Ketegangan antara generasi muda dan tua muncul selama Peristiwa Rengasdengklok pada 16 Agustus 1945, yang merupakan momen penting sebelum Indonesia memperoleh kemerdekaan. Golongan muda, yang diwakili oleh tokoh-tokoh seperti Sutan Sjahrir dan Wikana, mengusulkan proklamasi kemerdekaan segera tanpa keterlibatan Jepang atau PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia), yang mereka anggap sebagai lembaga yang dibuat oleh penjajah. Mereka menegaskan bahwa rakyat Indonesia berhak atas kemerdekaan dan tidak boleh bergantung pada negara lain; mereka menuntut agar proklamasi dilakukan oleh kekuatan nasional sendiri. Dalam situasi seperti ini, mereka bahkan melakukan tindakan ekstrim dengan "menculik" Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok untuk memaksa mereka untuk mengumumkan kemerdekaan. Sebaliknya, golongan tua, yang diwakili oleh tokoh seperti Mohammad Hatta dan Ahmad Subardjo, lebih berhati-hati dan menginginkan proklamasi dilakukan setelah sidang PPKI. Mereka khawatir bahwa tindakan tergesa-gesa dapat menyebabkan pertumpahan darah, dan mereka ingin proses proklamasi dilakukan secara terencana untuk menjamin stabilitas. Orang tua berpendapat bahwa, meskipun Jepang kalah, penting untuk menyelesaikan perundingan dengan pihak Jepang sebelum proklamasi. Terjadi ketegangan antara kedua golongan ini karena cara mereka berbeda memperjuangkan kemerdekaan: golongan muda lebih suka tindakan cepat, sementara golongan tua lebih suka pendekatan yang hati-hati dan terstruktur.
Bahan Diskusi Pertemuan 11
Diskusi P11
The due date for posting to this forum was Friday, 6 December 2024, 6:00 PM.