KEGIATAN BELAJAR ( Model Model Penelitian Tindakan Kelas)


SILAHKAN LAKUKAN KEGIATAN BELAJAR DENGAN BAIK, DISIPLIN DAN TANGGUNG JAWAB.

SEMOGA SUKSES !!!

URAIAN MATERI

MODEL MODEL PENELITIAN TINDAKAN KELAS

Seperti telah dipaparkan di atas bahwa penelitian tindakan dilakukan dalam beberapa putaran (siklus). Jumlah putaran tidak ditentukan karena indikator keberhasilan di ukur dari kepuasan peneliti terhadap pencapaian hasil yang berupa perubahan perilaku subjek yang diteliti. Pada umumnya, tiap-tiap siklus penelitian tindakan berisi kegiatan: perencanaan → tindakan → observasi → evaluasi/refleksi. Berikut ini dipaparkan model-model penelitian tindakan yang telah dikembangkan beberapa ahli.

1. Model Lewin

Lewin mengembangkan model action research dalam sebuah sistem yang terdiri dari sub sistem input, transformation dan output. Pada tahap input dilakukan diagnosis permasalahan awal yang tampak pada individu atau kelompok siswa. Data identifikasi masalah dikumpulkan berdasarkan umpan balik hasil evaluasi kinerja sehari-hari. Peneliti telah melakukan studi pendahuluan sebelum menetapkan tindakan penelitian atau menyusun proposal. Dengan demikian, orang yang paling memahami masalah yang dihadapi subjek penelitian dan cara mengatasinya adalah peneliti itu sendiri.


 Gambar 2.1 Systems Model of Action-Research Process (Lewin: 1958)

Pada tahap transformation, dilaksanakan tindakan yang telah dirancang. Apabila penelitian tindakan diterapkan di kelas, maka pelaksanaan tindakan diintegrasikan pada proses pembelajaran. Perubahan perilaku yang diharapkan diobservasi selama pelaksanaan tindakan. Apabila perilaku yang diharapkan tidak tercapai, maka peneliti dapat mengulangi proses yang terjadi pada input yaitu mengidentifikasi masalah dan merencanakan tindakan baru yang sesuai untuk mengatasi masalah (Feedback Loop A). Sebaliknya, apabila terjadi perubahan perilaku yang diinginkan, pada tahap berikutnya dilakukan pengukuran hasil (melalui tes/ujian) untuk mengetahui kemajuan yang sudah dicapai. Hasil pengukuran ini kemudian dievaluasi untuk memutuskan perlu atau tidak perlu tindakan perbaikan berikutnya menggunakan rencana baru (feedback loop C) atau memperbaiki tindakan yang sudah direncanakan (feedback loop B).

2. Model Riel

Model ke dua dikembangkan oleh Riel (2007) yang membagi proses penelitian tindakan menjadi tahap-tahap: (1) studi dan perencanaan; (2) pengambilan tindakan; (3) pengumpulan dan analisis kejadian; (3) refleksi. Kemajuan pemecahan masalah melalui tindakan penelitian diilustrasikan pada Gambar 2.2.


Gambar 2.2 Kemajuan Pemecahan Masalah dengan Penelitian Tindakan

Sumber: Riel, M. (2007)

Riel (2007) mengemukakan bahwa untuk mengatasi masalah, diperlukan studi dan perencanaan. Masalah ditemukan berdasarkan pengalaman empiris yang ditemukan sehari-hari. Setelah masalah teridentifikasi, kemudian direncanakan tindakan yang sesuai untuk mengatasi permasalahan dan mampu dilaksanakan oleh peneliti. Perangkat yang mendukung tindakan (media, RPP) disiapkan pada tahap perencanaan. Setelah rencana selesai disusun dan disiapkan, tahap berikutnya adalah pelaksanaan tindakan. Setelah dilakukan tindakan, peneliti kemudian mengumpulkan semua data/informasi/kejadian yang ditemui dan menganalisisnya. Hasil analisis tersebut kemudian dipelajari, dievaluasi, dan ditanggapi dengan rencana tindak lanjut untuk menyelesaikan masalah yang masih ada. Putaran tindakan ini berlangsung terus, sampai masalah dapat diatasi.

3. Model Kemmis dan Taggart

Kemmis dan Taggart (1988) membagi prosedur penelitian tindakan dalam empat tahap kegiatan pada satu putaran (siklus) yaitu: perencanaan – tindakan dan observasi – refleksi. Model penelitian tindakan tersebut sering diacu oleh para peneliti tindakan. Model Kemmis dan Taggart dapat disimak pada Gambar 2.3

 

 

Gambar 2.3 PTK Model Kemmis dan Taggart

Kegiatan tindakan dan observasi digabung dalam satu waktu, yaitu pada saat dilaksanakan tindakan sekaligus dilaksanakan observasi. Guru sebagai peneliti sekaligus melakukan observasi untuk mengamati perubahan perilaku siswa. Hasil-hasil observasi kemudian direfleksikan untuk merencanakan tindakan tahap berikutnya. Siklus tindakan tersebut dilakukan secara terus menerus sampai peneliti puas, masalah terselesaikan dan peningkatan hasil belajar sudah maksimum atau sudah tidak perlu ditingkatkan lagi.  

Hambatan dan keberhasilan pelaksanaan tindakan pada siklus pertama harus diobservasi, dievaluasi dan kemudian direfleksi untuk merancang tindakan pada siklus kedua. Pada umumnya, tindakan pada siklus kedua merupakan tindakan perbaikan dari tindakan pada siklus pertama tetapi tidak menutup kemungkinan tindakan pada siklus kedua adalah mengulang tindakan siklus pertama. Pengulangan tindakan dilakukan untuk meyakinkan peneliti bahwa tindakan pada siklus pertama telah atau belum berhasil.

 

4. Model DDAER

Tiga model PTK yang telah dicontohkan di atas memberi gambaran bahwa prosedur PTK sebenarnya sudah lazim dilakukan dalam program pembelajaran. Prosedur PTK akan lebih lengkap apabila diawali dengan kegiatan diagnosis masalah dan dilengkapi dengan evaluasi sebelum dilakukan refleksi. Desain lengkap PTK tersebut disingkat menjadi model DDAER (diagnosis, design, action and observation, evaluation, reflection) dapat disimak pada gambar 2.4. berikut. 


 Gambar 2.4 Desain PTK model DDAER

Dalam model DPAER tersebut, penelitian tindakan kelas dimulai dari diagnosis masalah sebelum tindakan dipilih. Secara implisit, diagnosis masalah ini ditulis dalam latar belakang masalah. Setelah masalah didiagnosis, peneliti mengidentifikasi tindakan dan memilih salah satu tindakan yang layak untuk mengatasi masalah. Prosedur penelitian berikutnya hampir sama dengan prosedur pada model PTK yang lain.  

Dari berbagai macam model penelitian tindakan yang telah dipaparkan di atas dapat dirangkum bahwa secara umum penelitian tindakan terdiri dari empat tahap  yaitu: 1)diagnosis masalah, perancangan tindakan; 2) pelaksanaan tindakan dan  observasi; 4) analisis data, evaluasi dan refleksi. Dalam sebuah penelitian, contoh kegiatan yang dilakukan pada masing-masing tahap penelitian dapat dipaparkan sebagai berikut:

1. Diagnosis Masalah

Diagnosis masalah dilakukan paling awal, yaitu pada saat peneliti/guru melakukan pekerjaan sehari-hari. Peneliti mengamati komponen pembelajaran yang belum optimal sehingga masih memungkinkan untuk diperbaiki lagi. Banyak hal-hal yang sering menjadi masalah klasik dalam proses pembelajaran seperti: perhatian siswa, pemahaman materi, motivasi belajar, hasil belajar, kreativitas, aktivitas belajar, kompetensi, perangkat materi (modul, job sheet, lab sheet, hand out), media, metode, ruang belajar, sumber belajar, dsb. Untuk menemukan masalah PTK diperlukan kepekaan peneliti melihat situasi kelas

2. Perancangan Tindakan

Perancangan tindakan dimulai sejak seorang peneliti menemukan suatu masalah dan merumuskan cara pemecahan masalahnya melalui tindakan. Setelah peneliti menetapkan tindakan yang akan dilakukan, peneliti membuat perancangan tindakan dan menyusun perangkat yang diperlukan selama tindakan berlangsung. Dalam perancangan tindakan tersebut disusun:

a. Skenario tindakan. Skenario tindakan serupa dengan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) pada penelitian tindakan kelas. Guru yang bekerja secara professional selalu membuat RPP sebelum mengajar. Skenario pembelajaran berisi langkah-langkah tindakan yang dilakukan oleh guru dan kegiatan siswa ketika guru menerapkan tindakan. Skenario tindakan sebaiknya ditulis dalam bahasa operasional dan prosedural sehingga mudah dipahami orang lain.

b. Instrumen pengumpulan data penelitian. Perencanaan tindakan sudah memikirkan cara pengambilan data, alat yang digunakan untuk mengambil data dan orang yang bertugas mengumpulkan data. Agar peneliti tidak kehilangan informasi yang penting selama momen tindakan berlangsung, maka alat-alat pengumpul data seperti lembar observasi atau perangkat tes sudah disiapkan pada tahap perencanaan.

c. Perangkat tindakan. Pada tahap perencanaan, perangkat pelaksanaan tindakan sudah disiapkan. Perangkat tindakan meliputi alat, media pembelajaran, petunjuk belajar, dan uraian materi pembelajaran yang sudah tercetak. Kesiapan perangkat pembelajaran menentukan tindakan tersebut layak atau tidak layak untuk dilaksanakan. Perangkat pembelajaran yang lengkap turut menentukan kesuksesan suatu tindakan.

d. Simulasi tindakan. Apabila peneliti belum yakin terhadap kesuksesan tindakan yang telah direncanakan maka peneliti dapat melaksanakan simulasi pada teman sejawat atau kelas kecil.

3. Pelaksanaan Tindakan dan Observasi

Guru/peneliti melaksanakan tindakan sesuai dengan skenario yang telah dibuat dan perangkat yang telah disiapkan. Selama pelaksanaan tindakan ini, observasi kejadian dapat dilakukan oleh peneliti atau teman sejawat yang membantunya. Lembar observasi sudah disiapkan peneliti namun bisa dikembangkan lebih lanjut selama tindakan berlangsung apabila terdapat kejadian menarik yang belum terungkap dalam lembar observasi.

Observasi dilaksanakan untuk mengamati proses dan dampak. Observasi proses merekam apakah proses tindakan sesuai dengan skenarionya, dan gejala-gejala apa yang muncul selama proses tindakan, baik pada peneliti sebagai aktor, sasaran tindakan, atau situasi yang menyertainya. Observasi dampak merekam hasil atau dampak dari pelaksanaan tindakan tersebut. Dampak tindakan yang berupa prestasi/kompetensi dapat diukur dengan alat tes. Perekaman data yang bersifat kualitatif sebaiknya langsung diinterpretasikan agar peneliti tidak kehilangan makna. Apabila selama tindakan terjadi kejadian unik yang tidak diduga sebelumnya, peneliti sebaiknya langsung mendiskusikan dengan seluruh personal yang terlibat dalam penelitian.

4. Analisis Data

Analisis data dalam penelitian tindakan dapat dilakukan secara deskriptif kuantitatif maupun kualitatif tergantung pada tujuan penelitian. Penelitian tindakan yang bertujuan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa akan memperoleh data kuantitatif tentang prestasi siswa. Penelitian tindakan yang bertujuan meningkatkan kualitas proses pembelajaran di kelas akan memperoleh data kualitatif tentang peningkatan kualitas proses pembelajaran atau pengurangan hambatan-hambatan yang menyebabkan kualitas proses pembelajaran menjadi rendah.

Penyajian data dapat dilakukan secara deskriptif kuantitatif maupun kualitatif. Penyajian data menjadi lebih bermakna apabila peneliti memaparkan kejadian-kejadian yang berkaitan dengan pencapaian tujuan pelaksanaan tindakan. Laporan hasil analisis data menjadi lebih lengkap apabila dilakukan pengukuran tentang ketercapaian hasil tersebut pada setiap siklus tindakan. Dengan demikian peningkatan atau perbaikan kinerja akan tergambar semakin jelas.

5. Evaluasi dan Refleksi

Evaluasi adalah proses penemuan, penyediaan data dan informasi untuk menetapkan keputusan yang rasional dan objektif. Kizlik (2007: 1) menyatakan bahwa evaluasi digunakan untuk mengklasifikasikan aspek yang dievaluasi (bisa berupa objek atau situasi) menurut indikator kualitas yang telah ditetapkan sebelumnya. Tujuan dinyatakan telah tercapai dan kegiatan dinyatakan efektif apabila telah memenuhi indikator kualitas yang ditetapkan dengan menggunakan kriteria-kriteria baku. Menurut pengertian tersebut, evaluasi dalam penelitian tindakan berfungsi untuk mengambil keputusan keberlanjutan tindakan penelitian. Keputusan diambil berdasarkan pertimbangan yang membandingkan antara hasil yang diobservasi, dengan hasil yang diharapkan atau kriteria-kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Alternatif keputusan yang diambil antara lain: tindakan layak untuk dilanjutkan, perlu perbaikan atau dihentikan dan diganti dengan tindakan lain. Tindakan dapat dilanjutkan apabila hasil tindakan lebih baik dari kriteria yang telah ditetapkan, memberi manfaat pada peningkatan kualitas pembelajaran. Tindakan perlu diperbaiki apabila hasil tindakan belum dapat mencapai kriteria yang ditetapkan. Tindakan harus dihentikan dan diganti dengan tindakan lain apabila banyak menimbulkan dampak negatif dan hasil berada di bawah kriteria yang telah ditetapkan.

Refleksi merupakan pengkajian terhadap keberhasilan dan kegagalan dalam mencapai tujuan sementara, dan untuk menentukan tindak lanjut dalam rangka mencapai tujuan akhir. Evaluasi dan refleksi mempunyai fungsi yang sama yaitu untuk menetapkan keputusan keberlanjutan setelah tindakan dilaksanakan. Dalam tahap refleksi, keputusan perlu didiskusikan dengan seluruh personal yang terlibat dalam penelitian. Dalam tahap ini, tindakan pada siklus kedua atau seterusnya mulai dirancang dan ditetapkan. Rencana tindak lanjut diputuskan jika hasil dari siklus pertama belum memuaskan dan berdasarkan refleksi ditemukan hal-hal yang masih dapat dibenahi/ ditingkatkan. Kegiatan siklus berikutnya mengikuti langkah-langkah sebelumnya yaitu perencanaan-tindakan-observasi-refleksi sampai PTK berakhir.