Diskusi dan Tanya Jawab

Daffa Ibriyan Saputra

Daffa Ibriyan Saputra

oleh DAFFA IBRIYAN SAPUTRA -
Jumlah balasan: 4

Pada pertemuan kemarin telah dijelaskan oleh Pak Awalludin, ada sedikit pembahasan yang cukup membuat saya binggung ialah:

Contoh : Kata baik dan budak jika bertemu afiksasi me+kan & pe+kan maka akhir kata dari huruf "k" itu tidak hilang, misal menjadi "membaikkan atau "perbudakkan", lazimnya sering kali dihilangkan menjadi "perbaikan" atau "membudakan".

Hal itu yang membuat saya tahu bahwa kesalahan dalam berbahasa itu sesuai dengan kompetensi kita, jika kita tidak memiliki pengetahuan tentang kaidah-kaidah bahasa maka kita akan secara permanent sifatnya salah terus-menerus.

Sebagai balasan DAFFA IBRIYAN SAPUTRA

Re: Daffa Ibriyan Saputra

oleh RAHMANIA AZZAHRA -
Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatu

Saya Rahmania Azzahra NPM 2121031 dari Universitas Baturaja.

Izin menjawab pertanyaan dari saudara Daffa.

Jawabannya:
Inti dari pertanyaan Daffa, yaitu mengapa kata baik dan budak ketika diberi afiksasi seperti me + kan dan Pe + kan. Huruf "K" pada akhir kata tidak hilang?
 
Sebelumnya saya beri penjelasan terlebih dahulu mengenai apa itu afiksasi. Afiksasi adalah suatu imbuhan yang proses pembentukan kata nya dengan membubuhkan afiks pada sebuah kata dasar atau bentuk dasar, baik itudari kata dasar tunggal ataupun kompleks. 
 
Tentu saja tidak hilang, mengapa demikian? karena kata baik dan budak merupakan kata dasar. Saudara memberi contoh diberi imbuhan Me+kan, seperti "Membaikkan", jika huruf "K" nya dihilangkan apakah ada kata dasar "Bai" dalam KBBI. Kecuali kata dasar "Baik" hanya diberi awalan Mem-, maka menjadi "Membaik". Untuk penjelasan kata "Budak" sama halnya dengan penjelasan saya mengenai kata "Baik".
 
Lalu, saudara mengaitkan dengan imbuhan per + an dan mem + an. Hal ini sudah sangat jelas berbeda. Imbuhan yang dipakai pada akhir kata adalah "an". Imbuhan "kan" dan "an" itu beda konteks". 

Terima kasih,
wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarokatu
Sebagai balasan DAFFA IBRIYAN SAPUTRA

Re: Daffa Ibriyan Saputra

oleh EPRINA SANTI -
Assalamu'alaikum wr.wb
Saya eprina santi npm 2121013 dari Universitas Baturaja.
Izin menjawab pertanyaan dari saudara daffa.

Jawabanya :
Dalam konteks afiksasi, memang ada fenomena yang menarik terkait penghilangan atau perubahan bentuk kata, seperti dalam contoh "membaikkan" menjadi "perbaikan" atau "membudakan" menjadi "perbudakan". Proses ini menunjukkan bahwa bahasa sangat dinamis dan sering kali mengalami penyederhanaan atau perubahan dalam bentuk untuk kemudahan penggunaan atau kejelasan makna.

Hal ini juga terkait dengan kompetensi berbahasa, seperti yang saudara sebutkan. Semakin kita memahami kaidah-kaidah bahasa, semakin kita mampu menggunakan bahasa dengan tepat, baik dalam berbicara maupun menulis. Kekurangan pemahaman terhadap kaidah bahasa, baik dalam hal morfologi, sintaksis, atau aspek lainnya, bisa menyebabkan kesalahan yang terulang dan menjadi norma dalam penggunaan sehari-hari.

Sebagai contoh, dalam penggunaan kata "membaikkan" yang seharusnya mungkin bisa tetap dipertahankan, tetapi dalam percakapan sehari-hari atau tulisan informal, kata tersebut bisa disederhanakan menjadi "perbaikan". Sebaliknya, pemahaman yang tepat terhadap kaidah akan membantu kita menggunakan kata sesuai dengan konteks dan tujuan komunikasi yang lebih formal atau baku.

Jadi, sangat penting untuk terus meningkatkan kompetensi bahasa agar bisa lebih cermat dalam berbahasa dan menghindari kesalahan yang tak disengaja.
Sebagai balasan DAFFA IBRIYAN SAPUTRA

Re: Daffa Ibriyan Saputra

oleh FUTRI REGINA -
Assalamuallaikum Warhamatullahi Wabarakatuh.

Saya Futri Regina, NPM 2121026, dari Universitas Baturaja.
Izin menanggapi pernyataan dari saudara Daffa, yaitu:

Kamu benar, pertanyaan ini menyangkut aturan ejaan yang terkadang tidak konsisten dalam penulisan kata turunan dengan awalan me- dan pe- terutama pada kata dasar yang berakhiran "k".

Meskipun ada kecenderungan menghilangkan huruf "k" pada kata dasar yang berakhiran "k", seperti pada kata "membudakan" dari "budak", penulisan kata turunan "membaikkan" dan "perbudakan" justru tetap mencantumkan huruf "k". Hal ini disebabkan oleh aturan ejaan yang menentukan bahwa penulisan kata turunan dari kata "baik" dan "budak" dengan awalan me- dan pe- tetap mencantumkan huruf "k".

Jadi, pada kasus kata "baik" dan "budak", aturan ejaan memiliki pengecualian dan tidak selalu berlaku mutlak dalam menghilangkan huruf "k" pada kata dasar yang berakhiran "k". Ini menunjukkan bahwa aturan ejaan Bahasa Indonesia memang memiliki kecenderungan dinamis dan tidak selalu berlaku mutlak.

Terima Kasih.
Sebagai balasan DAFFA IBRIYAN SAPUTRA

Re: Daffa Ibriyan Saputra

oleh DELVY SHEILA ROSIANI -
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Maaf sebelumnya, perkenalkan saya Delvy Sheila Rosiani NPM 2121012 dari Universitas Baturaja. Izin menjawab dari pertanyaan saudara Daffa.

Pemahaman yang saudara Daffa sampaikan benar adanya. Dalam bahasa Indonesia, aturan mengenai pembentukan kata sering kali membingungkan karena beberapa kaidah tidak selalu konsisten, terutama terkait afiksasi dan perubahan huruf akhir seperti yang saudara sebutkan. Dalam kata dasar yang berakhir dengan huruf "k," seperti baik dan budak, memang ada aturan yang kadang menimbulkan kebingungan:
1. Penambahan Afiksasi: Ketika kata dasar yang berakhiran "k" ditambahkan imbuhan, seperti me- atau pe- dan -kan, huruf "k" pada akhir kata sering kali tetap dipertahankan, terutama untuk mempertahankan makna atau konteks kalimat yang benar, seperti membaikkan atau perbudakkan.
2. Penyesuaian Makna dan Keberterimaan: Beberapa kata seperti perbaikan dan membudakan lebih lazim digunakan dalam bahasa sehari-hari. Artinya, meskipun mengikuti pola umum, kata-kata ini bisa mengalami perubahan bentuk untuk meningkatkan keberterimaan dan mengikuti bentuk yang lebih sesuai secara makna, seperti perbaikan lebih banyak diterima dibandingkan perbaikkan karena dianggap lebih ringkas dan sesuai dengan ejaan yang lazim.
3. Pentingnya Kompetensi dan Bahasa: Tanpa memahami kaidah bahasa yang tepat, seseorang cenderung membuat kesalahan yang mungkin menjadi kebiasaan. Inilah sebabnya kompetensi berbahasa dan pengetahuan mengenai kaidah bahasa sangat penting agar kita bisa menyusun kata dan kalimat secara tepat. Kesalahan ini bisa sering terjadi karena kebiasaan atau ketidaktahuan terhadap kaidah bahasa tentu saja bisa dikoreksi dengan pemahaman dan pembelajaran yang lebih dalam mengenai kaidah ejaan dan pembentukan kata dalam bahasa Indonesia.

Terima Kasih.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.