Kemajuan sains dan teknologi meningkat pesat seiring dengan terus bertambahnya umur peradaban manusia. Memasuki tahun kedua puluh satu di abad yang juga dua puluh satu ini, manusia semakin bergantung terhadap teknologi-teknologi yang membuat hidup mereka lebih nyaman. Bahkan, kecerdasan artifisial atau artificial intelligence (AI) mulai marak digunakan dalam kehidupan sehari-hari dan mempermudah banyak pekerjaan manusia. Di sisi lain, perkembangan teknologi juga menghadirkan efek-efek negatif, di antaranya masalah sosial seperti pendidikan yang tidak merata, tingkat pengangguran yang tinggi, serta perubahan iklim. Sebagai bentuk respons terhadap masalah-masalah tersebut, muncul gagasan-gagasan baru yang diharapkan dapat menjadi solusi, salah satunya adalah apa yang dikenal dengan social entrepreneurship.
Social entrepreneurship atau social enterprise adalah suatu konsep dalam dunia bisnis yang meleburkan antara prinsip dasar ekonomi untuk mencari keuntungan sebanyak-banyaknya, dengan tanggung jawab terhadap lingkungan dan masyarakat. Konsep tersebut mencari keuntungan semaksimal mungkin agar bisnis yang dijalankan tetap berkembang, namun secara bersamaan juga memastikan dapat memberikan manfaat yang besar kepada masyarakat. Individu-individu yang bergerak pada bidang social entrepreneurship disebut dengan social entrepreneurs. Mereka adalah orang-orang inovatif dan berorientasi pada hasil, mencari jalan tengah untuk menggabungkan strategi bisnis dan aksi sosial. Dalam social entrepreneurship, biasanya bisnis bergerak untuk mencapai hasil yang tertera dalam Sustainable Development Goals (SDGs), seperti sanitasi dan air bersih, energi murah terbarukan, juga perdamaian global.
Kehadiran social entrepreneurs di tengah masyarakat menjadi pengisi rekahan yang tidak dapat ditutupi oleh pihak pemerintah dan swasta. Menurut Natalia Rialucky dari Angel Investment Network Indoneisa (ANGIN), social entrepreneurs sangat mementingkan penghasilan yang berkelanjutan agar kegiatan bisnis serta misi sosial yang dicanangkan dapat berjalan secara beriringan. Hal tersebut yang membedakan social enterprise dengan non-governmental organizations (NGO) karena mereka masih tetap mencari profit, namun memiliki tujuan yang sama, yaitu demi menciptakan lingkungan sosial yang lebih baik. Tidak jarang, seorang social entrepreneur mengajak sebuah non-governmental organization untuk bekerja sama dalam bersosialisasi dengan masyarakat dan menarik investor kepada bisnis yang akan dijalankannya.
Di Indonesia sendiri, masalah-masalah sosial yang telah disebutkan di atas masih kerap terjadi hampir di seluruh wilayahnya. Maka dari itu, social entrepreneurship memiliki peluang yang besar untuk dikembangkan di Indonesia. Selain karena akan mendapatkan laba yang sangat menguntungkan, social enterprise juga dibutuhkan agar dapat membantu pemerintah dan pihak swasta dalam menyelesaikan masalah sosial yang ada di Indonesia. Terdapat beberapa nama social enterprise dari Indonesia yang mulai dikenal di dunia, seperti Sirtanio Organik Indonesia dan SukkhaCitta. Harapannya, semakin banyak lagi generasi muda yang peduli terhadap isu-isu sosial di sekitarnya dan dapat menemukan alternatif penyelesaiannya dengan konsep social entrepreneurship ini, dan membuat Indonesia menjadi lebih baik di masa yang akan datang.