Secara etimologi, social entrepreneurship terdiri dari dua kata, yaitu social dan
entrepreneurship. Social berarti kemasyarakatan, dan entrepreneurship adalah
kewirausahaan. Secara literal, maka social entrepreneurship berarti kewirausahaan sosial.
Jika dijabarkan lebih lanjut, social entrepreneurship berarti wirausaha yang dikembangkan
untuk bisa memberikan dampak positif terhadap kondisi sosial suatu masyarakat. Sementara,
social entrepreneur berarti seseorang yang memiliki pengetahuan akan masalah sosial yang
terjadi di masyarakat, dan menggunakan kemampuan entrepreneurshipnya untuk melakukan
perubahan sosial (social change), terutama meliputi bidang kesejahteraan (welfare),
pendidikan, dan kesehatan (healthcare) (Cukier, et. al.,2011).
Istilah social entrepreneurship sendiri pertama kali didengungkan pada tahun 1972 oleh
penemunya, Bill Drayton (Ashoka, 2020). Drayton percaya bahwa social entrepreneurship
merupakan solusi dari banyak persoalan ekonomi global yang tidak memerlukan keterlibatan
lembaga ekonomi besar, bantuan pemerintah, maupun donor modal. konsep yang diusung
Drayton adalah bahwa social entrepreneurship dapat dilaksanakan oleh rakyat akar rumput
secara bersama-sama menggunakan pendekatan wirausaha untuk menjawab permasalahan
sosial. Prinsip yang menyatakan bahwa social entrepreneurship dapat dilakukan oleh rakyat
bawah dan tidak memerlukan keterlibatan lembaga besar dalam pelaksanaannya berarti
bahwa bagian masyarakat yang manapun dengan kondisi bagaimanapun sejatinya bisa
menjalankan social entrepreneurship.
Akan tetapi, bukanlah hal mudah untuk bisa meyakinkan rakyat akar rumput bahwa mereka
bisa memperbaiki permasalahan sosial yang mereka hadapi menggunakan social
entrepreneurship. Untuk dapat benar-benar mengejawantahkan social entrepreneurship di
tengah masyarakat, khususnya rakyat akar rumput sebagaimana visi Drayton, maka
diperlukan adanya (1) individu yang memiliki jiwa wirausaha dan kreatif, dan (2) inovasi di
bidang sosial yang dapat menjadi solusi bagi permasalahan yang terjadi di mayarakat.
Jiika diperhatikan dari pengertian secara bahasa dan konsep yang dibangun oleh Drayton,
maka social entrepreneurship dibentuk bukan sekedar untuk menghasilkan keuntungan bagi
pelakunya, tetapi bagaimana kewirausahaan tersebut berdampak positif dan mampu menjadi
solusi bagi permasalahan sosial di masyarakat. Mereka yang menjadi social entrepreneur
harus memiliki kemampuan untuk berpikir out of the box dan berani menghadapi tantangan
(Santosa, 2007).
Salah satu contoh social entrepreneur yang berhasil memberikan dampak signifikan tidak
hanya terhadap masyarakat di sekitarnya, tetapi juga kepada dunia adalah pendiri Grameen
Bank, Muhammad Yunus. Melalui Grameen Bank yang diinisiasinya, Yunus memenangkan
Nobel Perdamaian pada tahun 2006 karena ia berhasil memberikan kontribusi signifikan
terhadap pembangunan sosial ekonomi di Bangladesh, yang kemudian diadopsi oleh banyak
negara.