Ringkasan Mingguan

  • Pengantar

  • Dosen Pengampu dan Asisten/Tutor

  • Referensi Utama

    Sejumlah hasil riset memperlihatkan bahwa sesungguhnya sektor pendidikan adalah industri yang paling pertama dan utama mengalami proses transformasi akibat kemajuan dan perkembangan teknologi informasi. Kenyataan ini bukan semata-mata karena sejarahnya internet berasal dari dunia perguruan tinggi, namun karena hampir semua sumber daya pendidikan telah berhasil didigitalisasi, seperti: konten, gambar, audio, dan video yang terkait secara langsung dengan kegiatan belajar mengajar. UNESCO mengatakan bahwa kehadiran teknologi informasi dan komunikasi di dunia pendidikan adalah "to meet the unmet educational needs" - artinya adalah untuk memenuhi kebutuhan pendidikan yang selama ini tak terpenuhi - bukan menggantikan tetapi melengkapinya (komplemen). Oleh karena itulah maka segenap pemangku kepentingan di perguruan tinggi tidak perlu takut dalam menghadapi perkembangan dan fenomena di abad ke-21 ini.

  • Pokok Bahasan #1: PERANAN TIK DALAM DUNIA PENDIDIKAN

    Perkembangan pesat teknologi informasi dan komunikasi (baca: TIK) telah merubah tata cara manusia bersikap dan berperilaku dewasa ini, terutama dalam kaitannya dengan proses komunikasi dan interaksi. Adalah merupakan suatu kenyataan bahwa hampir seluruh bidang industri dan aspek kehidupan masyarakat moderen tidak luput dari jangkauan teknologi ini, karena telah terbukti mampu mendatangkan sejumlah nilai dan manfaat signifikan bagi perkembangan jaman dan peradaban umat manusia (Banks, 2003). Kemajuan teknologi yang tumbuh pesat secara eksponensial ini telah menghasilkan sejumlah situasi yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya oleh umat manusia. Fenomena seperti bumi terasa menjadi semakin kecil, masyarakat terkesan bertambah kritis, bisnis tumbuh jauh lebih dinamis, ekonomi bergerak secara fluktuatif, dan politik antar negara bergejolak tak menentu, hanya merupakan suatu tanda-tanda jaman dan bukti bahwa pada dasarnya dunia telah banyak mengalami perubahan yang sangat mendasar. Pendidikan sebagai sebuah proses dan industri, tidak terlepas pula dari jangkauan perkembangan teknologi ini. Bahkan petinggi dan peneliti UNESCOmenilai bahwa dampak terbesar dari perkembangan TIK di dunia ini justru akan menimpa sektor pendidikan (UNESCO, 1998). Diperkirakan puncak dari implementasi TIK dalam dunia pendidikan akan secara revolusioner berdampak pada terjadinya proses transformasi besar-besaran dalam proses mengajar-belajar di sekolah maupun pada lembaga atau institusi pendidikan formal lainnya, dari tingkat pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi (Zucker, 2008). Terlepas dari telah begitu banyaknya pihak yang menerapkan dan mengimplementasikan TIK dalam institusi pendidikannya, tidak sedikit pula mereka yang masih mempertanyakan isu-isu seputar kenyataan ini. <file lengkap>

  • Pokok Bahasan #2: KONTEKS TIK DALAM PENDIDIKAN TINGGI


    Dalam sebuah konferensi internasional yang disponsori oleh UNESCO, seorang pemakalah membuka presentasinya dengan sebuah pertanyaan yang menggelitik: "Seandainya konsep internet lebih dahulu ada di dunia ini sebelum diperkenalkannya konsep sekolah, apakah bentuk perguruan tinggi akan seperti sekarang ini?". Pertanyaan yang usil ini membuat sebagian besar peserta konferensi tersentak, karena dalamnya makna filosofis yang tersirat. Apa yang sebenarnya hendak disampaikan si pemakalah? Dalam bukunya "Growing Up Digital", Don Tapscott menggambarkan secara gamblang bedanya bayi yang dilahirkan setelah tahun 2000 dengan sebelumnya. Mereka yang dilahirkan sebelum tahun 2000, baru mengenal komputer dan teknologi informasi setelah yang bersangkutan dewasa atau paling tidak ketika memasuki usia akil balik. Artinya adalah, bahwa generasi ini terlebih dahulu mengenyam pendidikan di sekolah sebagaimana layaknya generasi pendahlulnya, sebelum piranti digital komputer dilibatkan sebagai bagian dari teknologi pendukung pembelajaran. Oleh karena itulah sejumlah praktisi teknologi menyebut generasi angkatan ini sebagai "digital immigrant". Sebaliknya bagi mereka yang lahir setelah tahun 1990, adalah merupakan kumpulan dari komunitas "digital native", dimana yang bersangkutan terlebih dahulu mengenal teknologi informasi dan komunikasi (baca: TIK) sebelum memasuki usia sekolah. Pada masa-masa balita, mereka sudah dikelilingi oleh sejumlah piranti elektronik dan digital seperti handphone, blackberry, notebook, personal digital assistant, digital television, dan beragam gadget lainnya - yang dipergunakan untuk melakukan berbagai proses interaksi dan komunikasi melalui internet, email, mailing list, blog, newsgroup, dan lain-lain. Bagi mereka, keberadaan teknologi ini telah lebih dahulu ada sebelum yang bersangkutan untuk pertama kalinya menjejakkan kaki di sekolah dasar. Karena selama lima tahun pertama mereka tumbuh dan berkembang bersama-sama dengan teknologi ini, yang tentu saja secara tak sadar telah menjadi bagian tak terpisahkan dari proses pendidikan dan pembelajaran usia dini dalam lingkungan keluarga dan kehidupan sehari-hari, mereka menganggap bahwa "sekolah normal" pastilah dibangun di atas prinsip-prinsip karakteristik dan kapabilitas TIK. Mereka tentu saja membayangkan sebuah sekolah yang bebas kertas, sarat dengan pemanfaatan internet, sumber belajar yang kaya dan berbasis multimedia, guru-guru yang bervariasi, serta proses belajar mengajar yang menyenangkan. Kembali ke pertanyaan awal yang disampaikan oleh pembawa makalah tadi. Jika seorang calon siswa sekolah dasar - yang lahir setelah tahun 1990 - memiliki persepsi dan pandangan demikian terhadap sebuah sekolah yang normal, bagaimana kelak jika yang bersangkutan telah menjadi kandidat mahasiswa? Kampus seperti apa yang didamba dan diharapkannya? Jika direnungkan secara sungguh-sungguh, jawaban dari pertanyaan inilah sebenarnya arti atau peranan strategis dari TIK bagi perguruan tinggi! <file lengkap>

  • Pokok Bahasan #3: KERANGKA ARSITEKTUR TIK DALAM KAMPUS

    Seperti halnya membangun rumah atau jembatan, dalam mengembangkan TIK-pun diperlukan arsitektur dan cetak biru yang baik. Membangun TIK tanpa arsitektur yang jelas dapat menyebabkan terjadinya berbagai hal yang tidak diinginkan (baca: resiko), seperti: Tambal sulam aplikasi yang berakibat pada buruknya integrasi data dan informasi yang dimiliki; Bongkar pasang infrastruktur yang menghabiskan biaya sedemikian besar dan dilakukan berkali-kali; Redudansi piranti software dan/atau hardware sehingga memakan biaya investasi dan operasi yang besar; Keterbatasan fitur dan kapabilitas aplikasi ketika harus menghadapi volume transaksi yang meningkat; Kesulitan dalam melakukan berbagai integrasi dengan modul-modul piranti lunak yang baru; dan lain sebagainya. Bahkan sejumlah hasil riset memperlihatkan bahwa membangun sebuah sistem teknologi informasi tanpa berdasarkan arsitektur yang baik sama halnya dengan "bunuh diri" karena hal tersebut sama saja dengan "menanam bom" yang dapat meledak setiap waktu. <file lengkap>

  • Pokok Bahasan #4: PENGUKURAN KINERJA TIK PERGURUAN TINGGI

    Seperti telah diketahui bersama, keberadaan TIK di kampus-kampus atau institusi perguruan tinggi sudah merupakan bagian tidak terpisahkan dengan sumber daya pendidikan lainnya. Begitu banyak dana telah mengalir untuk keperluan investasi maupun operasional terkait dengan aktivitas perencanaan, pengadaan, pemasangan, pembuatan, pengembangan, dan pengawasan TIK ini sehingga terkadang pemilik atau pimpinan perguruan tinggi sering menanyakan apakah dana yang telah dikeluarkan tersebut telah tepat sasaran, dalam arti kata memberikan nilai tambah yang selayaknya bagi institusi yang bersangkutan? Pada dasarnya, cukup banyak cara yang dapat dipergunakan untuk mengukur "cost-benefit" dari pemanfaatan TIK di organisasi. Yang menjadi permasalahan adalah pola pikir atau kerangka paradigma seperti apa yang harus diterapkan dalam situasi lingkugan semacam kampus yang memiliki peranan unik dan berbeda dengan lembaga-lembaga lain seperti perusahaan atau pemerintahan misalnya. <file lengkap>

  • Pokok Bahasan #5: MANAJEMEN TATA KELOLA TIK DI PERGURUAN TINGGI

    Kehadiran TIK dalam berbagai organisasi selalu menjanjikan beragam manfaat bagi segenap stakeholdernya. Mulai dari perbaikan tingkat efisiensi, penciptaan suasana transparansi, percepatan pengambilan keputusan, peningkatan efektivitas produksi, pendayagunaan SDM, hingga pada pencapaian transformasi bisnis atau bahkan perubahan model bisnis inti. Namun pada pelaksanaannya, sering ditemukan kenyataan yang jauh berbeda. Biaya operasional yang semakin tinggi, proyek TIK yang tak kunjung usai, SDM gagap teknologi yang menolak implementasi sistem, ongkos lisensi aplikasi yang sangat mahal, penyesuaian teknologi baru yang memakan waktu, proses integrasi sistem yang susah, dan data dengan kualitas buruk - hanya merupakan sebagian kenyataan yang kerap terjadi dan menerpa organisasi penerap TIK tak terkecuali perguruan tinggi. Oleh karena itulah maka untuk memastikan agar manfaat yang diperoleh jauh melampaui biaya yang dikeluarkan, maka perlu diperhatikan manajemen tata kelola atau "governance" dari pengembangan TIK di perguruan tinggi. <file lengkap>

  • Pokok Bahasan #6: MENANAMKAN BUDAYA TIK DI KAMPUS

    Bagi masyarakat moderen, kemampuan untuk menggunakan dan memanfaatkan TIK (baca: e-literacy) demi peningkatan kualitas pembelajaran sudah merupakan suatu kebutuhan yang tak terelakkan. Oleh karena itulah maka semua pemangku kepentingan di perguruan tinggi harus berusaha dan berjuang keras membekali dirinya dengan kemampuan menggunakan TIK. Hal apa saja yang harus dikuasai? Berdasarkan cetak biru SDM TIK yang disusun Kementrian Informatika dan Komputer, yang disusun berdasarkan kebutuhan masyarakat Indonesia dalam menghadapi era global, paling tidak terdapat dua domain utama yang harus dikuasai sebagai berikut. <file lengkap>

  • Pokok Bahasan #7: TIK DAN PARADIGMA PENDIDIKAN ABAD XXI

    Memasuki abad ke-21, terasa begitu banyak hal yang berubah secara fundamental dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Runtuhnya sekat-sekat geografis akibat agenda globalisasi dan kemajuan teknologi informasi telah mengubah dunia ini menjadi sebagaimana layaknya sebuah desa raksasa yang antar penghuninya dapat dengan mudah saling berinteraksi, berkomunikasi, dan bertransaksi kapan saja serta dari manapun yang bersangkutan berada (Friedman, 2005). Dampak yang ditimbulkan dari perubahan lingkungan dunia pun luar biasa, antara lain diperlihatkan melalui sejumlah fenomena seperti: Mengalirnya beragam sumber daya fisik maupun non-fisik (data, informasi, dan pengetahuan) dari satu tempat ke tempat lainnya secara bebas dan terbuka telah merubah total lansekap bisnis dan lingkungan usaha yang selama ini terlihat mapan (Toffler, 1990); Meningkatnya kolaborasi dan kerjasama antar negara dalam proses penciptaan produk dan/atau jasa yang berdaya saing tinggi, yang dimungkinkan terjadi karena perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, secara langsung maupun tidak langsung telah menggeser kekuatan ekonomi dunia dari barat menuju timur; Menguatnya tekanan negara-negara maju terhadap negara berkembang untuk secara total segera menerapkan agenda globalisasi yang disepakati bersama memaksa setiap negara untuk menyerahkan nasibnya pada mekanisme ekonomi pasar bebas dan terbuka yang belum tentu mendatangkan keuntungan bagi seluruh pihak yang terlibat (Naisbitt, 1982; Pilxer, 1990); Membanjirnya produk-produk dan jasa-jasa negara luar yang dipasarkan di dalam negeri selain meningkatkan suhu persaingan dunia usaha juga berpengaruh langsung terhadap pola pikir dan perilaku masyarakat dalam menjalankan kehidupannya sehari-hari; Membludaknya tenaga asing dari level buruh hingga eksekutif memasuki bursa tenaga kerja nasional telah menempatkan sumber daya manusia lokal pada posisi yang cukup dilematis di mata industri sebagai pengguna; dan Meleburnya portofolio kepemilikan perusahaan-perusahaan swasta menjadi milik bersama pengusaha Indonesia dan pihak asing di berbagai industri strategis tanpa disadari menjadi jalan efektif masuknya budaya luar ke tengah-tengah masyarakat tanah air. Berbagai fenomena tersebut tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi hampir di seluruh negara berkembang yang ada di bumi ini - bahkan beberapa negara maju di dunia barat pun merasakan tantangan yang sungguh hebat akibat penetrasi dari negara-negara macan Asia seperti Cina, India, dan Taiwan (Brown, 2005). <file lengkap>

  • Ujian Tengah Semester

    Dalam Ujian Tengah Semester ini peserta didik diberikan waktu selama 2 (dua) jam untuk menyelesaikan 4 (empat) pertanyaan esai yang diambil secara random dari Bank Soal. Diharapkan peserta didik dapat memberikan jawaban terhadap setiap pertanyaan secara singkat, padat, dan jelas - dalam arti kata tidak lebih dari 500 kata per jawaban satu pertanyaan.

  • Pokok Bahasan #8: FENOMENA OPEN COURSEWARE

    Ketika MIT (Massachusetts Institute of Technology) memutuskan untuk memberikan dan menyebarkan secara gratis seluruh bahan mata kuliahnya ke seluruh dunia via internet sepuluh tahun yang lalu, banyak orang yang tercengang dan bertanya-tanya dalam hati: ada maksud apa dibalik inisiatif atau keputusan ini? Bukankah bahan mata kuliah merupakan harta kekayaan tak ternilai harganya karena di dalamnya mengandung HAKI(Hak Atas Kekayaan Intelektual) atau IPR (Intellectual Property Right) dari pembuatnya, yaitu para dosen atau profesor terkait? Apakah MIT selaku salah satu perguruan terkemuka dunia tidak takut kehilangan daya saingnya karena menyerahkan atau memberitahu salah satu "resep" atau rahasia keberhasilannya? Mengapa para dosen dan profesor tersebut bersedia membuka rahasia dapurnya kepada seluruh dunia? Seberapa besar kerugian material dan non material yang diderita MIT karena memberikan gratis sesuatu yang bernilai tinggi? Ada sejumlah alasan mengapa pada saat itu MIT mengambil keputusan yang sedemikian penting dan strategis, yang pada saat ini gerakan yang sama telah dilakukan oleh berbagai perguruan tinggi dunia lainnya seperti Harvard University, Yale University, Oxford University, Cornell University, Stanford University, Cambridge University, dan lain sebagainya. Bahkan yang di-"share" tidak lagi hanya bahan presentasi mata kuliah, namun mulai dibagikan pula berbagai hasil koleksi rekaman perkuliahan profesor di berbagai perguruan tinggi tersebut. Hingga saat ini terhitung hampir 150 perguruan tinggi dari berbagai belahan negara di dunia ini yang bergabung dengan inisiatif terkait; paling tidak telah ada sejumlah komunitas besar yang mendominasi, antara lain OpenCourseWareConsortium (OCWC) dan iTunes University. Berikut adalah alasan yang melatarbelakangi berbagai perguruan tinggi tersebut mengikuti jejak dari MIT dengan OpenCourseWare-nya. <file lengkap>

  • Pokok Bahasan #9: MENGADOPSI PERGESERAN PARADIGMA PENDIDIKAN

    Model pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan abad ke-21 tersebut hanya akan dapat terwujud jika terjadinya pergeseran pola pikir dan pola tindak dalam berbagai konteks penyelenggaraan proses pendidikan dan pengajaran. Berikut ini adalah sejumlah pergeseran paradigma yang diyakini perlu dilakukan oleh segenap pemangku kepentingan dalam rangka meningkatkan kualitas dan relevansi pendidikan memasuki dunia moderen tersebut, yang hanya bisa terjadi jika teknologi informasi dan komunikasi dipergunakan secara optimum (UNESCO, 1998; Reigeluth et.al., 2008; Kolderie et.al., 2009; Sigri, 2010). <file lengkap>

  • Pokok Bahasan #10: KEKAYAAN KONTEN DI DUNIA MAYA

    Internet merupakan jejaring raksasa yang menghubungkan berjuta-juta komputer yang ada di planet ini. Karena sifatnya yang terbuka, maka dari waktu ke waktu, volume konten yang ada di dunia maya ini bertambah secara eksponensial. Sehingga tidak berlebihan jika banyak orang menganggap bahwa telah terjadi "banjir informasi" di internet, karena begitu banyaknya data dan informasi yang dikandungnya dimana tidak semuanya memiliki nilai yang positif dan signifikan. Oleh karena itulah maka mulai diperkenalkan aplikasi "search engine" atau "mesin pencari" seperti Google, Altavista, Yahoo, Excite, Lycos, dan lain sebagainya. Fungsi utama dari mesin pencari ini adalah untuk membantu pengguna internet dalam mencari informasi yang diharapkan. Namun demikian, walaupun telah banyak praktisi pendidikan seperti dosen atau peneliti yang menggunakan mesin pencari ini, namun pada kenyataannya masih sedikit yang mengetahui teknik melakukan pencarian secara efektif. Kapabilitas mesin pencari untuk membantu pengguna dalam mencari informasi spesifik yang diinginkan disebut sebagai "advanced search" atau teknik mahir melakukan pencarian informasi di dunia maya. Berikut adalah sebagian teknik dasar yang dapat membantu para "scholar" dalam mencari berbagai referensi pengetahuan berkualitas seperti yang diinginkan. <file lengkap>

  • Pokok Bahasan #11: KONSEP OPEN EDUCATION DAN TANTANGANNYA

    Istilah OPEN EDUCATIONdan OPEN LEARNING belakangan ini mengemuka dalam khazanah dunia pendidikan di berbagai negara. Konsep ini lahir sebagai jawaban terhadap fenomena kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang sedemikian cepat, dimana keberadaannya telah mentransfromasi industri pendidikan secara masif di berbagai belahan dunia (Iiyoshi et.al., 2010). Disamping itu, globalisasi yang diwarnai dan dicirikan dengan terbukanya berbagai aspek kehidupan masyarakat merupakan salah satu pemicu lain dari terbentuknya model pembelajaran ini. Konsep yang mengedepankan unsur inklusifitas dalam mekanisme dan prosedur pembelajaran secara paradigmatik menawarkan suatu pendekatan baru yang cukup revolusioner untuk diadopsi oleh segenap pemangku kepentingan dalam dunia pendidikan maupun pembelajaran. Untuk itulah maka diskursus, wacana, dan wawasan mengenai konsep belajar terbuka ini perlu diperhatikan dan dipertimbangkan oleh siapa saja yang secara langsung maupun tidak langsung terlibat dalam dunia pendidikan. <file lengkap>

  • Pokok Bahasan #12: MENGGALI MANFAAT OPEN EDUCATION

    Tentu saja diskursus mengenai OPEN EDUCATIONini tidak akan mengemuka jika tidak mendatangkan manfaat bagi mereka yang telah mengadopsi dan menerapkannya. Berikut adalah sejumlah kesaksian atau testimoni dari berbagai pihak yang telah menerapkan konsep OPEN EDUCATION selama ini. <file lengkap>

  • Pokok Bahasan #13: INSTRUMEN EVALUASI ADOPSI TEKNOLOGI INFORMASI

    Saat ini telah cukup banyak perguruan tinggi di tanah air yang mengadopsi pemanfaatan TIK dengan berbagai strategi, kapabilitas, dan fiturnya masing-masing. Negara pun telah cukup banyak membantu mereka, khususnya perguruan tinggi negeri, dalam hal pemberian bantuan hibah berbagai fasilitas dan sarana prasarana terkait dengan TIK, seperti pengadaan komputer, penyewaan bandwidth, penyediaan jejaring, pengembangan konten, dan lain sebagainya. Demikian pula dengan perguruan tinggi swasta yang melakukan hal yang sama melalui kerjasama dengan pihak industri maupun dilakukannya investasi khusus oleh para penyelenggara pendidikan tinggi. Pada suatu kesempatan, Asosiasi Perguruan Tinggi dan Informatika se-Indonesia (APTIKOM), bersama dengan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) dan Dewan TIK Nasional (Detiknas), menyusun instrumen untuk menilai tingkat kematangan pemanfaatan TIK di kampus. Inisiatif yang disponsori oleh PT Telkom Tbk. dan Warta Ekonomi ini diberi nama TESCA- yang bermuara pada pemberian penghargaan dan apresiasi terhadap perguruan tinggi yang telah secara optimum melakukan penerapan TIK sehingga memberikan manfaat signifikan bagi seluruh pemangku kepentingannya. Berikut adalah instrumen yang dimaksud untuk dijadikan sebagai bahan pedoman dan panduan dalam melakukan evaluasi atau penilaian terhadap implementasi TIK di kampusnya masing-masing.