akan dicacah dan dipadatkan dengan mesin pres. Hewan-hewan kecil berasal dari sampah contohnya ulat, cacing dan lainnya dikumpulkan kemudian dikeringkan dan dijadikan campuran pupuk kompos.

D. Rekomendasi 

  1. Peningkatan infrastruktur : Masyarakat diharapkan dapat melakukan pembayaran retribusi sesuai dengan kesepakatan yang telah ditentukan meskipun masih belum keseluruhan bersedia untuk membayarnya dan masyarakat juga turut aktif dalam setiap kegiatan mengenai sosialisasi atau program tentang pengelolaan sampah seperti yang telah dilakukan secara umum atau individual seperti ketika terdapat acara pengajian atau PKK serta mensosialisasi dengan mendatangi rumah satu persatu.
  2. Penguatan kolaborasi : Sosialisasi di Desa Tambakrejo terkait penerapan TPST3R dilakukan bersama program kali bersih sebagai sarana pengenalan kepada masyarakat terhadap dampak lingkungan ketika timbunan sampah melebihi saluran air irigasi di sekitar daerah tersebut sehingga secara tidak langsung dapat menggerakkan minat masyarakat untuk memilah sampah mereka dan pada akhirnya program TPST3R dan diterima masyarakat dan telah merubah kebiasaan buruk masyarakat dengan melakukan pembuangan sampah pada tempatnya kemudian mereka mampu melakukan kegiatan pemilahan sampah dari sumber rumah tangga.
  3. Program edukasi berkelanjutan: Partisipasi setiap warga dalam pengelolaan sampah berbasis masyarakat merupakan partisipasi tingkat tinggi yang dapat dilakukan oleh semua lapisan karena atas dasar keputusan yang diambil secara mandiri, dimana keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan sampah didorong oleh determinasi serta kesadarannya tentang pelestarian lingkungan. Stimulus dari pihak eksternal dilakukan sebagai bagian dari proses Pembinaan dan Pengembangan kapasitas masyarakat dengan tujuan untuk mendorong serta menumbuhkan potensi pelestarian alam di kehidupan masyarakat sehingga Intervensi yang diberikan harus sesuai dengan proporsi kebutuhan masyarakat agar tidak menimbulkan ketergantungan.

  4. Insentif bagi pelaku usaha: Biaya Operasional dan Pemeliharaan, dimana jumlah dan gaji operator yang dikeluarkan oleh TPST3R diperoleh dari pelayanan kepada masyarakat dengan 200 hingga 400 kepala keluarga jika dapat mengelola sampah mulai dari 0,8 sampai 1 ton perhari atau setara dengan 4 gerobak motor (ditinggikan) dan memulai pengumpulan sampah di pagi hari, dilanjutkan kegiatan pemilahan dan pengolahan pada siang hingga sore hari. Setiap hari sampah harus selesai diolah sebelum pukul 17.00 wib untuk mencegah penumpukan sampah terjadi. Menjaga jadwal pengangkutan dan pemilahan agar kualitas pengolahan baik, dibutuhkan minimal 3 sumberdaya manusia (bekerja penuh waktu).

E. Kesimpulan

  1. Dapat disimpulkan bahwa program pengelolaan sampah melalui metode Reduce, Reuse dan Recycle sangat membantu setiap warga masyarakat jika mereka diberikan pemahaman secara intensif dan terus-menerus serta didukung dengan ketersediaan sarana dan prasarana penunjang pengelolaan sampah, dimana stimulus pendanaan terhadap kemandirian masyarakat untuk melakukan pengelolaan sampah sangat penting bagi keberlangsungan dari kegiatan pelestarian lingkungan yang tidak hanya terjadi sementara tetapi akan berdampak secara terus-menerus baik masyarakat tua, remaja atau anak-anak.

 

 

 

a.       Berdasarkan data website “Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional” di kabupaten banyuwangi terdata sebanyak 305,313 ton timbunan sampah per tahunnya sedangkan data harian timbunan sampah mencapai 836,47 ton yang terdiri dari 51,99% Sisa Makanan kemudian 16,06% berasal dari bahan plastik selanjutnya bahan kayu atau ranting tercatat 9,29% setelah itu sampah dari kertas atau karton terdata 6,99%, Logam (1,91%), Kain (1,87%), Kaca (1,82%) dan lainnya (10,07%).

b.      Menurut Sri Bebassari Ketua Dewan Pembina InSWA (Indonesia Solid Waste Association) dalam video youtube Suluh Indonesia (2021), menyebutkan bahwa Sistem Pengelolaan Sampah memiliki 5 Aspek Penting yang harus diperhatikan yaitu Aspek Hukum, Kelembagaan, Pendanaan, Sosial Budaya dan Teknologi. Salah satu Aspek paling penting ialah Budaya, dimana budaya indonesia masih menggunakan budaya “Pamer” jadi, seperti membuat rumah yang tidak memiliki tempat sampah tetapi ruang tamunya sudah mewah atau bagus, dimana sebuah sampah yang dihasilkan dari seorang atau sekelompok orang di suatu lingkungan (rumah) merupakan tanggung jawab pemilik rumah untuk membersihkannya.

Dikarenakan bermula dari Budaya (cara berfikir) kita yang suka pamer sehingga kita melupakan dampak yang telah kita lakukan (membuang sampah tidak pada tempatnya) dan pada akhirnya mayoritas manusia hanya membicarakan teknologi daripada bagaimana cara pengelolaan sampah, hukum manajemen sampah, lembaga persampahan, pendanaan pembersihan sampah.