Uraian Materi

Upaya Pengembangan Kecakapan Peserta Didik. Untuk mengatasi masalah perbedaan kecakapan siswa dan kurangnya perhatian pada keterampilan non-akademik, pendekatan yang lebih holistik diperlukan dalam sistem pendidikan. Salah satu strategi yang dapat diterapkan adalah penerapan pembelajaran yang berdiferensiasi, di mana guru menyesuaikan metode pengajaran dengan kebutuhan dan potensi individu siswa. Melalui strategi ini, setiap siswa dapat diberi tantangan yang sesuai dengan kemampuannya dan didorong untuk mencapai potensi maksimal mereka. Selain itu, pendidikan harus memberikan perhatian lebih pada pengembangan keterampilan sosial dan emosional. Program-program yang fokus pada pengelolaan emosi, keterampilan berkomunikasi, dan kerja sama dapat membantu siswa menjadi lebih siap menghadapi tantangan dalam kehidupan, baik di dalam maupun di luar sekolah. Pengembangan kecakapan ini tidak hanya membantu siswa dalam berinteraksi dengan orang lain, tetapi juga memperkuat kemampuan mereka untuk mengatasi stres dan tekanan akademik.

1.   Konsep kecakapan

Kecakapan (ability) menurut Kamus besar Bahasa Indonesia adalah kecakapan untuk menyelasaikan tugas. Kemampuan juga berarti suatu hal yang banyak berhubungan dengan menggunakan gerakan anggota badan, sehingga memiliki ketangkasan berupa gerakan yang luwes, teratur, tepat dan lancar.

Menurut WoodWorth dan Marquis yang dikutip oleh Sumadi Suryabrata ability (kemampuan) memiliki tiga arti:

a.     Achievement, yang merupakan actual ability, yang dapat diukur langsung dengan alat atau tes tertentu.

b.    Capacity, yang merupakan potential ability, yang dapat diukur secara tidak langsung dengan melalui pengukuran terhadap kecakapan individu, dimana kecakapan ini berkembang dengan perpaduan antara dasar dengan training yang insentif dan pengalaman.

c.     Aptitude, yaitu kualitas yang hanya dapat diungkapkan atau diukur dengan tes khusus yang sengaja dibuat untuk itu.

Berdasarkan definisi yang telah dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan merupakan kualitas yang dapat diukur baik diukur secara langsung, tidak langsung maupun dengan tes khusus yang sengaja dibuat untuk itu. Kecakapan (ability adalah keterampilan seseorang yang merupakan suatu kemampuan potensial yang nyata dalam mengenal dan memahami,menganalisis,menilai serta memecahkan masalah dengan menggunakan rasio dengan cepat dan melihat hal-hal yang benar dan tidak benar.

1.   Kecerdasan

Kecerdasan adalah kemampuan seseorang untuk memecahkan masalah yang dihadapi, dalam hal ini adalah masalah yang menuntut kemampuan fikiran serta dapat diukur secara kuantitatif dan kualitatif.

2.   Kecerdasan Jamak

Jenis-Jenis Kecerdasan

Jenis-jenis kecerdasan ini dikenal dengan nama kecerdasan majemuk yang dikemukanan oleh Howard Gadner. Pada tahun 1983 Howard Gadner, seorang profesor dan psikolog yang berasal dari Universitas Harvard, menulis sebuah buku yang berjudul Frames of Mind: The Theory of Multiple Intelligences. Dalam buku tersebut, Gadner menyebutkan bahwa manusia memiliki 8 jenis kecerdasan, beberapa tahun terakhir ditambahkan satu kecerdasan lagi. Hingga kini, dikenal ada 9 jenis kecerdasan dalam teori kecerdasan majemuk ini. Berikut adalah jenis-jenis kecerdasan menurut Howard Gadner.

a.     Kecerdasan Verbal-Linguistik

Kecerdasan verbal-linguistik adalah kecerdasan meliputi kemampuan berbahasa. Kecerdasan itu mulai dari kegiatan berbicara, membaca, menulis, memahami urutan dan makna kata-kata, hingga menggunakan Bahasa dengan baik dan benar.

Anak yang memiliki kecerdasan verbal-linguistik ini memiliki kemampuan yang baik dalam bidang bahasa, mampu mengingat informasi secara verbal dan tertulis, senang membaca dan menulis, jago berdebat dan berpidato, juga seorang presenter yang baik.

b.    Kecerdasan Logis-Matematis

Kecerdasan logis-matematis ini berhubungan dengan kemampuan dalam mengolah angka, matematika, dan logika untuk menemukan dan memahami berbagai pola, seperti pola pikir, pola visual, pola jumlah, atau pola warna.

Anak dengan kecerdasan logis-matematis ini akan suka dengan pelajaran matematika dan logika.

c.     Kecerdasan Spasial-Visual

Kecerdasan spasial-visual ini berhubungan erat dengan imajinasi, dan senang dengan bentuk, gambar, pola, desain, serta tekstur. Anak yang memiliki kecerdasan spasial-visual ini sangat senang menggambar, melukis, mewarnai, bermain puzzle, ataupun playdough.

d.    Kecerdasan Kinestetik-Jasmani

Kecerdasan kinestetik-jasmani ini berhubungan dengan kemampuan koordinasi anggota tubuh dan keseimbangan. Anak yang memiliki kecerdasan kinestetik-jasmani ini senang melakukan aktivitas fisik. Mereka senang menari dan berolahraga.

e.    Kecerdasan Musikal

Kecerdasan musikal ini berhubungan dengan kemampuan memainkan alat musik dan mendengarkan lagu. Anak-anak dengan kecerdasan musikal ini sangat mahir dalam memahami dan membuat melodi, irama, nada, vibrasi, suara, dan ketukan menjadi sebuah musik.

f.     Kecerdasan Intrapersonal

Kecerdasan intrapersonal ini adalah kecerdasan dalam introspeksi diri. Anak yang memiliki kecerdasan interpersonal ini akan mudah memahami dirinya sendiri, tahu kelebihan dan kekurangan yang dimiliki, serta bisa memotivasi dirinya.

Anak dengan kecerdasan intrapersonal ini akan tumbuh menjadi anak yang bijaksana. Dia juga pandai mengendalikan diri dan mengambil keputusan.

g.     Kecerdasan Interpersonal

Kecerdasan interpersonal adalah kecerdasan yang berhubungan dengan kehidupan bermasyarakat. Anak yang memiliki kecerdasan interpersonal ini mudah berinteraksi dan bergaul dengan orang lain. Dia akan mudah bekerja sama dengan orang lain, memiliki empati sosial yang tinggi dan bisa memediasi konflik.

h.    Kecerdasan Naturalis

Kecerdasan naturalis ini berhubungan dengan kemampuan memahami alam. Anak yang memiliki kecerdasan naturalis akan mampu mengenali dan mengkategorikan tanaman, hewan, dan benda-benda lain di alam, serta tertarik mempelajari spesies makhluk hidup.

i.      Kecerdasan Eksistensial

Kecerdasan eksitensial ini adalah jenis kecerdasan yang baru-baru ini ditambahkan oleh Gadner. Kecerdasan eksistensial ini berhubungan dengan kemampuan dalam mengajukan dan mencari jawaban pertanyaan mendalam tentang eksistensi manusia, seperti "Apa arti hidup?", "Mengapa kita mati?”, atau "Apa peran kita di dunia?". Kecerdasan eksistensial lebih mengarah ke bidang filsafat. Kecerdasan eskistensial ini dianggap berkaitan dengan tipe kecerdasan spiritual.

3.   Kecerdasan Emosional dan Kecerdasan Spiritual

Kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk mengenali perasaan kita sendiri dan orang lain, sedangkan Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna atau value, yaitu untuk menempatkan perilaku dan hidup dalam konteks makna yang lebih luas. Kedua kecedasan ini tidak dapat dipisahkan, karena saling berhubungan. Orang yang memiliki kecerdasan emosional dan spiritual biasanya memiliki jiwa kepedulian dan ikatan silatirahmi yang tinggi baik terhadap sesama maupun lingkungan sekitarnya. Seperti tokoh yang diceritakan Allah dalam Al-Quran yaitu Luqman Hakim yang senantiasa mengajarkan mengajarkan kebaikan kepada anaknya serta melarangnya dalam perbuatan munkar. Dalam Al-Quran terdapat satu surat yang menjelaskan kecerdasan emosional dan spiritual yang bertujuan untuk membentuk generasi muda yang berakhlak mulia.

4.   Pengukuran kecerdasan

Pengukuran inteligensi adalah prosedur pengukuran yang meminta peserta untuk menunjukkan penampilan maksimum, sehingga pengukuran inteligensi dilakukan menggunakan tes yang dikenal dengan tes inteligensi. Tes inteligensi awalnya dikembangkan oleh Sir Francis Galton. Dia tertarik dengan perbedaan individu dari teori evolusi Charles Darwin. Dilihat dari segi pelaksanaannya tes inteligensi dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu tes individual dan kelompok. Termasuk dalam tes individual adalah skala Stanford-Binet dan Wechler. Tes kelompok diberikan kepada sejumlah siswa dengan jawaban tertulis. Tes ini pertama kali digunakan di Amerika Serikat selama Perang Dunia I berupa Army Alpha Test dan Army Beta Test. Army Alpha Test digunakan untuk menyeleksi calon prajurit yang dapat membaca, menulis dan berbahasa Inggris. Army Beta Test digunakan untuk menyeleksi calon prajurit yang buta huruf dan tidak bisa berbahasa Inggris (Abror, 1993:53–57).

Inteligensi diramalkan berhubungan dengan prestasi, baik dalam kehidupan maupun di sekolah. Oleh karenanya prestasi yang hendak diramalkan oleh tes inteligensi dapat bersifat umum dan khusus. Prestasi umum adalah keberhasilan hidup secara umum. Secara khusus prestasi adalah prestasi dalam bidang tertentu di sekolah, misalnya matematika, bahasa, dan sebagainya.

Intelegensi: Konsep dan Pengukurannya khusus (specific ability test). Tes inteligensi umum terdiri dari butir soal dalam berbagai bidang penggunaan seperti bahasa, bilangan, ruang, dan sebagainya. Tes inteligensi khusus mengarah untuk menyelidiki siswa yang mempunyai bakat khusus dalam bidang studi tertentu seperti bahasa, matematika, dan sebagainya. Tes-tes inteligensi biasanya mengacu pada konsep inteligensi sebagai inteligensi umum. Terdapat bermacam-macam tes inteligensi yang dapat digunakan, di antaranya tes Stanford-Binet dan Wechler. Tes pertama yang merupakan tes inteligensi moderen dikembangkan oleh ahli psikologi Perancis Alfred Binet pada tahun 1881. Pada saat itu pemerintah Perancis mengeluarkan Undangundang yang mewajibkan semua anak masuk sekolah. Pemerintah meminta Binet untuk membuat tes guna mendeteksi anak-anak yang terlambat intelektualnya (Atkinson, Atkinson, Smith dan Bem, t.th: 152). Tes-tes inteligensi kemudian banyak mengacu pada tes yang telah dikembangkan oleh Binet. Tes inteligensi Binet mengalami beberapa kali revisi. Revisi terakhir adalah revisi yang dikerjakan bersama Terman dari Universitas Stanford yang dikenal dengan tes inteligensi Stanford-Binet. Tes terdiri dari 17 subtes yang dikelompokkan dalam empat area teoretik yaitu penalaran verbal, penalaran kuantitatif, penalaran abstrak-visual, dan ingatan jangka pendek (Good dan Brophy, 1990: 588).

Wechler menyusun tes inteligensi karena beberapa kelemahan yang terdapat pada tes intekegensi Stanford-Binet. Kelemahan itu: 1) tes Stanford-Binet tidak dapat digunakan untuk mengukur inteligensi orang dewasa; 2) tes Stanford-Binet terlalu tergantung pada kemampuan bahasa (Atkinson, Atkinson, Smith dan Bem, t.th: 157).

Wechler menyusun tiga tes inteligensi yaitu 1) the Wechler Preschool and Primary Scale of Intelligence (WPPI). Tes ini digunakan untuk mengukur inteligensi anak prasekolah atau pada umur 4 – 5 tahun, 2) the Wechler Intelligence Scale for Children (WISC). Tes ini digunakan untuk mengukur inteligensi anak-anak umur 5 – 15 tahun, dan 3) the Wechler Adult Intelligence Scale (WAIS). Tes ini digunakan untuk orang dewasa di atas umur 15 tahun. Menurut Abror (1993: 56), skala Wechler dibagi menjadi dua kelompok subtes yaitu tes verbal dan tes perbuatan (performance). Tes verbal terdiri dari enam macam yaitu tes informasi, tes pemahaman umum, tes penalaran berhitung, tes analogi, tes lamanya mengingat angka, dan tes perbendaharaan kata sebanyak 40 buah kata yang disusun menurut urutan kesulitan. Tes perbuatan terdiri dari lima macam yaitu tes simbol-angka yang meminta subjek untuk menjodohkan simbol dengan angka, tes menyempurnakan gambar, tes potongan balok, tes menyusun gambar, dan tes pemasangan objek.

Inteligensi ditetapkan dalam ukuran yang

disebut intelligence quotient (IQ). Ukuran IQ adalah nisbah atau rasio antara umur kecerdasan (mental age, disingkat MA) dengan umur kalender (chronological age, disingkat CA) (Suryabrata, 2002 : 152). MA diperoleh dari tes psikologi dan CA dihitung dari tanggal kelahiran peserta tes.

5.   Bakat dan hasil belajar

Bakat merupakan potensi yang dimiliki oleh seseorang sebagai bawaan sejak lahir. Bakat menunjukkan karakteristik unik individu yang memudahkan seseorang untuk melakukan tugas dan aktivitasnya. Pendapat tersebut didukung oleh Djamarah (2015:196) yang menjelaskan bahwa bakat merupakan kemampuan bawaan yang berupa potensi seseorang tetapi masih perlu dilatih dan dikembangkan. Sejalan dengan pendapat Sobur (2016:158) bahwa bakat merupakan kemampuan alamiah untuk mendapatkan pengetahuan atau keterampilan yang bersifat umum (contohnya, bakat intelektual umum) atau khusus (bakat akademis khusus).

Menurut Bingham (1973) dalam Suryabrata (2013:161), bakat adalah kemampuan yang dimiliki individu yang diperoleh melalui latihan sebagian pengetahuan, keterampilan, atau serangkaian respon seperti kemampuan berbahasa, kemampuan musik, dan lain sebagainya. Munandar (1987) dalam Mikarsa dkk. (2011:2.12) menjelaskan bahwa bakat adalah kemampuan bawaan yang dimiliki seseorang sebagai potensi yang masih perlu dikembangkan dan dilatih.

Pendapat tersebut didukung oleh Asmani (2012:22) bahwa bakat merupakan kemampuan atau potensi individu untuk mencapai kecakapan, pengetahuan, dan keterampilan khusus harus kembangkan atau dilatih. Mikarsa dkk (2008:3.24) menyimpulkan bahwa bakat merupakan potensi yang dimiliki seseorang yang perlu dilatih dan dikembangkan karena tanpa latihan dan pengembangan maka bakat yang ada dalam diri seseorang tidak akan terwujud. Menurut Sunarto dan Hartono (199:121) dalam Djamarah (2015:197), bakat memungkinkan seseorang mencapai prestasi dalam bidang tertentu, tetapi diperlukan latihan, pengetahuan, pengalaman, dan mtoivasi agar bakal itu dapat terwujud. Oleh karena itu, semakin sering anak melakukan latihan untuk

mengembangkan bakatnya, maka akan timbul rasa suka dan minat anak pada bidang tersebut. Seperti yang dijelaskan oleh Junaidi (2011) dalam Asmani (2012:21) bakat adalah kegiatan yang disenangi oleh anak-anak secara terusmenerus dan disertai minat yang besar.

Untuk memberikan pengertian tentang hasil belajar maka akan diuraikan terlebih dahulu dari segi bahasa. Pengertian ini terdiri dari dua kata ‘hasil’ dan ‘belajar’. Dalam KBBI hasil memiliki beberapa arti: 1) Sesuatu yang diadakan oleh usaha, 2) pendapatan; perolehan; buah. Sedangkan belajar adalah perubahan tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman.

Secara umum Abdurrahman menjelaskan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar.menurutnya juga anak-anak yang berhasil dalam belajar ialah berhasil mencapai tujuan-tujuan pembelajaran atau tujuan instruksional. Adapun yang dimaksud dengan belajar Menurut Usman adalah “Perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara satu individu dengan individu lainnya dan antara individu dengan lingkungan”. Lebih luas lagi Subrata mendefenisikan belajar adalah “(1) membawa kepada perubahan, (2) Bahwa perubahan itu pada pokoknya adalah didapatkanya kecakapan baru, (3) Bahwa perubahan itu terjadi karena usaha dengan sengaja”. Dari beberapa defenisi di atas terlihat para ahli menggunakan istilah “perubahan” yang berarti setelah seseorang belajar akan mengalami perubahan.

6.   Kreativitas

Menurut Conny R Semiawan (2009: 44) kreativitas adalah modifikasi sesuatu yang sudah ada menjadi konsep baru. Dengan kata lain, terdapat dua konsep lama yang dikombinasikan menjadi suatu konsep baru.

Sedangkan menurut Utami Munandar (2009: 12), bahwa kreativitas adalah hasil interaksi antara individu dan lingkungannya, kemampuan untuk membuat kombinasi baru, berdasarkan data, informasi, atau unsur-unur yang sudah ada atau dikenal sebelumnya, yaitu semua pengalaman dan pengetahuan yang telah diperoleh seseorang selama hidupnya baik itu di lingkungan sekolah, keluarga, maupun dari lingkungan masyarakat.

Menurut Barron yang dikutip dari Ngalimun dkk (2013: 44) kreativitas didefinisikan sebagai kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru. Guilford yang dikutip dari Ngalimun dkk (2013: 44) menyatakan bahwa kreativitas mengacu pada kemamampuan yang menandai seorang kreatif. Rogers (Utami Munandar, 1992: 51) mendifiniskan kreativitas sebagai proses munculnya hasil-hasil baru ke dalam tindakan. Hasil-hasil baru itu muncul dari sifat-sifat individu yang unik yang berinteraksi dengan individu lain, pengalaman, maupun keadaan hidupnya.



Last modified: Friday, 18 October 2024, 1:06 PM