Bahan Ajar Konsep Dasar Evaluasi

Pengertian

Saya yakin istilah evaluasi sudah akrab ditelinga anda masing-masing. Bahkan ketika mendengar kata evaluasi, anda sering mengaitkannya dengan kata penilaian, pengukuran dan tes.

Kesalahan awam yang paling sering ditemui dalam dunia pendidikan, adalah menganggap keempat kata tersebut adalah sama atau sinomim. Padahal pada kenyataannya evaluasi, penilaian (assessment), pengukuran (measurement), dan tes adalah empat kata yang berbeda baik dari segi makna maupun ruang lingkupnya.

Agar tidak terjadi kesalahan serupa, ada baiknya kita membahas perbedaan antara evaluasi, asesmen, pengukuran dan tes.

 

Apa itu tes?

Istilah tes berasal dari bahasa latin “testum” yang berarti sebuah piring atau jambangan dari tanah liat. Istilah ini pada awalnya digunakan dalam bidang psikologi sebagai metode untuk menyelidiki kejiwaan seseorang.

Tes didefinisikan sebagai tugas atau serangkaian tugas yang dipergunakan untuk memperoleh pengamatan-pengamatan sistematis, yang dianggap mewakili ciri atau atribut pendidikan atau psikologis (Sax, 1980: 13).

Dalam bahasa sederhananya, tes adalah sejumlah pertanyaan yang harus dijawab dengan benar. Dan sebagai hasilnya diperoleh sebuah ukuran (nilai angka) sebagai representasi kemampuan dari orang yang menjawab.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tes merupakan alat ukur yang hasilnya kuantitatif dan memiliki jawaban benar-salah. Serupa dengan mistar sebagai alat ukur panjang dan timbangan sebagai alat ukur berat.

Sebuah alat ukur tentu harus memenuhi sejumlah kriteria agar dapat diandalkan. Kriteria tersebut adalah validitas dan reliabilitas. Validitas berarti mengukur apa yang seharusnya diukur, dan reliabilitas berarti hasil ukurnya konsisten atau tidak berubah-ubah.

Sebuah mistar dikatakan valid jika digunakan mengukur panjang. Dan sebaliknya dianggap tidak valid jika digunakan mengukur berat. Timbangan dinyatakan reliabel jika menunjukkan hasil yang sama dimanapun dan kapanpun, untuk setiap benda yang sama beratnya.

Dalam dunia pendidikan, tes adalah alat ukur untuk mengetahui tingkat penguasaan peserta didik terhadap materi yang telah dipelajari.

Selain tes, dalam dunia pendidikan ada juga alat ukur yang bersifat non-tes, digunakan untuk mengetahui perubahan tingkat laku, karakter, sikap dll. Berbeda dengan tes, alat ukur non-tes tidak memiliki jawaban benar ataupun salah.

 

Apa itu pengukuran?

Pengukuran dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah “measurement” merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk mengukur, dalam arti membandingkan fakta-fakta yang ada dengan sebuah kriteria atau satuan ukuran tertentu sehingga sifatnya menjadi kuantitatif (Arikunto & Jabar, 2004).

Sehingga bisa disimpulkan bahwa pengukuran adalah sebuah proses, bukan hasil. Yakni proses yang dilakukan secara sistematis untuk memperoleh besaran kuantitatif dari suatu obyek tertentu dengan menggunakan alat ukur yang baku (Sridadi, 2007).

Dalam bahasa sederhananya, pengukuran dapat dipahami sebagai proses mengukur atau pemberian angka-angka (sekor) yang merupakan representasi dari atribut sebuah objek ukur. Ilmu tentang pengukuran disebut dengan psikometri.

Secara konseptual angka-angka hasil pengukuran berada pada rentang kontinum yang bergerak dari dua kutub yang saling berlawanan. Misalnya 0-100. Dimana 0 berarti sangat rendah/negatif, dan 100 bermakna sangat tinggi/positif.

Alat yang dipergunakan dalam pengukuran bisa saja alat ukur yang baku secara Internasional seperti meteran, timbangan, stop watch, termometer dan sebagainya. Serta dapat pula berupa alat yang dibuat dan dikembangkan sendiri dengan mengikuti proses pengembangan atau pembakuan instrumen, seperti soal pilihan ganda (tes) dan kuesioner (non-tes).

 

Apa Itu Penilaian/Asesmen?

Asesmen diserap dari Bahasa Inggis “assesment” yang akar katanya adalah “assess” yang berarti menilai/menaksir.

Menilai berarti mengambil keputusan terhadap sesuatu dengan mengacu pada ukuran tertentu, seperti menilai baik-buruk, sehat-sakit, pandai-bodoh, tinggi-rendah dll.

Dalam dunia pendidikan, asesmen atau penilaian berarti sebuah proses pengumpulan informasi untuk memonitor kemajuan peserta didik (Overton, 2008). Lebih tepatnya aktivitas mengumpulkan, mereviu dan menggunakan informasi secara sistematik tentang program pendidikan dengan tujuan meningkatkan belajar dan perkembangan siswa (Palomba & Banta, 1999).

Artinya penilaian adalah proses selanjutnya dari kegiatan pengukuran. Sebagai diagnosa terhadap nilai yang diperoleh dari proses pengukuran (Changelosi, 1990).

Dalam bahasa sederhananya, penilaian merupakan kegiatan menafsirkan atau mendeskripsikan hasil pengukuran (Mardapi, 2003).

Penilaian menjawab pertanyaan tentang sebaik apa hasil atau prestasi belajar seorang peserta didik yang telah diperoleh dari aktivitas pengukuran.

Pengukuran berusaha menetapkan jumlah hasil belajar (kuantitatif) sedangkan penilaian berusaha menetapkan harganya secara kualitatif.

Pengukuran menyangkut penentuan jumlah perubahan yang diharapkan dalam belajar mengajar sedangkan penilaian berkenaan dengan penentuan harga terhadap perubahan-perubahan atau hasil-hasil yang dicapai.

 

Apa Itu Evaluasi?

Evaluasi berasal dari Bahasa Inggris “evaluation” yang juga berarti penilaian. Akar katanya adalah “value” yang berarti nilai. Istilah evaluasi merujuk pada suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu.

Sekilas evaluasi nampak sinonim dengan asesmen. Namun pada kenyataannya memiliki ruang lingkup yang berbeda.

Evaluasi merupakan proses menggambarkan, memperoleh, dan menyajikan informasi yang berguna untuk merumuskan suatu alternatif keputusan (Stufflebeam et al, 1971). Dalam hal ini melibatkan kegiatan analisis dan interpretasi terhadap informasi (Frey & Alman, 2003), yang diperoleh dari aktivitas mengukur dan menilai (Arikunto, 2005: 2-3).

Guba dan Lincoln (1985: 35) mendefinisikan evaluasi sebagai suatu proses untuk menggambarkan evaluan (orang yang dievaluasi) dan menimbang arti (merit) dan nilainya (worth).

Sejalan dengan pengertian evaluasi yang disebutkan di atas, Arifin (2013:5) mengemukakan bahwa pada hakikatnya evaluasi adalah suatu proses yang sistematis dan berkelanjutan untuk menentukan kualitas (nilai dan arti) daripada sesuatu, berdasarkan pertimbangan dan kriteria tertentu dalam rangka mengambil suatu keputusan.

Evaluasi pembelajaran di SD adalah penaksiran terhadap pertumbuhan dan kemajuan siswa SD ke arah tujuan atau nilai-nilai yang telah ditetapkan dalam kurikulum setelah seorang siswa mengikuti suatu program pembelajaran.

Serupa dengan penilaian, hasil dari evaluasi juga bersifat kualitatif. Berbeda dengan tes dan pengukuran yang hasilnya bernilai kuantitatif.

Namun ruang lingkup penilaian lebih sempit dan biasanya hanya terbatas pada salah satu komponen atau aspek saja, seperti prestasi belajar peserta didik. Sementara ruang lingkup evaluasi lebih luas, mencakup semua komponen dalam suatu sistem (sistem pendidikan, sistem kurikulum, sistem pembelajaran).

Hubungan antara tes, pengukuran, asesmen dan evaluasi dapat digambarkan sebagai berikut:

Hubungan antara tes, pengukuran, asesmen, dan evaluasi

Dengan membaca contoh kasus ini, maka perbedaan tes, pengukuran, asesmen dan evaluasi mungkin akan lebih mudah dimengerti:

Seorang guru ingin mengetahui apakah peserta didiknya sudah menguasai kompetensi dasar dalam suatu mata pelajaran. Untuk itu, guru memberikan tes tertulis dalam bentuk objektif pilihan-ganda sebanyak 50 soal kepada peserta didiknya. Artinya guru menggunakan tes.

Selanjutnya, guru memeriksa lembar jawaban peserta didik sesuai dengan kunci jawaban, kemudian sesuai dengan rumus tertentu dihitung skor mentahnya. Ternyata, skor mentah yang diperoleh peserta didik sangat bervariasi, ada yang memperoleh skor 25, 36, 44, 47, dan seterusnya. Sampai di sini sudah terjadi pengukuran.

Angka atau skor-skor tersebut tentu belum mempunyai nilai/makna dan arti. Untuk memperoleh nilai dan arti dari setiap skor tersebut, guru melakukan pengolahan skor dengan pendekatan Penilai Acuan Patokan. Hasil pengolahan dan penafsiran dalam skala 0 – 10 menunjukkan bahwa skor 25 memperoleh nilai 5 (berarti tidak menguasai), skor 36 memperoleh nilai 6 (berarti cukup menguasai), skor 44 memperoleh nilai 8 (berarti menguasai), dan skor 47 memperoleh nilai 9 (berarti sangat menguasai). Sampai disini sudah terjadi proses penilaian.

Jika guru ingin menilai seluruh komponen pembelajaran (ketercapaian tujuan, keefektifan metode dan media, kinerja guru, dan lain-lain), barulah terjadi kegiatan evaluasi pembelajaran.

 

Tujuan Evaluasi

Secara umum tujuan evaluasi pembelajaran adalah untuk mengetahui keefektifan dan efisiensi sistem pembelajaran secara luas. Sistem pembelajaran dimaksud meliputi: tujuan, materi, metode, media, sumber belajar, lingkungan maupun sistem penilaian itu sendiri.

Selain itu, evaluasi pembelajaran juga ditujukan untuk menilai efektifitas strategi pembelajaran, menilai dan meningkatkan efektifitas program kurikulum, menilai dan meningkatkan efektifitas pembelajaran, membantu belajar peserta didik, mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan peserta didik, serta untuk menyediakan data yang membantu dalam membuat keputusan.

Tujuan khusus evaluasi pendidikan adalah untuk merangsang kegiatan peserta didik dalam menempuh program pendidikan, untuk mencari dan menemukan faktor penyebab keberhasilan dan ketidakberhasilan peserta didik dalam mengikuti program pendidikan sehingga dapat dicari dan ditemukan jalan keluar atau cara-cara perbaikannya (Sudijono, 2006:17).

Singkatnya, evaluasi sebenarnya bertujuan untuk melihat dan mengetahui proses yang terjadi dalam pembelajaran.

Proses pembelajaran memiliki 3 hal penting yaitu, input, transformasi dan output.

Input adalah peserta didik yang telah dinilai kemampuannya dan siap menjalani proses pembelajaran. Dengan penilaian ini, ingin diketahui apakah kelak peserta didik akan mampu mengikuti pelajaran dan melaksanakan tugas-tugas yang akan diberikan kepadanya.

Transformasi adalah segala unsur yang terkait dengan proses pembelajaran yaitu; guru, media dan bahan belajar, metode pengajaran, sarana penunjang dan sistem administrasi.

Sedangkan output adalah capaian yang dihasilkan dari proses pembelajaran


Jenis-jenis Evaluasi

Evaluasi Formatif

Adalah evaluasi yang ditujukan untuk memperbaiki proses belajar mengajar. Jenis evaluasi ini dapat dilaksanakan pada pertengahan semester (UTS), setiap jam pelajaran berakhir (ujian harian), atau ujian yang dilakukan guru setelah selesai mengajarkan satu unit pengajaran tertentu.

Evaluasi Sumatif

Adalah evaluasi yang ditujukan untuk keperluan penentuan angka kemajuan atau hasil belajar siswa. Jenis evaluasi ini dilaksanakan setelah guru menyelesaikan pengajaran yang diprogramkan untuk satu semester. Dan kawasan bahasanya sama dengan kawasan bahan yang terkandung di dalam satuan program semester.

Evaluasi Penempatan (Placement)

Adalah evaluasi yang ditujukan untuk menempatkan siswa dalam situasi belajar atau program pendidikan yang sesuai dengan kemampuannya.

Evaluasi Diagnostik

Adalah evaluasi yang ditujukan guna membantu memecahkan kesulitan belajar yang dialami oleh siswa tertentu.


Jenis evaluasi formatif dan sumatif merupakan tanggungjawab guru (guru bidang studi), sedangkan evaluasi penempatan dan diagnostik lebih merupakan tanggungjawab petugas bimbingan penyuluhan/konseling.

 

Fungsi Evaluasi

Fungsi evaluasi dapat dilihat berdasarkan jenis evaluasi itu sendiri, yaitu:

a. Formatif, yaitu memberikan umpan balik (feedback) bagi guru sebagai dasar untuk memperbaiki proses pembelajaran dan mengadakan program remedial bagi peserta didik yang belum menguasai sepenuhnya materi yang dipelajari.

b. Sumatif, yaitu mengetahui tingkat penguasaan peserta didik terhadap materi pelajaran, menentukan angka (nilai) sebagai bahan keputusan kenaikan kelas dan laporan perkembangan belajar, serta dapat meningkatkan motivasi belajar.

c. Diagnostik, yaitu dapat mengetahui latar belakang peserta didik (psikologis, fisik, dan lingkungan) yang mengalami kesulitan belajar,

d. Seleksi dan penempatan, yaitu hasil evaluasi dapat dijadikan dasar untuk menyeleksi dan menempatkan peserta didik sesuai dengan minat dan kemampuannya.


Prinsip Evaluasi

Untuk memperoleh hasil evaluasi yang baik maka kegiatan evaluasi harus bertitik tolak dari prinsip-prinsip antara lain

a. Kontinyu.

Evaluasi tidak boleh dilakukan secara insidental karena pembelajaran itu sendiri adalah suatu proses yang kontinyu. Olehnya itu evaluasi pun harus dilakukan secara kontinyu. Hasil evaluasi yang diperoleh pada suatu waktu harus senantiasa dihubungkan dengan hasil-hasil pada waktu sebelumnya, sehingga dapat diperoleh gambaran yang jelas dan berarti tentang perkembangan peserta didik. Perkembangan belajar peserta didik tidak dapat dari dimensi produk saja tetapi dimensi proses bahkan dimensi input.

b. Kooperatif.

Prinsip ini menyatakan bahwa dalam kegiatan evaluasi guru hendaknya bekerja sama dengan semua pihak, seperti orang tua peserta didik, sesama guru, kepala sekolah termasuk peserta didik itu sendiri. Hal ini dimaksudkan agar semua pihak merasa puas dengan hasil evaluasi, dan pihak-pihak tersebut merasa dihargai.

c. Komprehensif

Dalam melakukan evaluasi terhadap suatu objek, guru harus mengambil seluruh objek, sebagai bahan evaluasi. Misalnya jika objek evaluasi itu adalah peserta didik, maka seluruh aspek kepribadian peserta didik itu harus dievaluasi, baik yang menyangkut kognitif, afektif, maupun psikomotor anak.

d. Adil dan Obyektif.

Dalam melaksanakan evaluasi guru harus berlaku adil tanpa pilih kasih. Kata adil dan obyektif memang mudah diucapkan, tetapi sulit dilaksanakan. Meskipun kewajiban manusia harus berihktiar. Semua peserta didik harus dilakukan sama tanpa pandang bulu. Guru hendaknya bertindak secara obyektif, apa adanya sesuai dengan kemampuan peserta didik. Olehnya itu sikap like and dislike, perasaan, keinginan dan prasangka yang bersifat negative harus dijauhkan. Evaluasi harus didasarkan atas kenyataan (data dan fakta) yang sebenarnya, bukan hasil manipulasi atau rekayasa. Untuk mencapai keobyektifan dalam evaluasi perlu adanya data dan atau fakta. Dari data dan fakta inilah dapat diolah dan kemudian diambil suatu kesimpulan. Makin lengkap data dan fakta yang dapat dikumpulkan maka makin obyektiflah evaluasi yang dilakukan.

e. Praktis

Praktis mengandung arti mudah dipahami dan digunakan, baik oleh guru sendiri yang menyusun alat evaluasi maupun orang lain yang akan menggunakan alat tersebut. Untuk itu harus diperhatikan bahasa dan petunjuk mengerjakan soal.


Referensi
Arifin, Zainal (2013) Evaluasi Pembelajaran : Prinsip-Teknik-Prosedur. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya.
Arikunto, Suharsimi. (2005). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara, 2005.

Arikunto, Suharsimi & Jabar. (2004). Evaluasi Program Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

Calongesi, James S. (1995). Merancang Tes untuk Menilai Prestasi Siswa. Bandung : ITB

Frey, Barbara A., and Susan W. Alman. (2003). Formative Evaluation Through Online Focus Groups, in Developing Faculty to use Technology, David G. Brown (ed.), Anker Publishing Company: Bolton, MA.

Guba, E.G. dan Lincoln, Y.S. (1985). Effective Evaluation. San Francisco: Jossey-Bass Pub.

Mardapi, Djemari (2003). Desain Penilaian dan Pembelajaran Mahasiswa. Makalah Disajikan dalam Lokakarya Sistem Penjaminan Mutu Proses Pembelajaran tanggal 19 Juni 2003 di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. 

Overton, Terry. (2008). Assessing Learners with Special Needs: An Applied Approach (7th Edition). University of Texas - Brownsville

Palomba, Catherine A. And Banta, Trudy W. (1999). Assessment Essentials: Planning, Implementing, Improving. San Francisco: Jossey-Bass

Sax, G., (1980) Principles of Educational and Psychological Measurement and Evaluation, Belmont California: Wads Worth Pub.Co.

Sridadi. (2007). Diktat Mata Kuliah Evaluasi Pembelajaran Penjas. Yogyakarta: FIK UNY.

Stufflebeam, D. L. et al. (1971). Educational Evaluation and Decision Making. Fourth Printing. Illinois: F. E. Peacock Publisher, Inc.

Sudijono, Anas. (2006). Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.



Last modified: Wednesday, 10 February 2021, 1:54 PM