Implementasi Program Pemberdayaan Fakir Miskin (P2FM) merupakan penelitian studi evaluasi yang bertujuan untuk (1) Mengidentifikasi implementasi kebijakan P2FM di lapangan, baik proses pelaksanaan maupun kinerja pelaku program; (2) Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan P2FM; (3) Mengidentifikasi hasil capaian P2FM; dan (4) Mengidentifikasi tingkat efektivitas dan efisiensi P2FM. Penelitian ini mengambil sampel di delapan daerah provinsi di Indonesia (daerah terpencil, perdesaan, pinggiran kota, perkotaan, pantai, pinggiran hutan, wilayah perbatasan, dan wilayah industri), yaitu: Sawahlunto (Sumatera Barat), Bintan (Riau Kepulauan), Bengkulu Utara (Bengkulu), Majalengka (Jawa Barat), Rembang (Jawa Tengah), Tulung Agung (Jawa Timur), Gianyar (Bali), dan Bellu (Nusa Tenggara Timur). Data dan informasi digali dengan studi dokumentasi, wawancara, observasi, dan Focus Group Discussion. Sedangkan teknik analisis data untuk tujuan penelitian
pertama dan kedua digunakan teknik analisis kualitatif yang diolah berdasarkan kategori data yang selanjutnya dideskripsikan sesuai dengan tujuan penelitian. Untuk tujuan penelitian ketiga digunakan teknik analisis kuantitatif untuk mengetahui
sejauh mana P2FM dilaksanakan, yang mencakup kondisi awal dan output dari perkembangan KUBE, perkembangan LKM, dan kondisi kesejahteraan sosial fakir miskin.
Analis penelitian menggunakan pendekatan Logical Framework Analysis, yang mengaitkan hubungan di antara berbagai komponen, yang meliputi: masukan (inputs), proses (processes), keluaran (outputs), hasil (outcomes) dan dampak yang
dihasilkan (impacts). Untuk itu, ada 5 komponen kunci dalam penelitian ini, yaitu: modal, keterampilan melalui pelatihan, komitmen, pemahaman tentang kemasyarakatan, dan pemasaran belum terlaksana dengan baik. Hal ini disebabkan karena pemberdayaan yang dilakukan belum dapat dirasakan manfaatnya secara ekonomi dan belum dapat meningkatkan pendapatan keluarga. Akan tetapi, manfaat nonekonomi sudah dapat dirasakan oleh anggota KUBE, seperti adanya tabungan
di masa yang akan datang. Sebagian anggota KUBE melihat bahwa status sosial mereka meningkat, karena memiliki ternak kambing atau sapi yang selama ini mereka harapkan.
Berdasarkan analisis di atas dapat dinyatakan bahwa pemberdayaan yang dilakukan sudah dapat dikatakan berhasil, karena anggota KUBE merasa status sosialnya meningkat, yang berarti keberhasilan aspek sosialnya sudah terlihat, walaupun berdasarkan pendekatan Logical Framework Analysis, keberhasilan ekonomi masih belum dapat dibuktikan. Untuk melihat kemungkinan pengembangan konsep pemberdayaan ini di masa yang akan datang, peneliti mencoba menganalisis melalui analisis SWOT untuk mengetahui kekuatan KUBE yang dapat dikembangkan, kelemahan yang harus diperbaiki, peluang yang dapat menjadikan KUBE lebih berhasil, dan ancaman yang mungkin terjadi. Berdasarkan hasil penelitian ini diajukan rekomendasi untuk diadakan langkah lanjutan, berupa penelitian eksperimentasi melalui uji coba laboratorium kesejahteraan sosial dengan dua alternatif.