Lanjut disini ya..

"Ketahanan Pangan Nasional" KALIMAT tersebut mungkin sudah sering kita dengar, bahkan mungkin sudah dikumandangkan sejak awal kemerdekaan bangsa ini. Meski KALIMAT ini sudah terdengar sejak dulu namun tantangan untuk mewujudkan akan semakin berkembang seiring perubahan konsidi sosial, ekonomi & budaya yang ada di masyarakat. Ketahanan pangan pada masa awal kemerdekaan tentu akan berbeda dengan ketahanan pangan di era modern seperti sekarang. 

Pada awal kemerdekaan negara ini memang benar-benar kekurangan makanan untuk rakyatnya, rakyat kala itu masih sibuk berjuang untuk mempetahankan kemerdekaan. Sektor pertanian masih ditinggalkan, rakyat mau tidak mau harus makan apa adanya asal dapat mengisi perut mereka. Pada masa awal kemerdekaan beras bukanlah makanan wajib yang harus dimakan, belum ada istilah wisata kuliner di tatanan masyarakat dan hampir tidak ada makanan terbuang.

Seiring bergulirnya waktu, negara mulai stabil maka sektor pertanian mulai di kembangkan oleh pemerintah. Pada masa orde baru revolusi hijau digerakkan, intensifikasi & ekstensifikasi pertanian digalakkan. Jargon panca usaha tani menggema di desa-desa, program-progam ketahanan pangan nasional kala itu sangat pesat. Beberapa kebijakan pemerintah kala itu adalah subsidi pupuk & benih bagi petani, pembangunan bandungan di berbagai wilayah, pembentukan lembaga pemerintah seperti bulog, pertani, shang hyang sri, dll.  

Revolusi hijau pada masa itu memberi hasil yang memuaskan, pemerintah sering kali mendapat penghargaan dari lembaga internasinal dengan suksesnya program ketahanan pangan. Di sisi lain tantangan baru muncul dengan suksesnya program revolusi hijau, salah satunya adalah ketergantungan masyarakat dengan beras. Beras menjadi makanan pokok yang harus dimakan oleh masyarakat,ada obrolan dari sebagian masyarakat kalau belum makan nasi belum disebut makan. 

Masyarakat yang sebelumnya pada awal kemerdekaan dan pra kemerdekaan biasa makan apa saja yang dapat dimakan seperti singkong, tiwul, jagung, sagu, gaplek lambat laun seperti menjadi ketergantungan pada nasi beras. Permintaan beras di masyarakat menjadi meningkat pesat, disisi lain pertumbuhan penduduk juga semakin meningkat. 

Sekarang dalam era modern ketahanan pangan mulai kritisi oleh beberapa akademisi agar diganti istilah menjadi "kedaulatan pangan". Katahanan pangan disebutkan memiliki arti yang sempit. Sedangkan Kedaulatan Pangan mencakup artian yang lebih luas, termasuk didalamnya setiap individu harus memikirkan, bertanggung jawab dan memiliki andil dalam kondisi pangan secara nasional. Urusan pangan bukan hanya urusan pemerintah, namun setiap warga negara harus andil. 

Untuk memperoleh kedaulatan pangan nasional harus diiringi kedaulatan dalam mengelola makanan setiap individu, setiap keluarga, setiap kelompok masyarakat baik meraka sebagai produsen pangan maupun konsumen pangan. Selama ini masalah pangan selalu dibebankan kepada sektor produksi,masalah suplay menjadi kambing hitam segala masalah pangan. Paradikma itu sekarang harus bergeser, kalau konsumen juga memberi andil dalam berbagai masalah pangan. Salah satu contoh masalah yang disebabkan pihak konsemen adalah semakin banyaknya sampah makanan yang dibuang oleh masyarakat.

Kepala Perwakilan Badan Pangan PBB (FAO), Mark Smulders pada tahun 2016 mengatakan, di Indonesia sampah makanan mencapai 13 juta ton setiap tahunnya. Sampah makanan ini kebanyakan dari ritel, katering, dan restoran. Perilaku masyarakat yang sering nggak menghabiskan makanan juga berkontribusi terhadap besarnya jumlah sampah makanan di Indonesia. Sebanyak 13 juta ton sampah makanan per tahun di Indonesia tersebut jika dikelola dengan baik bisa menghidupi lebih dari 28 juta orang. 

Seperti dikutip dari bps.go.id, angka ini hampir sama dengan jumlah penduduk miskin atau sekitar 11% dari populasi Indonesia menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) 2015. Salah satu tantangan kita dan bahkan saya untuk ikut berkontribusi dalam kedaulatan pangan negeri ini adalah makan secukupnya dan tidak membuang makanan. 

Kita harus berdaulat secara individu dalam mengelola makanan, bagi pemeluk ajaran islam hal ini tidaklah asing. Sebagai  individu hindari makanan menjadi mubadzir, selain itu makanlah secukupnya berhenti makan sebelum kenyang dan makanlah ketika lapar. Bijaksanalah ketika memesan makanan di restoran, warung, dan catering. 

Agar lebih paham ikuti ulasan-ulasan berikutnya yaaa.....

Wassalamualaikum Wr.Wb

JANGAN LUPA TETAP SENYUM yaaa...... smile


Last modified: Thursday, 30 July 2020, 7:35 AM