Reforma Agraria
Bagi Negara-negara agraris, masalah tanah adalah masalah mendasar atau fundamental. Kita semua mengetahui bahwa masalah penguasaan tanah bukanlah hal yang sederhana, karena hal itu menyangkut bukan saja hubungan manusia dengan tanah, melainkan juga (dan justru terutama) menyangkut hubungan manusia dengan manusia.
Hubungan manusia dengan benda hanya mempunyai makna jika hal itu merupakan hubungan aktivitas. Dalam hal tanah, aktivitas itu ialah penggarapan dan pengusahaannya. Ini berarti akan mencakup hubungan orang-orang yang langsung atau tidak langsung terlibat dalam proses produksi, misalnya, hubungan antara pemilik tanah dengan penggarap, antara penyakap dengan buruh tani, antara sesama buruh tani, dan sebagainya. Pendeknya, masalah agraria itu kompleks aktivitas yang merupakan jaringan hubungan antar manusia. Masalah ini masih perlu diamati terus menerus karena dampak pembangunan sekarang ini memang menciptakan perubahan-perubahan dalam kehidupan di pedesaan. Seyogyanyalah kebijakan agraria perlu dilandasi dengan pemahaman terhadap aspek sosial ini agar penataan kembali masalah agraria dapat dilaksanakan tanpa gejolak sosial yang destruktif.
TAP MPR Nomor IX Tahun 2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam, pada Pasal 2 menyatakan seacara khusus bahwa pembaruan agraria mencakup suatu proses yang berkesinambungan berkenaan dengan+penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan sumber daya agraria, dilaksanakan dalam rangka tercapainya kepastian dan perlindungan hukum serta keadilan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia. Selanjutnya pada uraian huruf (e) dari mukadimah dikatakan ++ bahwa pengelolaan sumber daya agraria/sumber daya alam yang adil, berkelanjutan, dan ramah lingkungan harus dilakukan dengan cara terkoordinasi, terpadu dan menampung dinamika, aspirasi dan peran serta masyarakat, serta menyelesaikan konflik+++.