Angka kemiskinan di Indonesia semakin hari semakin mengkhawatirkan. Terutama disaat pandemi, dikutip dari penelitian yang dilakukan oleh Smeru Institute, pada medio September 2019 sampai Maret 2020, terdapat kenaikan jumlah orang miskin sebanyak 2 juta orang. Bahkan pada Maret 2021 tingkat kemiskinan mencapai level terburuk dalam beberapa tahun terakhir dengan persentase 10,14% dari total populasi penduduk Indonesia. Jika terus dibiarkan, maka angka-angka ini akan semakin membahayakan sehingga menjadikan pemerintah harus bekerja lebih keras dalam mensejahterakan warganya mengingat masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan terlepas dari masalah kemiskinan ini.
Salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan kemiskinan yang terus meningkat ini adalah konsep social entrepreneurship atau kewirausahaan sosial. Kewirausahaan sosial adalah sebuah konsep yang mengedepankan pemberdayaan masyarakat di suatu daerah dalam bentuk usaha yang tidak terlalu berorientasi pada profit namun lebih ke arah pemberdayaan masyarakat secara berkelanjutan. Tujuan utamanya tentu saja agar masyarakat di daerah sasaran dapat lebih sejahtera sehingga permasalahan sosial yang telah mengakar sejak lama dapat teratasi. Dalam kewirausahaan sosial, dibutuhkan sosok penggerak yang seringkali disebut dengan sociopreneur. Seorang sociopreneur adalah sosok yang mampu menganalisa apa saja permasalahan sosial yang ada di suatu daerah lalu menggunakan kemampuan berwirausahanya untuk melakukan perubahan sosial yang meliputi bidang kesejahteraan, pendidikan, dan kesehatan (Cukir, et.al., 2011).
Terdapat banyak model kewirausahaan sosial untuk mengentaskan berbagai permasalahan sosial di suatu daerah. Salah satunya adalah model the market intermediary model. Model ini berkonsentrasi pada upaya dukungan kepada pelaku usaha di bidang pemasaran dalam bentuk konsultasi strategi pemasaran atau membantu menjual produk yang dihasilkan pelaku usaha (Grassl, 2012). Dari kesembilan model yang dijelaskan oleh Grassl, the market intermediary model menurut saya dapat diterapkan di banyak daerah di Indonesia karena saat ini perkembangan UMKM tumbuh begitu pesat.
Salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan kemiskinan yang terus meningkat ini adalah konsep social entrepreneurship atau kewirausahaan sosial. Kewirausahaan sosial adalah sebuah konsep yang mengedepankan pemberdayaan masyarakat di suatu daerah dalam bentuk usaha yang tidak terlalu berorientasi pada profit namun lebih ke arah pemberdayaan masyarakat secara berkelanjutan. Tujuan utamanya tentu saja agar masyarakat di daerah sasaran dapat lebih sejahtera sehingga permasalahan sosial yang telah mengakar sejak lama dapat teratasi. Dalam kewirausahaan sosial, dibutuhkan sosok penggerak yang seringkali disebut dengan sociopreneur. Seorang sociopreneur adalah sosok yang mampu menganalisa apa saja permasalahan sosial yang ada di suatu daerah lalu menggunakan kemampuan berwirausahanya untuk melakukan perubahan sosial yang meliputi bidang kesejahteraan, pendidikan, dan kesehatan (Cukir, et.al., 2011).
Terdapat banyak model kewirausahaan sosial untuk mengentaskan berbagai permasalahan sosial di suatu daerah. Salah satunya adalah model the market intermediary model. Model ini berkonsentrasi pada upaya dukungan kepada pelaku usaha di bidang pemasaran dalam bentuk konsultasi strategi pemasaran atau membantu menjual produk yang dihasilkan pelaku usaha (Grassl, 2012). Dari kesembilan model yang dijelaskan oleh Grassl, the market intermediary model menurut saya dapat diterapkan di banyak daerah di Indonesia karena saat ini perkembangan UMKM tumbuh begitu pesat.