Deskripsi Materi Pertemuan 2
Pendidikan Masa Politik Etis.
Kemenangan kaum libral di negeri Belanda menuntut diberikannya hak yang sama untuk menanamkan modalnya di negeri jajahan dan juga mereka menuntut untuk diadakan perluasan dalam bidang pendidikan. Melalui kebijakan Menteri Frans v.d Putte adalah seorang tokoh libral menghilangkan pembatasan dalam bidang pendidikan tahun 1863 dengan kebijakannya penduduk pribumi berhak mendapatkan pendidikan. Akibat kebijakan tersebut terjadi peningkatan jumlah sekolah empat kali lipat kurun waktu 28 tahun dari tahun 1864 sampai 1882 dari 186 sekolah menjadi 512.
Alasan mendasar mengapa ada desakan untuk memperluas pendidikan di tanah Hindia karena negeri Belanda sudah mendapatkan keuntungan selama menjajah Hindia Belanda lebih lebih dengan terlaksananya system tanam paksa yang membuat Negeri Belanda dari minus menjadi surplus di satu sisi dan di sisi yang lain masyarakat pribumi semakin menderita akibat pelanggaran ketentuan pelaksanaan tanam paksa.
Pemerintah kolonial mendirikan sekolah dengan berbagai fasilitasnya pada dasarnya bertujuan mendapatkan tenaga kerja terdidik yang murah untuk mendukung kepentingan kolonial dalam bidang administratif. Pendidikan hanya sekedar transfer ilmu dan ketrampilan untuk melanggengkan kekuasaan pemerintah. Bagi masyarakat pribumi yang mengikuti pendidikan gaya barat dan bekerja di pemerintah kolonial akan mengangkat derajat mereka menjadi priyayi rendahan.
Terlepas dari semua itu pendidikan dengan gaya barat telah melahirkan kaum terdidik yang dikenal dengan elite modern yang mampu berpikir rasional, menganalisis setiap masalah masyarakat dengan pendekatan kritis. Mereka terbiasa dengan diskusi-diskusi untuk mencari akar masalah dan solusi dari kehidupan masyarakat yang miskin akibat penjajahan. Mereka belajar dari kegagalan perjuangan masa zaman kerajaan yang bersifat kedaerahan.
Timbulnya kesadaran baru dengan cita-cita nasional disertai lahirnya organisasi modern sejak 1908, menandai lahirnya satu kebangkitan dengan semangat yang berbeda. Dengan demikian, masa awal perjuangan bangsa periode ini dikenal pula dengan sebutan kebangkitan nasional. Istilah pergerakan nasional lainnya juga digunakan untuk melukiskan proses perjuangan bangsa Indonesia dalam fase mempertahankan kemerdekaan (masa revolusi fisik). Pergerakan masa ini merupakan upaya untuk membendung hasrat kaum kolonial yang ingin menanamkan kembali kekuasaannya di Indonesia.
Beberapa faktor penyebab timbulnya pergerakan nasional yang bersumber dari dalam negeri (internal), antara lain digambarkan sebagai berikut:
- Adanya tekanan dan penderitaan yang terus menerus, sehingga rakyat Indonesia harus bangkit melawan penjajah;
- Adanya rasa senasib-sepenanggungan yang hidup dalam cengkraman penjajah, sehingga timbul semangat bersatu membentuk Negara;
- Adanya rasa kesadaran nasional dan harga diri, menyebabkan kehendak untuk memiliki tanah air dan hak menentukan nasib sendiri.
Tekanan dan penderitaan terus menerus yang dimaksud merupakan akumulasi dari sejumlah tindakan kaum penjajah, mulai dari Bangsa Portugis, Belanda, Inggris, Perancis, dan Jepang. Belanda merupakan penjajah terlama menanamkan pengaruhnya di Nusantara, sehingga berbagai bentuk penindasan yang membuat rakyat menjadi miskin, menderita, dan tertinggal telah menjadi catatan hitam dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia. Perlakuan sejenis yang dialami bersama itulah menimbulkan perasaan senasib dan akhirnya menjelma menjadi semangat untuk membentuk sebuah negara. Kesadaran akan pentingnya kebersatuan untuk mewujudkan impian bersama (membebaskan diri dari belenggu penjajah), pada gilirannya membentuk kesadaran nasional.
Satu hal yang tidak boleh diabaikan bahwa ketiga prakondisi atau faktor internal penyebab timbulnya gerakan nasional, tidak terkonstruksi secara tunggal. Akan tetapi merupakan bagian integral tak terceraikan dari sejumlah kondisi lainnya.
Maksudnya, sebab-sebab internal tersebut berproses secara regular, sedangkan sejumlah faktor eksternal merupakan momentum mewujudkan pergerakan nasional. Menurut Sudiyo, faktor luar negeri yang turut mempercepat proses timbulnya pergerakan nasional, antara lain:
- Adanya faham baru, yakni liberalisme dan human rights, akibat dari Perang Kemerdekaan Amerika (1774-1783) dan Revolusi Perancis (1789), yang sudah mulai dikenal oleh para elit intelektual.
- Diterapkannya pendidikan sistem Barat dalam pelaksanaan Politik Etis (1902), yang menimbulkan wawasan secara luas bagi pelajar Indonesia, walaupun jumlahnya sangat sedikit.
- Kemenangan Jepang terhadap Rusia tahun 1905, yang membangkitkan rasa percaya diri bagi rakyat Asia-Afrika dan bangkit melawan bangsa penjajah (bangsa berkulit putih).
- Gerakan Turki Muda (1896-1918), yang bertujuan menanamkan dan mengembangkan nasionalisme Turki, sehingga terbentuk negara kebangsaan yang bulat, dengan ikatan satu negara, satu bangsa, satu bahasa, ialah Turki.
- Gerakan Pan-Islamisme, yang ditumbuhkan oleh Djamaluddin al-Afgani bertujuan mematahkan dan melenyapkan imperialisme Barat untuk membentuk persatuan semua umat Islam di bawah satu pemerintahan Islam pusat. Gerakan ini menimbul-kan nasionalisme di Negara terjajah dan antiimperialis.
- Pergerakan nasional di Asia, seperti gerakan Nasionalisme di India, Tiongkok, dan Philipina.
Perbedaan Perlawanan bangsa Indonesia terhadap kolonialisme Belanda |
|
Sebelum 1908 |
Sesudah 1908 |
Kedaerahan sesuai dengan kerajaan |
Nasional, terarah dan terorganisir |
Dipimpin oleh elite tradisional dan religius |
Dipimpin oleh elite modern/baru |
sporadis |
Kontinyu sampai tujuan tercapai |
Lebih bersifat fisik |
Organisasi dan diplomasi |
Tujuan mengusir penjajah |
Merdeka |