Topic outline

  • GENERAL

    IDENTITAS DOSEN

    Header

    DESKRIPSI MATA KULIAH

    Mata kuliah ini memberikan pengetahuan dan pemahamam teori serta praktik tentang peran pustakawan sebagai information literacy agent yang mampu memenuhi kebutuhan informasi pemustaka. Kemampuan ini dimulai dari mengidentifikasi kebutuhan informasi, mengenali dan menemukan sumber informasi yang sesuai, mengakses informasi dari sumber tersebut dengan efektif dan efisien dan mengevaluasi informasi yang diperoleh untuk dapat digunakan secara etis dan legal. Memberikan teknik dan strategi penelusuran informasi berbasis web dan pengetahuan untuk merancang program literasi infromasi sesuai dengan jenis perpustakaan dan pemustakanya.

    CAPAIAN PEMBELAJARAN PROGRAM STUDI

    S.3 Menginternalisasi nilai, norma, dan etika akademik;

    S.10 Menunjukkan sikap bertanggungjawab atas pekerjaan di bidang keahliannya secara mandiri;

    P.1 Menguasai teori-teori perpustakaan dan informasi, teori-teori komunikasi, dan teori bidang ilmu lain yang relevan dengan pengembangan perpustakaan, informasi, arsip, dokumentasi dan museum;

    P.6 menguasai konsep manajerial perpustakaan dan kelembagaan informasi dalam TIK di bidang informasi, komunikasi, dokumentasi, arsip, dan museum

    P.3 Menguasai teori-teori perilaku informasi dalam konteks harmonisasi sosial di level lokal, nasional, regional, dan internasional;

    KU.4 Mendokumentasikan, menyimpan, mengamankan, dan menemukan kembali data hasil kajian untuk menjamin kesahihan dan menghindarkan plagiasi;
     

    CAPAIAN PEMBELAJARAN MATA KULIAH

    M1. Mampu menginternalisasi nilai, norma, dan etika akademik melalui pengetahuan dan pemahamam teori serta praktik tentang peran pustakawan sebagai information agent yang mampu memenuhi kebutuhan informasi pemustaka; (S3)

    M2. Mampu menunjukkan sikap bertanggungjawab atas pekerjaan di bidang keahliannya secara mandiri melalui pemberian teknik dan strategi dan pengetahuan untuk menggunakan informasi dengan bijak dan sesuai kebutuhan; (S10)

    M3. Mampu menjelaskan sejarah ruang lingkup definisi dan perkembangan literasi informasi;(P1)

    M4. Mampu menjelaskan konsep literasi informasi, kebutuhan informasi, penelusuran informasi, standar kompetensi literasi informasi, literasi media, literasi data dan literasi teknologi; (P1)

    M5 Mampu menggunakan teknik penggunaan teknologi informasi dan komunikasi untuk pencarian informasi; (P3)

    M6 Mampu mengidentifikasi berbagai standar dan model literasi informasi untuk perpustakaan sekolah, perguruan tinggi, khusus dan umum; (P3)

    M7. Mampu mengidentifikasikan kebutuhan informasi dan sumber informasi untuk menggunakan informasi yang sesuai dengan kebutuhan; (P6)

    M8. Mampu mengidentifikasi kebutuhan informasi, mengenali dan menemukan sumber informasi yang sesuai, mengakses informasi dari sumber tersebut dengan efektif dan efisien dan mengevaluasi informasi yang diperoleh untuk dapat digunakan secara etis dan legal; (KU4)

  • PERTEMUAN 1: KONSEP DASAR LITERASI INFORMASI

    PENDAHULUAN

    Literasi informasi merupakan suatu keterampilan seseorang mengetahui kapan suatu informasi dibutuhkan dan seperangkat keterampilan setiap individu miliki untuk mencari informasi, menemukan informasi, menganalisis informasi, mengevaluasi informasi, hingga mengkomunikasikan suatu informasi sebagai bentuk pemenuhan  kebutuhan informasi dan pemecahan berbagai masalah. Keterampilan literasi informasi bisa membekali kita untuk hidup di abad 21, dimana masyarakat dipaksa untuk memiliki keterampilan information and communication technology (ICT) yang cakap. Ciri dari melek ICT ini adalah melek teknologi dan media, yang mampu berkomunikasi efektif, berpikir kritis, memecahkan masalah, dan berkolaborasi. Kemampuan tersebut dapat diraih dengan pelatihan literasi informasi dari kelima ciri ini.

    CAPAIAN PEMBELAJARAN

    1. Mampu memahami dan menjelaskan konsep dasar literasi informasi;
    2. Mengetahui tujuan dan manfaat dari pembelajaran literasi informasi;
    3. Mengetahui pengembangan konsep literasi informasi;
    4. Mampu menganalisis hubungan literasi informasi dengan keterampilan kerja perpustakaan;
    5. Memahami pengembangan konsep literasi informasi;
    6. Mengetahui perkembangan literasi informasi di Indonesia.

    KONSEP LITERASI INFORMASI

    Literasi informasi pada umumnya diartikan sebagai kapasitas individu untuk mengenali kapan suatu informasi diperlukan dan sebagai kumpulan kemampuan untuk mencari, menemukan, menganalisis, mengevaluasi, dan mengkomunikasikan informasi. untuk memenuhi kebutuhan informasi sebagai pemecahan berbagai masalah (Septiyantono, 2014). Literasi informasi awalnya ditemukan pada tahun 1974 oleh American Information Industry Association lebih tepatnya oleh Paul G. Zurkowski, di satu proposalnya yang dipresentasikan untuk National Commission on Libraries and Information Sciences (NCLIS) daerah Amerika Serikat. Paul Zurkowski memakai istilah ini untuk mengartikan sebagai "teknik serta keterampilan" yang diketahui sebagai literasi informasi, yaitu keterampilan untuk menggunakan berbagai alat informasi dan sumber informasi utama sebagai pemecahan masalah (Zukowski, 1974). Zurkowski juga menyarankan bahwa literasi informasi wajib diterapkan di tingkat nasional, disebabkan urgensi yang tidak dapat dielak dalam hal memprediksi evolusi jumlah informasi dari segi volume, media serta teknologi, yang pastinya bertumbuh (Yudistira, 2017).

    UNESCO (2005) menyatakan bahwa “Information literacy is defined as the ability to recognize when information is required, identify the information required, identify sources or references, locate information quickly and efficiently, develop information critically, organize and integrate information into existing knowledge, communicate information ethically and legally, and carry out all of the above activities effectively.” Yang berarti literasi informasi yaitu kemampuan atau keterampilan setiap individu agar sadar akan keperluan informasi, menemukan serta mengevaluasi kualitas dari suatu informasi yang didapat, menyimpan informasi serta menemukan kembali informasi yang diperoleh, membuat serta memakai informasi dengan efektif dan etis, serta mengkomunikasikan pengetahuan dari informasi tersebut. Silahkan Anda pelajari infografis dibawah ini dengan cermat berkaitan dengan konsep literasi informasi untuk menambah pengetahuan Anda!

    LI

    Aktivitas literasi informasi didukung pula oleh fungsi perpustakaan dalam memberikan sosialisasi terkait literasi informasi. Selain itu keterampilan penggunaan teknologi informasi turut akan mempermudah seseorang dalam memperoleh kemampuan atau kompetensi literasi informasi. Maka dari itu, literasi informasi dapat dikatakan sebagai proses pembelajaran seumur hidup (lifelong learning) yang akan menjadi panduan dan persiapan seseorang dalam mencari informasi guna melangsungkan kehidupan, bukan sebatas lingkup pendidikan saja.

    Salah satu badan kepemimpinan perwakilan perpustakaan Australia (CAUL, 2004) mengungkapkan "Information literacy is an understanding and set of abilities enabling individuals to recognise when information is needed and have the capacity to locate, evaluate, and use effectively the needed information." Yang berarti literasi informasi adalah kemampuan dan kapasitas seseorang untuk mendeteksi kebutuhan informasinya, kemudian menemukan, menganalisis, mengevaluasi, dan berhasil menggunakan informasi tersebut.

    Pendapat lain diungkapkan oleh American Library Association (ALA), yang dipercaya untuk menganalisis peran informasi dalam pendidikan, industri, pemerintahan, dan kehidupan sehari-hari, menyimpulkan dalam laporan akhirnya pada tahun 1989 bahwa:

    “People who are Those who have learnt how to learn are said to be information literate. They understand how to learn because they understand how knowledge is organized, how to locate information, and how to apply information in a variety of ways so that others can benefit from their knowledge. They are people who are prepared to study for the rest of their lives since they can always locate the information they require for each activity or choice they face”. (ALA, 1989, p.1)

    Seseorang yang literat mengetahui cara belajar, sebab mereka mengetahui atau memahami cara menemukan informasi, mengorganisasikan pengetahuan, serta menggunakan informasi untuk untuk pembelajaran sepanjang hayat, memenuhi tugas dari informasi yang didapat, dan sebagai pengambilan keputusan.

     

    TUJUAN LITERASI INFORMASI

    Dengan memanfaatkan sumber daya yang dapat diakses, literasi informasi berupaya membantu seseorang dalam memenuhi tuntutan informasinya dalam kehidupan sehari-hari, seperti di sekolah, pekerjaan, kesehatan, dan lingkungan komunal. Literasi informasi diperlukan untuk mengakses dan menghasilkan informasi dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi serta penerapannya di era globalisasi informasi sekarang ini.

    Literasi informasi merupakan keterampilan penting yang harus dimiliki setiap orang, terutama di bidang akademik. Saat ini, setiap orang memiliki akses ke sumber informasi yang jumlahnya terus bertambah, tetapi tidak semua informasi ini kredibel atau memenuhi persyaratan orang yang mencarinya. Masyarakat akan dapat belajar dengan bebas dan terlibat dengan berbagai informasi berkat literasi informasi. Menurut Tujuan literasi informasi menurut United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO), adalah untuk:

    1. Memungkinkan seseorang mengakses dan mendapatkan informasi tentang kesehatan, lingkungan, pendidikan, dan pekerjaan.
    2. Membantu dalam pembuatan keputusan penting dalam kehidupan mereka.
    3. Akuntabilitas yang lebih besar untuk kesehatan dan pendidikan.

    Sedangkan, menurut Doyle (2005) dengan mempunyai kemampuan literasi informasi, seseorang akan terampil dalam :

    1. Mengumpulkan data yang lengkap dan akurat yang akan menjadi dasar untuk membuat penilaian;
    2. Menerapkan parameter di mana informasi yang relevan harus disediakan;
    3. Membuat daftar kebutuhan informasi;
    4. Mampu mengenali sumber informasi yang prospektif;
    5. Menciptakan dan mengetahui teknik pencarian yang efektif;
    6. Memperoleh informasi yang diperlukan secara cepat dan efektif;
    7. Koreksi atau evaluasi informasi;
    8. Organisasi informasi;
    9. Memasukkan materi yang dipilih ke dalam basis pengetahuan individu lain;
    10. Memanfaatkan informasi dengan baik guna mencapai tujuan tertentu.

    Di luar dari tujuan yang telah disampaikan di atas, literasi informasi juga mempunyai manfaat, menurut Diao Ai Lien (2010, hlm.3) ada dua manfaat literasi informasi, yaitu agar seseorang dapat hidup sukses di kalangan masyarakat yang sedang maraknya informasi, serta secara khusus, dalam penerapan kurikulum berbasis kompetensi di sekolah dan perguruan tinggi karena pastinya pelajar sangat membutuhkan informasi-informasi yang relevan dan kredibel untuk membantu menyelesaikan studi mereka. Disisi lain, Nasution (2015, hlm.17) menyatakan bahwa literasi informasi bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan dalam mengenali kebutuhan informasi dan memilih sumber informasi yang dapat diterima, merancang teknik pencarian, menilai informasi dan sumbernya, memanfaatkan dan menyampaikan informasi, dan mematuhi hukum saat menggunakan informasi.

    HUBUNGAN LITERASI INFORMASI DENGAN KETERAMPILAN PERPUSTAKAAN

    Keterampilan literasi informasi dapat memudahkan siswa dalam proses belajar nya. Bury (2016) menyebutkan bahwa siswa dengan kemampuan literasi informasi akan mudah mengenali informasi yang memiliki reputasi baik dalam mendukung kegiatan akademik mereka, seperti menyelesaikan tugas akademik. Selain itu, keterampilan literasi informasi akan mempermudah siswa dalam membedakan sumber-sumber informasi yang kredibel guna memenuhi kegiatan akademiknya (Azura, 2018). Mesin pencari digital seperti Google dan informasi yang diperoleh dari database perpustakaan universitas adalah contoh dari sumber informasi ini. Kemampuan ini dapat membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir kritis untuk menentukan apakah sumber informasi yang memiliki reputasi baik berasal dari sumber arus utama dan populer atau dari sumber seperti evaluasi rekan atau akademik (Bury, 2016). Keterampilan tersebut tentunya bermanfaat pada era digital seperti sekarang ini, dimana banyak sekali referensi berbasis digital yang bisa diakses tanpa terbatas ruang dan waktu.

    Internet tentu bukanlah satu-satunya sumber belajar elektronik yang dapat digunakan, melainkan terdapat database perpustakaan lainnya, seperti katalog, atau OPAC (Online Public Access Catalogue) yang dapat digunakan dalam proses pemenuhan kebutuhan informasi. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Boger, dkk. (2015), katalog perpustakaan adalah sumber informasi terkomputerisasi yang sulit dipahami dan digunakan oleh siswa, meskipun faktanya mereka menyadari bahwa menggunakan katalog perpustakaan menghasilkan hasil yang lebih baik. Di sisi lain,  sebagian mahasiswa berpendapat sebaliknya, mereka meyakini bahwa menggunakan katalog perpustakaan sebagai sumber informasi sangat mudah dan cepat, terutama berdasarkan temuan berdasarkan kata kunci yang dimasukkan. Sumber informasi berikut dapat berbentuk makalah, portofolio, dan bibliografi siswa juga dapat digunakan untuk mengumpulkan informasi tentang pengetahuan dan keterampilan literasi informasi mereka untuk membantu mereka dalam melaksanakan pembelajaran (Hurst dan Leonard 2007; Scharf et al. 2007; Samson 2010). Scharf (2007) menyelidiki portofolio siswa dan menemukan bahwa siswa yang menghadiri kelas literasi informasi dapat menulis esai yang baik. Para penulis menemukan bahwa pengajaran literasi informasi memiliki pengaruh penting pada tingkat kemampuan mencari informasi siswa maupun mahasiswa, serta kemitraan antara pustakawan dan fakultas di perpustakaan.

    Kemampuan literasi informasi sudah semestinya kita temukan dalam kompetensi seorang pustakawan, karena ia merupakan salah satu faktor penting penggerak fungsi perpustakaan yang sebagai tempat pusatnya berbagai informasi. Literasi informasi dapat terlaksana jika terdapat media sebagai penggeraknya, maka dari itu kemampuan literasi media juga perlu dikuasai oleh seorang pustakawan.

    Dengan memeriksa materi yang dibutuhkan dengan media yang digunakan, literasi informasi dan literasi media digabungkan. Individu akan mengidentifikasi pekerjaan (masalah) dan menentukan masalah apa yang akan dipecahkan untuk menghasilkan bagian dari pengetahuan yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah. Kemudian melakukan analisis informasi atau di media tersebut untuk mengidentifikasi masalah. Penyusunan strategi penelusuran tersebut dapat dilakukan dengan analisis sumber serta akses yang akurat dan relevan dengan kebutuhan informasinya, kemudian sumber atau media informasi tersebut dapat dievaluasi seperti apakah sumber tersebut dapat digunakan dan relevan dengan permasalahan. Shanon Nelson (2010) menyatakan bahwa kualitas sumber informasi dapat ditinjau dari beberapa aspek, yaitu penulis atau kepengarangan, motif dan tujuan dari informasi tersebut, objektivitas, kemutakhiran referensi, tinjauan para ahli, dan stabilitas informasi. Hal tersebut dapat menjadi keterampilan perpustakaan yang dibutuhkan. Singkatnya, dengan menguasai literasi informasi, seseorang akan mampu memiliki keterampilan perpustakaan yang akan mempermudahnya dalam berperilaku informasi.

    Pengorganisasian informasi atau organisasi koleksi pustaka juga menjadi salah satu tugas seorang untuk melaksanakan tanggung jawab perpustakaan, pustakawan harus memperoleh keterampilan seorang pustakawan. Menurut Darmono (2014), pengorganisasian koleksi adalah suatu proses pengorganisasian secara cermat barang-barang (termasuk beberapa informasi atau deskripsi) secara alfabetis, logis, dan dalam subjek tertentu, seperti yang dijelaskan dalam artikel “Menyelenggarakan Koleksi Perpustakaan”. Pada kenyataannya, pengorganisasian koleksi terkait dengan pembuatan katalog perpustakaan, oleh karena itu seorang pustakawan harus mampu menyusun setiap koleksi sesuai dengan bidang kajian yang ditunjukkan dari informasi yang terdapat dalam koleksi tersebut.

    PERKEMBANGAN LITERASI INFORMASI

    Perkembangan literasi informasi di Indonesia dimulai pada tahun 2000-an, dimana saat itu literasi informasi mulai dibicarakan. Sebelumnya, konsen yang sering dibicarakan di Indonesia adalah topik yang berkaitan dengan buta huruf, aksara, serta rendahnya minat baca masyarakat. Kemudian, literasi informasi mulai dikenalkan kepada para pustakawan pada awal tahun 2000. Sejak tahun 2005, Perpustakaan Nasional RI menggarisbawahi masalah ini dengan mengajarkan literasi informasi kepada pustakawan melalui seminar dan lokakarya, mulai dari sekolah, perguruan tinggi, dan perpustakaan umum. Lalu pada tahun 2006, UNESCO menyelenggarakan pelatihan literasi informasi untuk guru, pustakawan sekolah, dan kepala sekolah bekerja sama bersama Perpustakaan Nasional Indonesia, Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah (LIPI), dan Kementerian Riset dan Teknologi. Kegiatan serupa juga diselenggarakan oleh sejumlah kelompok pustakawan profesional. Asosiasi Pekerja Informasi Perpustakaan Sekolah (APISI), yang didirikan pada tahun 2006, didedikasikan untuk mendorong pustakawan sekolah untuk bergabung dengan organisasi dan mendidik mereka tentang konsep literasi informasi. Selain itu, APISI telah mulai berupaya mengembangkan keterampilan literasi informasi di sekolah menengah.

    Departemen Pendidikan Nasional sudah menyusun kompetensi baik atau kompetensi standar tenaga perpustakaan sekolah melalui Badan Standar Nasional Pendidikan di tahun 2007 yang memutuskan literasi informasi menjadi salah satu kompetensi wajib yang harus dimiliki oleh tenaga perpustakaan sekolah. Pada November 2006, Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI) tidak mau tertinggal juga, mereka berdiri sebagai organisasi para pustakawan di Indonesia yang telah menunjukkan ketertarikannya terhadap literasi informasi dengan menjadikan literasi informasi sebagai tema kongresnya yang ke-10 di Denpasar, Bali.

    Di tingkat pendidikan tinggi, banyak universitas secara rutin melaksanakan pendidikan literasi bagi mahasiswa baru pada awal masa perkuliahaan. Kegiatan ini banyak dilakukan baik oleh universitas negeri maupun swasta, dimana universitas telah menyadari kiprah strategis literasi informasi bagi mahasiswa dalam melaksanakan studinya, serta meningkatkan kualitas pendidikannya. Kesadaran tersebut tumbuh karena program pendidikan literasi informasi yang  dilaksanakan merupakan upaya untuk sebatas mengenali pengertian literasi informasi kepada siswa saja, maka dari itu hasil dari program tersebut tidak dapat dievaluasi atau dinilai keberhasilannya. Silahkan Anda amati Perkembangan Literasi Informasi dibawah ini:

    LI 2

    Pustakawan baru-baru ini percaya bahwa perpustakaan memiliki peran penting dalam memajukan tujuan dan kualitas pendidikan. Perpustakaan tentu perlu memasukkan literasi informasi ke dalam kombinasi perpustakaan dan rumor pendidikan guna mendorong dan membantu dalam proses pencapaian  tujuan tersebut. Mahasiswa harus dibantu dan dipandu dalam menerapkan lifelong learning guna meningkatkan kualitas pendidikan serta dirinya. Mahasiswa harus mampu menyerap dan menerima informasi maupun pengetahuan dengan sempurna dan efektif untuk memenuhi tuntutan dalam kehidupan sehari-hari atau memenuhi tugasnya. Maka dari itu dalam membentuk mahasiswa yang literat, perpustakaan memegang peran penting untuk menyokong dan mendukung kegiatan literasi informasi mahasiswa maupun masyarakat.
    Selanjutnya silahkan Anda mengakses beragam materi, mengerjakan tugas, dan menyampaikan pendapat pada forum diskusi.
  • PERTEMUAN 2: LITERASI INFORMASI DAN LIFE LONG LEARNING

    PENDAHULUAN

    Perubahan yang terjadi secara cepat terkait teknologi dan informasi dari hari ke hari kian membuat membludaknya informasi. Siklus ini terus terjadi berulang layaknya sebuah roda dan menetapkan setidaknya terdapat tingkat perkembangan yang menempatkan posisi informasi-informasi tersebut sebagai pusat informasi secara individualis maupun kemasyarakatan. Di masyarakat, perubahan informasi selalu hadir diseluruh bagian kehidupan sehingga turut mempengaruhi kebutuhan informasinya, dan perubahan itu sendiri didasarkan pada inovasi ekonomi maupun teknologi yang membutuhkan tenaga kerja yang berkualitas pada masing-masing bidang. Selain itu dalam sebuah society (lingkungan kemasyarakatan) informasi dapat dengan cepat dan padat tersebar keseluruh lapisan masyarakat, dan mayoritas individu pada usia produktif memiliki keterampilan dasar dalam mencari dan menggunakan informasi untuk memecahkan masalah yang ia hadapi, meskipun begitu kemampuan tersebut belumlah dapat tercerna dengan baik sepenuhnya.

    Di masa lalu, penyebaran informasi yang masih menggunakan kertas membuat penyebaran informasi terbilang lambat, karena informasi baru bisa diketahui setelah kertas tersebar di berbagai lokasi, sehingga keterampilan dasar seperti membaca, menulis, mendengarkan dan berbicara sudahlah cukup untuk menjadikannya ‘Information consumer’. Akan tetapi dalam konsep masyarakat informasi, hal ini tidak berlaku karena perubahan laju informasi yang cepat membuat informasi tersebut bisa saja kehilangan relevansinya dengan cepat pula, sehingga dibutuhkan keterampilan yang memadai untuk mengimbangi percepatan laju informasi yang terjadi ini. Dalam lingkungan informasi seperti saat ini, setiap individu harus mampu untuk terus berkembang meningkatkan keterampilan maupun pemahaman mengenai informasi dalam diri mereka sendiri dengan jangka waktu tertentu agar dapat dikatakan sebagai orang yang berkualitas. Oleh karena itu, individu yang berada dilingkungan masyarakat informasi berada dalam proses belajar berkelanjutan sepanjang hayat dengan mempraktikkan apa yang dipelajari untuk memecahkan masalah yang mereka hadapi.

    Individu yang berada ditengah masyarakat informasi haruslah terus berkembang dan belajar sepanjang hidupnya. Dengan kata lain, konsep masyarakat informasi membutuhkan individu yang terus berkembang seiring perkembangan teknologi dan informasi serta memiliki motivasi untuk belajar seumur hidup, dan di era informasi seperti saat ini, pembelajaran sepanjang hayat mengacu pada proses belajar yang berlangsung terus menerus sepanjang hidup dan bersifat fleksibel karena dapat dilakukan sesuai keinginan tidak terbatas dengan ruang maupun waktu, untuk beradaptasi dengan kondisi yang selalu berubah. Lifelong learning juga berarti menciptakan peluang baru bagi individu dengan memperbarui keterampilan dasar atau memberikan peluang pendidikan yang lebih maju.
    Literasi informasi merupakan keterampilan penting yang perlu dimiliki oleh pustakawan pada era informasi seperti saat ini, sehingga literasi informasi bagi pustakawan tidak hanya diukur dengan kemampuan melek huruf atau sekedar bisa membaca. Dengan memiliki kemampuan literasi informasi, diharapkan pustakawan bisa memiliki kesadaran akan kebutuhan informasi serta solusi untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Selain itu, pustakawan dituntut untuk peka terhadap kebutuhan informasi pemustaka serta mampu berpikir kritis, juga bersikap sesuai etika edngan memberdayakan informasi yang dimilikinya. Tentunya kemampuan tersebut perlu diikuti dengan pemahaman metode yang efektif dan efisien dalam menelusuri dan menyediakan informasi bagi pemustaka. Di samping itu, pustakawan juga diharapkan bisa memiliki kemampuan dalam menelusuri, menyeleksi, menganalisis, mengevaluasi, dan mengelola serta memanfaatkan informasi yang dimiliki berdasarkan pada kaidah-kaidah intelektual.

    Masalah utama yang dialami oleh Indonesia bukan lagi buta aksara, karena persentasenya dari tahun ke tahun terus menurun dan mayoritas penduduk sudah bisa membaca. Sehingga masalah yang dimaksud terdapat pada masyarakat yang sudah bisa membaca, namun enggan membaca. Dan dalam ilmu informasi, ketidakmauan untuk membaca disebut dengan aliterasi dan hal ini terjadi karena tidak adanya motivasi untuk membaca serta faktor lingkungan yang turut tidak membaca atau mendukung perilaku literasi itu sendiri.

    CAPAIAN PEMBELAJARAN

    Setelah mempelajari modul ini, diharapkan mampu :

    1. Memahami konsep literasi informasi dan lifelong learning, baik secara teoritis, keterkaitannya, hubungan dan perbedaannya.
    2. Mampu menggambarkan atau menerapkan konsep literasi informasi dan lifelong learning di kehidupan sehari-hari.
    3. Mampu menjelaskan mengenai orang yang berliterasi atau berinformasi dan tujuannya.
    4. Memahami definisi, aspek-aspek yang melatarbelakangi minat baca dan budaya baca.
    5. Mampu memahami berbagai metode dalam membaca.
    6. Mampu memahami dan menerapkan kebiasaan membaca dalam kehidupan sehari-hari.
    7. Mampu menganalisis realitas di masyarakat mengenai minat baca dan budaya baca berdasarkan perspektif yang luas.

    LITERASI INFORMASI DALAM PENDIDIKAN, PENGAJARAN DAN BELAJAR

    Secara singkat, literasi informasi adalah seperangkat keterampilan atau kemampuan seseorang untuk mengetahui kebutuhan informasinya dan kapan informasi tersebut akan digunakan, mengetahui sumber informasi untuk menemukan informasi yang dibutuhkan hingga dapat menyelesaikan masalah dan membuat keputusan yang tepat, mengakses informasi secara efektif dan efisien termasuk pula pemahaman mengenai teknologi, memahami strategi dalam proses mencari dan menelusuri informasi, dapat memilih/menyeleksi dan mengevaluasi kualitas informasi, mampu menginterpretasikan secara kritis dan kemudian mengkomunikasikannya dilingkungan sosial (kemasyarakatan, kebudayaan dan politik) melalui etika yang baik dan bijak untuk memperoleh pengetahuan atau ilmu baru, dengan terkait instansi formal maupun informal berupa kependidikan (pembelajaran dan pemahaman). Dari penjelasan tersebut, dapat diketahui literasi informasi juga berhubungan erat dengan kemampuan belajar seumur hidup (life-long education/learning)Lifelong learning berarti ‘Pembelajaran seumur hidup’ adalah perilaku positif yang harus didapatkan dan sejalan dengan mindset positif juga. Keinginan untuk berubah dan rasa keingintahuan yang tinggi menjadi kunci untuk pembelajaran seumur hidup.

    KETERKAITAN LITERASI INFORMASI DAN LIFELONG LEARNING

    Keterkaitan literasi informasi dan lifelong learning dijelaskan oleh definisi yang dikemukakan oleh American Library Association (ALA) dalam laporan akhirnya yang ditulis pada tahun 1989. Dan dapat disimpulkan bahwa :

    Information literate people are those who have learned how to learn. They know how to learn because they know how knowledge is organized, how to find information and how to use information in such a way that others can learn from them. They are people prepared for lifelong learning, because they can always find the information needed for any task or decision at hand.” (ALA, 1989, p.1)

    Dengan kata lain, Orang yang melek informasi adalah mereka yang telah belajar bagaimana caranya belajar. Hal ini dimaksudkan bahwa mereka sudah mengetahui cara mengorganisasi pengetahuan, memahami cara menelusuri informasi, dan menggunakan atua memanfaatkan informasi sehingga pihak lain bisa belajar darinya. Selain itu, mereka juga orang yang menyiapkan dirinya untuk belajar sepanjang hayat dengan menemukan informasi yang diperlukan untuk melaksanakan tugas atau mengambil keputusan dalam kehidupan sehari-hari.

    Definisi lain dijelaskan oleh Massis, B.E. (2011), “Information literacy instruction in the library: now more than ever“, dikutip dalam New Library World, Vol. 112 Nos 5/6, pp. 274-7. Reviews “the literature on information literacy primarily in relation to lifelong learning and collaboration between librarians and teaching faculty. The author argues that such collaborative endeavors are essential to the success of information literacy instruction.” Secara ringkas dikatakan bahwa, hubungan informasi literasi secara primer dengan belajar seumur hidup dan kolaborasi antara pustakawan dengan seluruh lapisan masyarakat merupakan upaya yang penting dalam mewujudkan tahapan informasi literasi.

    HUBUNGAN LITERASI INFORMASI DAN LIFELONG LEARNING

    Literasi informasi dan lifelong learning itu sendiri memiliki hubungan yang menarik, karena memiliki strategi dimana akan saling menguntungkan. Apabila salah satunya ditingkatkan maka akan berdampak lebih baik pula hasil keduanya, bahkan kesuksesan tersebut tidak hanya berlaku secara individual namun keorganisasian, kelembagaan bahkan secara nasional terhadap masyarakat informasi secara global.

    Hubungan dari kedua konsep literasi informasi dan pembelajaran sepanjang hayat memiliki beberapa persamaan, sebagai berikut :

    1. Seseorang yang memiliki dua konsep/prinsip seperti ini, cenderung dapat memotivasi diri sendiri secara tinggi dan dapat mengarahkan dirinya secara mandiri. Mereka tidak terlalu memerlukan dorongan dari orang lain, dari organisasi, bahkan sebuah sistem dari luar diri mereka masing-masing. Meskipun begitu saran dan bantuan dari teman dekat ataupun mentor akan sangat membantu;
    2. Selalu bisa memberdayakan diri. Artinya, mereka dapat atau bahkan bertujuan untuk saling membantu sesama tanpa pandang usia, terlepas dari status sosial, latar belakang keluarga dan ekonomi, dan lain sebagainya;
    3. Mereka bergerak dengan sendirinya. Artinya, semakin banyak orang yang melek akan informasi, semakin lama seorang individu menopang kegiatan literasi informasi yang dilakukan sekaligus dengan mempraktekkan kegiatan positif tersebut, akan semakin banyak pencerahan diri dan akan semakin bertambah apabila dilaksakanan seumur hidup.

    Secara keseluruhan hubungan literasi informasi dengan pembelajaran sepanjang hayat dapat meningkatkan beberapa keterampilan sebagai berikut :

    1. Serangkaian pilihan bagi pribadi, pilihan yang terbuka, juga ditawarkan kepada seseorang dalam konteks personal, keluarga dan permasalahan masyarakat;
    2. Kualitas dan kegunaan pendidikan dan pelatihan, baik di lingkungan sekolah formal sebelum memasuki dunia kerja, maupun dilingkungan kejuruan informal atau pelatihan di tempat kerja. Agar dapat mencari pekerjaan yang sesuai maupun mempertahankan suatu pekerjaan;
    3. Dalam konteks sosial, budaya dan politik, tiap individu akan berpartisipasi secara efektif baik dalam komunitas lokal maupun komunitas yang lebih tinggi, yakni mengidentifikasi dan memenuhi tujuan dan aspirasi secara professional.

    PERBEDAAN LITERASI INFORMASI DAN LIFELONGLEARNING

    Perbedaan antara literasi informasi dan pembelajaran sepanjang hayat, terlihat pada definisi awal, sebagai berikut :

    Literasi informasi adalah “seperangkat keterampilan” yang dapat dipelajari. Serangkaian keterampilan itu mencakup sikap/perilaku tertentu terhadap pembelajaran itu sendiri, seperti penggunaan alat yang dilakukan dalam tutorial online, penggunaan teknik saat bekerjasama dalam sebuah kelompok, dan penggunaan metode seperti ketergantungan pada seseorang yang mengajari kita (guru, pelatih, dan lain-lain).

    Sedangkan, belajar sepanjang hayat itu adalah suatu kebiasaan baik yang harus diperoleh dan disertai dengan penerapan kerangka berpikir positif, kesediaan untuk berubah dan rasa ingin tahu atau haus akan pengetahuan adalah prasyarat yang sangat membantu dalam proses belajar sepanjang hayat.

    Jika literasi informasi adalah seperangkat keterampilan, maka belajar seumur hidup adalah kebiasaan yang memerlukan seperangkat keterampilan tersebut.

    MINAT BACA DAN BUDAYA BACA

    Masalah utama yang dialami oleh Indonesia bukan lagi buta aksara karena persentasenya dari tahun ke tahun turut mengecil dan mayoritas penduduk sudah bisa membaca. Sehingga masalah yang dimaksud terdapat pada mereka yang mampu membaca, namun enggan membaca. Didalam ilmu informasi, ketidakmauan untuk membaca disebut aliterasi dan hal ini terjadi karena tidak adanya motivasi untuk membaca serta faktor lingkungan yang turut tidak membaca atau mendukung perilaku literasi itu sendiri.

    Adapun akar masalahnya tidak sulit dicari, karena sering terdengar dan familiar, diantaranya ialah masih kuatnya budaya dengar dan budaya lisan, yaitu tradisi mendengar dan menurut yang masih kental di masyarakat dibandingkan dengan budaya masyarakat maju yang suka membaca dan menulis, kondisi sosial dan ekonomi masyarakat yang belum menunjang minat baca dan daya beli masyarakat, hadirnya kemajuan teknologi dan komunikasi terutama media elektronik yang kian canggih dapat menjadi ancaman untuk minat baca, serta sistem belajar mengajar dan kurikulum di sekolah atau perguruan tinggi masih terdapat kekurangan dalam menunjang kegemaran membaca dan menulis. Saat ini, bukan hanya masyarakat kelas menengah kebawah di desa-desa kecil, akan tetapi para akademisi, birokrat dan masyarakat awam ditingkat menengah atas pun tergolong malas baca dan malas tulis.

    Secara istilah ‘Minat’ merupakan salah satu aspek psikis manusia yang dapat mengggerakkan seseorang untuk mencapai tujuannya. Dikutip dalam Slameto (2010), Minat (interest) adalah keadaan mental yang menghasilkan respons terhadap sesuatu, situasi atau obyek tertentu yang menyenangkan dan memberikan kepuasan tersendiri (statisfiers). Sedangkan Suranto (2005) mengemukakan bahwa, minat dapat diartikan sebagai kecenderungan untuk memilih atau melakukan suatu hal atau obyek tertentu diantara sejumlah obyek yang tersedia. Silahkan Anda amati infografis berikut ini:

    LI 3

    Membaca’ berarti membuka jendela dunia, karena dengan membaca pikiran dan wawasan seseorang akan terbuka lebar untuknya. Orang yang gemar membaca akan mampu mengetahui segala hal dari informasi yang ia baca, meskipun raganya belum menjejaki seluruh pelosok dunia secara langsung.

    Membaca berasal dari kata dasar ‘baca’ yang berarti memahami arti/makna tulisan. Membaca adalah proses yang sangat penting untuk mendapatkan ilmu dan pengetahuan. Membaca dimaksudkan sebagai melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis (dengan melisankan atau hanya dalam hati). Sehingga dapat dikatakan bahwa, membaca tidaklah hanya memahami kata-kata yang tertulis, akan tetapi suatu upaya dalam menangkap atau menyerap konsep yang dituangkan penulis hingga memperoleh penguasaan bahkan mengkritisi bahan bacaan. (Trimo, 2000).

    Definisi lain mengemukakan bahwa membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata atau bahasa tulis (Hodgson dalam Tarigan, 2008).

    Membaca pada hakikatnya adalah suatu yang rumit yang melibatkan banyak hal, tidak hanya sekadar melafalkan tulisan, tetapi juga melibatkan aktivitas visual, berpikir, psikolinguistik, dan metakognitif (Crawley dan Mountain dalam Rahim, 2007). Membaca merupakan salah satu keterampilan berbahasa termasuk di dalamnya retorika seperti keterampilan berbahasa yang lainnya (berbicara dan menulis) (Haryadi, 2007). Membaca sendiri merupakan kegiatan yang sifatnya sangat mendasar dan merupakan fitrah manusia. Kemampuan membaca tersebut akan memberikan manfaat yang luar biasa, karena dengan membaca tidak hanya meningkatkan ilmu pengetahuan, tetapi juga kebijaksanaan, kemampuan bersosialisasi, pengendalian diri, kreativitas, inovasi, serta memanfaatkan semua peluang dan potensi yang ada baik pada dirinya sendiri maupun sekitarnya.
    Selanjutnya silahkan Anda mengakses beragam materi, mengerjakan tugas, dan menyampaikan pendapat pada forum diskusi.
  • PERTEMUAN 3: KEBUTUHAN INFORMASI DAN STRATEGI IDENTIFIKASI INFORMASI

    PENDAHULUAN

    Pada abad 21 ini teknologi informasi berkembang sangat pesat. Hal ini termasuk dalam penyebab segala aspek kehidupan beralih menggunakan teknologi informasi. Misalnya perpustakaan yang menyesuaikan dengan perkembangan teknologi informasi untuk meningkatkan layanan yang diberikan perpustakaan. Perkembangan teknologi informasi ini pun telah menyebabkan kebutuhan informasi semakin meningkat. Selain itu, perkembangan teknologi informasi telah terjadi membawa dampak positif bagi kemudahan akses informasi. Akan tetapi, perkembangan ini harus disikapi dengan bijak oleh pustakawan, karena perkebangan teknologi informasi telah menyebabkan membludaknya informasi. Pustakawan harus dapat membimbing pemustaka untuk dapat melakukan literasi informasi. Sehingga pemustaka dapat mengidentifikasi dan melakukan pencarian informasi.

    CAPAIAN PEMBELAJARAN

    Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan mampu:

    1. Mengetahui teknologi informasi dalam literasi informasi
    2. Mengetahui kebutuhan informasi yang dibutuhkan dirinya
    3. Mengetahui kemudahan akses informasi di era digital
    4. Mengetahui ciri-ciri dan jenis informasi
    5. Mengetahui tahap permulaan strategi identifikasi
    6. Mengetahui strategi pencarian informasi

    TEKNOLOGI INFORMASI DALAM LITERASI INFORMASI

    Perkembangan teknologi informasi yang semakin maju tentunya memberikan dampak yang signifikan terhadap sebagian besar aspek kehidupan, salah satunya adalah perpustakaan. Perpustakaan yang disokong dengan teknologi informasi disebut dengan perpustakaan digital. Perpustakaan digital menjadi arternatif guna meningkatkan layanan perpustakaan. Namun, hal ini menyebabkan terjadinya perubahan pola kerja pada perpustakaan perpustakaan yang semula sederhana, sekarang dituntut untuk berbasis otomasi dan mutakhir. Teknologi informasi digunakan secara luas dalam manajemen pengetahuan pada perpustakaan. Basis data dapat dikembangkan menjadi layanan repisitori dalam perpustakaan. Selain repisitori, terdapat beberapa kegiatan lainnya di perpustakaan yang dapat dilakukan dengan teknologi informasi (Fahrizandi, 2020; Nazim & Mukherjee, 2016).

    Adanya perkembangan teknologi informasi dalam perpustakaan telah menyebabkan terjadinya ledakan informasi di perpustakaan. Tentunya hal ini harus disikapi dengan bijak oleh pustakawan agar dapat membimbing pemustaka dalam mencari sumber informasi. Pustakawan harus mampu memberikan pengetahuan mengenai literasi informasi kepada pemustaka (Fahrizandi, 2020).

    UNESCO berpendapat Literacy is about more than reading or writing – it is about how we communicate in society. It is about social practices and relationships, about knowledge, language and culture”. Sedangkan, ALA (American Library Association) berpendapat “Information literacy is related to information technology skills, but has broader implications for the individual, the educational system, and for society”. Dapat disimpulkan bahwa literasi informasi adalah kemampuan melek informasi yang lebih dari sekedar membaca atau menulis (Association of College and Research Libraries, 2000; United Nations Educational, 2013).

    ALA mendeskripsikan literasi informasi mengarahkan kepada kemampuan untuk menjadi pembelajaran sepanjang hayat atau dapat dikatakan sebagai lifelong learning. Seseorang yang mahir literasi informasi harus dapat menguasai hal hal sebagai berikut

    1. Kebutuhan informasi;
    2. Mengakses informasi secara efektif dan efesien;
    3. Mengevaluasi sumber informasi secara mendalam;
    4. Memasukkan informasi yang dipilih ke dalam dalam tumpuan seseorang;
    5. Menggunakan informasi untuk mencapai tujuan secara efektif;
    6. Memahami masalah ekonomi, hokum, dan social mengenai iplementasi informasi; dan
    7. Mengakses serta menggunakan dengan beraturan dan legal. (Association of College and Research Libraries, 2000)

    Literasi informasi berperan sangat penting dalam dunia pendidikan, salah satunya perpustakaan. Penataran literasi informasi merupakan proses yang berlanjut dan bertahan untuk mempratikkan dalam kehidupan. Literasi informasi menjadi sebuah hal yang tak terpecah dari pustakawan. Pustakawan dituntut harus dapat melakukan penelusuran informasi di perpustakaan baik secara manual maupun daring. Dengan hal ini, pustakawan harus berkomitmen untuk mengakses, memahami dan memanfaatkan informasi (Batubara, 2015).

    KEBUTUHAN INFORMASI

    Setiap orang pasti membutuhkan informasi guna memperbanyak pengalaman, mendapat informasi terbaru sesuai keperluan, serta mengembangkan diri. Dalam memenuhi kebutuhan informasi terdapat empat tingkatkan yang dilalui oleh pikiran manusia: (Astria, 2012)

    1. Kebutuhan visceral, kebutuhan akan informasi yang tidak diingat oleh orang tersebut;
    2. Kebutuhan Sadar, dekripsi mental;
    3. Formalized Need, ketika seseorang dating untuk mencari informasi yang lebih nyata dan terpadu dapat mengetahui kebutuhan informasinya; serta
    4. Compromised Need, ketika seseorang mengubah kebutuhan informasi.

    Dalam memenuhi kebutuhan informasi seseorang akan melakukan pencarian informasi. Perilaku pencarian informasi dapat dilakukan dimana saja tidak harus di perpustakaan ataupun pusat informasi karena ketika seseorang berbincang dengan orang lain itu sama halnya dengan melakukan pertukaran informasi (Wilson, 2006).

    Tom Wilson In any of the above cases of information-seeking behaviour, ‘failure’ may be experienced: this is indicated in the diagram for the use of systems but, of course, it may also be experienced when seeking information from other people”. Dapat disimpulkan bahwa tidak semua orang yang melakukan pencarian informasi akan mendapat keberhasilan, terkadang ada saja yang mendapat kegagalan dalam perilaku pencarian informasi. Pada dasarnya kebutuhan informasi seseorang didasari oleh kebutuhan manusia itu sendiri yang terdiri dari 3 jenis yang saling berkaitan: (Wilson, 2006)

    1. Kebutuhan fisiologis, kebutuhan yang paling utama seperti makanan, tempat tinggal;
    2. Kebutuhan afektif, kebutuhan psikologis atau emosional seperti pencapaian; dan
    3. Kebutuhan konigtif, kebutuhan akan informasi seperti mempelajari suatu hal yang baru.

    KEMUDAHAN AKSES INFORMASI

    Terjadinya perkembangan teknologi informasi yang semakin pesat membuat segala bentuk informasi dapat diakses dengan mudah. Sebagian besar community college dapat meningkatkan kemudahan akses dan kegunaan informasi (Ajie, 2016; Schudde et al., 2020). Akses informasi mengandung semua informasi berupa proses dan kegiatan pengambilan informasi mulai dari pemilihan sumber informasi, pemrosesan, pengindeksan, pencarian, pengambilan, serta penggunaan informasi untuk memenuhi kebutuhan informasi. Pada dasarnya proses mengakses informasi merupakan sebagian besar database konten (Chowdhury & Foo, 1983).

    Akses informasi sendiri megalami beberapa tahapan perkembangan dalam proses pencarian informasi (Chowdhury & Foo, 1983):

    Tahapan pertama

    Tahap ini terjadi pada 1950 sampai 1970. Ditandai dengan pengambilan dokumen dan teks menggunakan koleksi uji kecil dan area aplikasi, seperti dokumen katalog, bibliografi. Tahapan ini berfokus pada meranang sistem pengambilan dari kebutuhan dan kegunaan pengguna. Pada tahapan ini juga bermunculan sebagian besar basis data online jarak jauh yang menyediakan pencarian dan pengambilan abstrak beberapa teks lengkap dari sumber informasi ilmiah, seperti jurnal.

    Tahapan kedua

    Tahap ini terjadi pada pertengahan 1970 sampai 1980. Tahapan ini hampir sama dengan tahapan yang pertama, tetapi pada tahapan ini sitem pengambilan informasi menjadi lebih maju untuk mengelola teks yang tidak terstruktur.

    Tahapan ketiga

    Tahap ini terjadi pada pertengahan 1980 sampai pertengahan 1990. Pada tahapan ini fokus peneliti sistem mulai beralih ke penemuan model yang lebih mendukung interaksi pengguna dengan sistem.

    Tahapan keempat

    Tahap ini terjadi pada pertengahan 1990 sampai 2010. Dalam tahapan ini terjadi beberapa sebagian besar pada akses informasi, seperti banyak mesin pencari baru yang kuat, sistem penjawab pertanyaan online, mesin pencari multimedia.

    Tahapan kelima

    Tahapan ini terjadi pada beberapa tahun terakhir. Ditandai dengan akses informasi di web dan perpustakaan digital menjadi lebih beraga. Selain itu, pembuatan dan pengorganisasian mulai muncul melalui media sosial.

    STRATEGI IDENTIFIKASI INFORMASI: CIRI-CIRI INFORMASI

    Jesus Lau mengungkap tentang konsep informasi, “Information is a resource that has varied definitions according to the format, and media used to package or transfer it, as well as the discipline that defines it”, dapat disimpulkan bahwa informasi adalah sumber ilmu yang telah diolah dan meghasilkan makna (Lau, 2006). Informasi memiliki beberapa ciri yang dibutuhkan ketika penggunanya membuat kebijakan, sehingga keputusan yang dicapai sesuai dengan keperluan dan tujuan informasi yang dimaksud. Menurut Deni Darmawan informasi memiliki enam ciri yang memberikan makna bagi penggunanya (Darmawan, 2012):

    1. Kuantitas informasi: Informasi yang sudah oleh suatu sistem diolah dapat mencukupi kebutuhan jumlah informasi;
    2. Kualitas informasi: Informasi yang didapat mencukupi kebutuhan kualitas informasi;
    3. Informasi aktual: Informasi yang didapat mencukupi kebutuhan informasi baru;
    4. Informasi yang sesuai: Informasi yang didapatkan seimbang dengan kebutuhan informasi pengguna;
    5. Ketetapan informasi: Informasi yang didapatkan seimbang dengan kebutuhan informasi penggunanya;
    6. Kebenaran informasi: Informasi yang didapatkan benar adanya.

    TAHAPAN PERMULAAN STRATEGI IDENTIFIKASI INFORMASI

    Menurut Deni Darmawan informasi dapat dikatakan sebagai informasi yang berkualitas jika memenuhi beberapa syarat (Darmawan, 2012):

    1. Mencakup data yang valid dan realibel;
    2. Informasi tersebut utuh, sebab informasi yang tidak utuh akan menyebabkan ketentuan yang tidak benar; serta
    3. Sumber pertama informasi dapat dipercaya agar informasi tidak dimanipulasi, muktahir, disimpan sedemikian rupa agar siapa pun yang mememerlukannya bisa memperolehnya, dan akurat sehingga menjadi dasar pemahaman seseorang seiring kemajuan zaman sebagai alat pengembilan keputusan.

    Berhubungan dengan identifikasi informasi, informasi sendiri memiliki enam unsur bedasarkan analisis pendekatan information system (Dr. Deni Darmawan, S.Pd., 2012):

    1. Root of information: Tahapan awal keluaran sebuah proses pengelohan data atau dapat disebut akar bagian dari informasi.
    2. Bar of information: Unsur batang dalam suatu informasi atau pendukung untuk penyampain informasi agar lebih dapat dipahami. Contohnya, pada head line surat kabar.
    3. Branch of information: Unsur informasi yang dapat dipahami dari informasi sebelumnya. Contohnya, keywoard dalam jurnal.
    4. Stick of information: Unsur dari pengayaan informasi yang biasanya lebih bersahaja dibandingkan cabang informasi.
    5. Bud of information: Unsur informasi semi micro yang eksistensinya sangat dibutuhkan karena informasi ini akan berkembang di masa yang akan datang. Contohnya, minat dan bakat seseorang, prestasi seseorang.
    6. Lead of information: Unsur informasi penyokong yang mampu memaparkan kondisi dan situasi ketika informasi tersebut tumbuh. Biasanya informasi ini berkaitan dengan kebutuhan pokok informasi, seperti cuaca.
    Informasi yang telah tersedia harus kita manfaatkan sebaik mungkin. Jika seseorang memiliki kemampuan literasi informasi, maka seorang tersebut dapat memiliki keterampilan dalam mencari informasi dan strategi-strategi yang akan timbul untuk memperoleh informasi yang diperlukan (Faturrahman, 2016). Silahkan Anda pahami Infografis dibawah ini:
    LI 3
    Dalam strategi pencarian informasi menentukan topik dan memilih kata kunci merupakan hal yang sangat penting agar mereka dapat memenuhi kebtuhan informasi yang dibutuhkan. Namun, terkadang kebanyakan orang hanya melihat halaman pertama saja pada hasil pencarian.
    Selanjutnya silahkan Anda mengakses beragam materi, mengerjakan tugas, dan menyampaikan pendapat pada forum diskusi.
  • PERTEMUAN 4: PUSTAKAWAN SEBAGAI INFORMATION LITERACY AGENT AND TRAINER

    PENDAHULUAN

    Eksistensi perpustakaan di perguruan tinggi memiliki andil yang besar terhadap kehidupan perkuliahan. Sebagai lembaga yang menjadi pusat ilmu pengetahuan, tentunya memiliki peran dan fungsi yang strategis. Hal ini menjadi suatu peluang dan tantangan untuk mengembangkan literasi di lingkungan universitas. Ketersediaan sarana dan prasarana di perpustakaan mesti dimanfaatkan seoptimal mungkin oleh seluruh civitas akademik universitas. Tanpa pemanfaatan sarana dan prasarana yang optimal, seluruh sumber daya perpustakaan tidak akan menjangkau setiap titik kebutuhan informasi pemustaka. Sehingga dalam hal ini, posisi pustakawan pun menjadi kunci akan pengenalan dan pengajaran sumber daya perpustakaan agar dapat dimanfaatkan secara optimal. Untuk mencapai hal tersebut, pelaksanaan pendidikan pemustaka mesti diadakan oleh pihak universitas dengan melibatkan pustakawan sebagai information literacy agent and trainer. Maka dari itu, konsep dan peran pustakawan sebagai garda terdepan dalam pelaksanaan user education perlu dipahami oleh mahasiswa dan seluruh civitas akademik perpustakaan demi tercapainya tujuan user education yang mendorongnya pada individu yang literat.

    CAPAIAN PEMBELAJARAN

    Setelah mempelajari materi dalam modul, diharapkan mahasiswa mampu :

    1. Mengetahui konsep pustakawan dalam penerapan literasi informasi
    2. Mengetahui peran literasi informasi dalam kehidupan
    3. Mampu menerapkan literasi informasi dalam penggunaan fasilitas perpustakaan
    4. Mampu menjelaskan pentingnya pendidikan pemustaka
    5. Mengetahui kegiatan dan metode pendidikan pemustaka
    6. Mengetahui materi pendidikan pemustaka
    7. Mampu menjadi individu yang liter


    KONSEP PUSTAKAWAN DALAM PENERAPAN LITERASI INFORMASI

    Kemampuan literasi informasi mutlak dimiliki oleh setiap mahasiswa terutama dalam pembelajaran. Secara umum, melalui literasi informasi diharapkan mahasiswa mampu menelusur informasi secara cepat, efektif dan mampu memanfaatkan perpustakaan secara efektif dan efisien. Dengan dimilikinya kemampuan literasi informasi, maka koleksi pustaka, fasilitas, jasa dan layanan di perpustakaan dapat dimanfaatkan secara optimal. Dalam konteksnya secara luas, literasi informasi merupakan kombinasi dari jenis literasi lain. Hal ini diungkapkan dalam (Lwehabura & Stilwell, 2008), “Broadly, information literacy combines a number of literacies that include library literacy, media literacy, computer literacy, internet literacy, research literacy and critical thinking skills.”

    Dari pernyataan diatas, maka terlihat bahwa kemampuan literasi informasi secara luas mencakup literasi perpustakaan, literasi media, literasi rofessi, literasi internet, literasi penelitian dan literasi keterampilan berpikir kritis. Sehingga dapat dikatakan, literasi informasi mencakup kemampuan-kemampuan dalam mengoptimalkan seluruh sumberdaya yang membantunya memproduksi informasi. Masih dari sumber yang sama, literasi informasi dalam konteks akademik yakni mempromosikan, mendukung, meningkatkan pengajaran dan penelitian, menciptakan budaya belajar yang mendorong institusi untuk menghasilkan lulusan dengan kapasitas dan keinginan untuk belajar sepanjang hayat, kemudian turut pula mendorong pembelajaran yang mendalam, dan berlawanan dengan permukaan. Selain itu, literasi informasi juga merupakan prasyarat untuk menjadi warganegara yang partisipatif, inklusi sosial, penciptaan pengetahuan baru.

    Adapun di lembaga perpustakaan, (Hermawan, 2017) menyebut bahwa literasi informasi merupakan usaha proaktif dari perpustakaan agar jenis layanan, fasilitas dan jenis koleksi perpustakaan dapat dikenal lebih baik dan dimanfaatkan oleh pemustaka secara optimal. Literasi informasi yang mendalam dapat membantu dalam pencarian bidang ilmu, rofes penulisan dan pengoperasian program aplikasi yang dibutuhkan untuk penelitian dan penyusunan karya tulis ilmiah. Literasi informasi membantu pemustaka memudahkan dalam penggunaan seluruh fasilitas yang tersedia di perpustakaan sehingga menunjang pencarian sumber informasi yang sesuai dengan kebutuhannya. Dalam membantu pemustaka, pustakawan harus membentuk layanan jasa pemandu perpustakaan dengan mengadakan literasi informasi. Literasi informasi sebagai user education memiliki 2 proses, yakni pertama untuk menyadarkan pemustaka akan luas dan jumlahnya sumber perpustakaan, jasa layanan dan sumber informasi yang tersedia di perpustakaan. Kedua, literasi informasi sebagai user education mengajarkan bagaimana menggunakan semua itu dengan tujuan untuk mengenalkan perpustakaan, mekanisme pencarian informasi dan mengeksploitasi sumber daya yang tersedia. Jadi secara singkat, literasi informasi sebagai user education berfungsi untuk mengenalkan seluruh fasilitas perpustakaan sekaligus mengajarkan bagaimana memanfaatkan fasilitas tersebut secara optimal.

    Dalam (Marlini, 2016) Information literacy skill memberikan rofes-teknik yang efisien dan efektif dalam penggunaan layanan perpustakaan yang membuat pengguna merasa ‘’comfortable’’ terhadap sumber-sumber informasi dan teknologi yang ada di perpustakaan. Sehingga di masa depan, seorang pengguna dapat memanfaatkan perpustakaan dengan mudah, cepat, dan percaya diri. Kemampuan literasi informasi memberikan rofes bagaimana memanfaatkan layanan perpustakaan sehingga membuatnya merasa betah di perpustakaan dan dapat mengaplikasikan kemampuan tersebut kepada teknologi yang serupa ditemuinya di masa yang akan datang. Demikian pula, pemustaka dapat menerapkan kemampuan literasi informasi tersebut di perpustakaan lain sehingga ia dapat memaksimalkan fasilitas perpustakaan manapun.

    Pustakawan sebagai bagian dari tenaga pengajar harus mampu mentransfer pengetahuannya tentang perpustakaan dan berbagai layanannya. (Fatmawati, 2013) Bagi pustakawan perguruan tinggi, peran strategis pustakawan dapat berupa sebagai liaison library, intermediary library, maupun blended librarian. Selain itu, pustakawan harus memiliki kompetensi dalam hal :

    1. Membuat proposal kegiatan pendidikan pemustaka sesuai dengan jenis perpustakaannya
    2. Menganalisis situasi perancangan program pendidikan pemustaka
    3. Mengimplementasikan program pendidikan pemustaka yang telah direncanakan
    4. Mampu menciptakan ide kreatif dan dapat melaksanakan program literasi informasi dengan berbagai model
    5. Menguasai metode serta pendekatan yang sesuai dengan latar belakang pemustaka

     

    Dalam (Batubara, 2015), disebutkan terdapat tujuh kategori literasi informasi, yakni :

    1. Informasi konsepsi teknologi, merupakan penggunaan tools teknologi yang tersedia di perpustakaan untuk mencari informasi
    2. Sumber-sumber informasi konsepsi, merupakan proses eksekusi pencarian informasi
    3. Proses informasi konsepsi, merupakan pengendalian/pemilihan informasi yang akan digunakan
    4. Pengetahuan konsepsi konstruksi, yakni usaha membangun basis pengetahuan pribadi di daerah baru yang menarik
    5. Pengetahuan eksistensi konsepsi; perolehan wawasan baru melalui pengetahuan dan adopsi perspektif pribadi
    6. Konsepsi wisdom; penggunaan informasi untuk kepentingan secara bijak

    Literasi informasi tentunya memberikan manfaat yang tidak hanya fasih dalam mengoptimalkan fasilitas perpustakaan, namun juga memberikan manfaat seperti yang dijelaskan dalam (Duha, 2017):

    1. Membantu dalam pengambilan keputusan, salah satu proses untuk menyelesaikan masalah adalah dengan pencarian dan pengumpulan informasi sehingga keputusan dapat ambil secara bijak. Melalui kemampuan literasi informasi, seseorang akan mengetahui taktik dalam mencari, menemukan, mengidentifikasi, mengevaluasi, dan menggunakan informasi secara efektif, efisien, beretika, dan legal;
    2. Menjadi manusia pembelajar, Informasi yang terus bermunculan tanpa mengenal waktu akan membuat manusia belajar di setiap detiknya melalui informasi tersebut. Kemampuan literasi informasi akan memudahkan manusia untuk melakukan pembelajaran secara mandiri.
    3. Menciptakan pengetahuan baru, Kemampuan literasi informasi yang tinggi dicirikan oleh kemampuan berpikir kritis, analitis, membangun argumentasi dan mengkomunikasikan secara efektif dan efisien. Melalui hal tersebut, maka seseorang dapat melakukan revisi dan menciptakan inovasi baru dari pengetahuan sebelumnya.

    Terdapat standar-standar literasi informasi yang disesuaikan dengan tingkatan pemustaka. Dalam hal ini, standar literasi informasi untuk perguruan tinggi disebutkan oleh (Duha, 2017) dengan mengadaptasi dari standar literasi informasi untuk perguruan tinggi yang disetujui oleh Dewan ACRL:

    1. Standar Satu, Mahasiswa yang literat mampu menentukan jenis dan batas informasi yang diperlukan;
    2. Standar dua, Mahasiswa yang literat mampu mengakses informasi yang diperlukan dengan efektif dan efisien;
    3. Standar tiga, Mahasiswa yang literat mampu mengevaluasi sumber-sumber informasi secara kritis dan memasukkan informasi yang dipilihnya ke dalam sistem pengetahuan dan nilai yang dimilikinya;
    4. Standar empat, Mahasiswa yang literat secara individu maupun kelompok menggunakan informasi dengan efektif untuk mencapai tujuan tertentu;
    5. Standar lima, Mahasiswa yang literat memahami isu ekonomi, hukum, dan sosial seputar penggunaan akses informasi secara etis dan sesuai hukum.

    PERAN PUSTAKAWAN DALAM PROGRM LITERASI INFORMASI

    Dalam melaksanakan program literasi informasi, pustakawan harus memiliki kemampuan dalam komunikasi dan sikap percaya diri yang tinggi agar dapat menarik atensi para pemustaka saat program berlangsung dan pesan yang disampaikan dapat diterima secara jelas. Adapun dalam pelaksanaannya, berikut beberapa hal yang harus diperhatikan pustakawan dalam melaksanakan program literasi (Fatmawati, 2013) :

    1. Percaya diri terutama rofes penyampaian materi dan memandu peserta;
    2. Menguasai materi yang akan diberikan;
    3. Terampil dalam menggunakan alat bantu yang telah disiapkan;
    4. Memperhatikan bahasa tubuh peserta;
    5. Mampu membuat suasana menjadi cair;
    6. Membuat atau mempersiapkan pertanyaan seputar materi yang diberikan;
    7. Mampu mengatur intonasi untuk menarik atensi peserta;
    8. Tidak membelakangi peserta;
    9. Melakukan eye contact.

    Literasi informasi menjadi bidang penguasaan yang harus dimiliki oleh setiap pustakawan. Pengaplikasiannya bukan hanya pada kemampuan baca tulis, namun juga pustakawan harus mampu menjadi manajer ilmu pengetahuan, karena setiap hari bergelut dengan berbagai sumber informasi. Konsep kolaborasi antara pustakawan, tenaga pendidik dan lembaga yang menaungi sangat diperlukan untuk mengasah skill literasi informasi khususnya pada pemustaka di lingkungan perguruan tinggi. Literasi informasi sebagai pendidikan pemustaka dalam library instruction memiliki tujuan sebagai berikut (Septiyantono, 2014) :

    1. Mampu memanfaatkan perpustakaan secara efektif dan efisien
    2. Mempunyai rasa percaya diri yang tinggi dalam penemuan informasi yang dibutuhkan
    3. Mampu menelusuri informasi melalui sarana-sarana informasi yang tersedia
    4. Memahami penelusuran informasi baik secara manual maupun secara online

    Pelaksanaan literasi informasi tidak hanya dilakukan di lingkungan perpustakaan, namun lingkungan perguruan tinggi pun memiliki peran yang strategis terhadap keberhasilan program literasi informasi. Pelaksanaan literasi informasi pun dapat dilaksanakan di dalam ruang perkuliahan. Dalam (Batubara, 2015), terdapat tiga unsur yang berpengaruh terhadap keberhasilan integrasi perpustakaan dan keterampilan literasi informasi kedalam kurikulum akademis :

    1. Komitmen untuk mengintegrasikan bimbingan pemustaka ke dalam kurikulum;
    2. Kerjasama antara dosen/tenaga pendidik dan pustakawan dalam pengembangan kurikulum;
    3. Komitmen tinggi dari lembaga untuk meningkatkan mutu mahasiswa dalam berpikir kritis, pemecahan masalah dan keterampilan informasi.

    PENDIDIKAN PEMUSTAKA DI PERPUSTAKAAN

    Dalam (Widiastutik & Dita Ardriani, 2018), pendidikan pemustaka atau user education merupakan kegiatan yang terlibat dalam mengajar pengguna bagaimana memanfaatkan dengan sebaik mungkin sumber daya perpustakaan, layanan, dan fasilitas, termasuk instruksi formal dan informal yang disampaikan oleh seorang pustakawan atau anggota staf lain, individu, atau kelompok yang termasuk didalamnya tutorial online, bahan audiovisual, dan panduan tercetak. Dalam sumber lain, yakni (Zein, 2017) menyebutkan bahwa user education atau yang dapat diartikan sebagai pendidikan pemustaka bertujuan untuk memberikan kecakapan dan keterampilan pada pemustaka tentang cara mencari dan menemukan informasi yang dibutuhkannya dalam waktu yang rofessi singkat dan dari sumber yang akurat.

    User Education berfungsi dalam membentuk kecerdasan para peserta didik terutama di negara berkembang karena dapat membantu para pembelajar untuk mencapai tingkat literat, yakni karakter yang cenderung membentuk pola pikir pembelajaran mandiri atau pembelajaran sepanjang hayat. Adapun banyaknya definisi dari berbagai sumber dan tidak adanya pengertian baku membuat orang-orang memiliki definisi tersendiri mengenai pendidikan pemustaka. Sehingga dalam hal ini, (Fatmawati, 2013) merangkum kata kunci dari pengertian pendidikan pemustaka, yakni :

    Merupakan suatu bentuk kegiatan; orientasi perpustakaan, instruksi perpustakaan, instruksi bibliografi, instruksi literasi informasi

    1. Resource library yang melaksanakan pendidikan pemustaka
    2. Mengenalkan dan menjelaskan berbagai sumber informasi yang dimiliki perpustakaan
    3. Menggunakan metode tertentu
    4. Menggunakan media pembelajaran
    5. Kegiatan yang dilaksanakan memiliki tujuan
    Pendidikan pemustaka tidak bisa dilepaskan dengan literasi informasi. Pada dasarnya, tidak ada metode pasti dalam melaksanakan pendidikan pemustaka. Sehingga pelaksanaan pendidikan pemustaka dapat dikonsep dan dikemas dengan berbagai tampilan oleh panitia dan pihak terkait. Dalam (Hermawan, 2017), disebutkan bahwa tidak ada suatu metode yang paling cocok untuk menunjang semua kegiatan yang merujuk pada literasi informasi. Maka dari itu, strategi yang dapat digunakan adalah harus adanya penyesuaian strategi dengan kondisi riil di setiap institusi lembaga pendidikan yang berkaitan. Salah satu metode literasi informasi yang tepat digunakan di tingkat perguruan tinggi adalah penggunaan audio visual. Hal ini dapat memperjelas pesan agar tidak terlalu verbal, mengatasi keterbatasan ruang, waktu, tenaga dan daya indra, memberikan gairah belajar untuk berkunjung ke perpustakaan, memberi rangsangan yang sama dalam gambaran kondisi perpustakaan. Metode pelaksanaan pendidikan pemustaka atau user education terutama di perguruan tinggi meliputi beberapa hal, Anda bisa lihat infografis dibawah ini:
     
    LI 5
    1. Pelaksanaan pendidikan pemustaka pada masa orientasi studi dan pengenalan kampus mahasiswa baru
    2. Ceramah, kunjungan, dan demonstrasi mengenai sarana temu kembali informasi, jasa layanan dan koleksi oleh pustakawan dengan kualifikasi setingkat sarjana muda ilmu perpustakaan
    3. Memasukkan pendidikan pemustaka/literasi informasi dalam kurikulum mata kuliah. Hal ini lebih ditekankan pada penggunaan katalog, indeks, abstrak, bibliografi dan penelusuran informasi otomasi
    4. Mewajibkan mahasiswa baru mengikuti program pendidikan pemustaka sebagai syarat mendapatkan kartu anggota perpustakaan
    5. Bimbingan pemustaka secara kelompok dan individual
    6. Bimbingan pemustaka melalui homepage seiring dengan kemudahannya akses internet
    7. Pendidikan pemustaka melalui pemanfaatan media, seperti bulletin, buku panduan, brosur dan bahkan bisa melalui media sosial yang khusus dibuat untuk mendemonstrasikan seluruh fasilitas dan layanan perpustakaan

    Selanjutnya silahkan Anda mengakses beragam materi, mengerjakan tugas, dan menyampaikan pendapat pada forum diskusi.

  • PERTEMUAN 5: PENELUSURAN INFORMASI DAN ETIKA INFORMASI

    PENDAHULUAN

    Kehidupan modern mengharuskan setiap individu untuk terus berinteraksi dengan informasi maupun sistem informasi. Informasi pun turut dinilai sebagai komponen penting dalam suatu kehidupan, tidak dapat dipungkiri bahwa manusia saat ini hidup beriringan dengan berkembangnya informasi. Kebutuhan akan informasi setiap individu pun selalu berkembang dan bertambah setiap waktunya, kondisi ini mengakibatkan manusia harus terus berinteraksi dengan informasi guna beradaptasi dengan lingkungannya. Seseorang akan melakukan pencarian informasi ketika ia menyadari bahwa dirinya membutuhkan informasi, ia akan melewati berbagai proses dalam pemenuhan kebutuhan informasinya.

    Melihat kehidupan yang modern ini, tentu informasi akan dengan mudah didapatkan melalui berbagai sumber dan media. Informas-informasi baru akan terus ada setiap waktunya hingga mungkin tidak diketahui nilai informasi itu sendiri. Akibat banyaknya informasi yang terus bermunculan, informasi yang berkualitas mungkin akan sulit didapatkan. Maka dibutuhkan kemampuan dalam penelusuran informasi bagi setiap individu agar dapat menemukan informasi yang berkualitas dan relevan dengan informasi yang dibutuhkannya.

    Seiring berkembangnya teknologi informasi pun membawa banyak tantangan dan kekurangan dalam berperilaku informasi. Informasi akan dapat dengan mudah diakses dan tersebar tanpa melihat nilai informasi tersebut adalah benar, salah, atau bahkan bersifat  rahasia. Oleh karena itu, informasi membutuhkan etika atau standar yang mengatur kehidupan informasi, agar informasi dapat digunakan sesuai dengan seharusnya.


    CAPAIAN PEMBELAJARAN

    Setelah mempelajari modul ini, diharapkan mampu:

    1. Menjelaskan konsep penelusuran informasi
    2. Mengaplikasikan proses penelusuran informasi di kehidupan
    3. Menjelaskan pentingnya proses penelusuran informasi dalam memenuhi kebutuhan informasi
    4. Menjelaskan peran perpustakaan dalam proses penelusuran informasi bagi pemustaka
    5. Menjelaskan pengertian etika informasi
    6. Menerapkan etika informasi dalam kehidupan

    PENELUSURAN INFORMASI

    Informasi merupakan komponen yang tidak dapat lepas dari kehidupan seseorang, dimana informasi menjadi salah satu kebutuhan utama seseorang. Informasi dapat memberikan suatu pengetahuan atau pemahaman baru maupun lama kepada seseorang. Setiap individu pun memiliki kebutuhan akan informasi yang berbeda. Ketika seseorang menyadari bahwa dirinya membutuhkan informasi, ia akan mulai melakukan proses perilaku informasi yang meliputi pencarian hingga penggunaan informasi. Dalam pencariannya, seseorang akan melakukan penelusuran informasi guna menemukan informasi yang dibutuhkan.

    Mutiarani dan Rahmah (2018) mengungkapkan bahwa karena adanya keberanekaragaman informasi membentuk masalah tersendiri dalam memenuhi kebutuhan informasi seseorang, maka dibutuhkan strategi dalam mencari informasi agar informasi ditemukan dengan cepat, tepat dan akurat. Proses inilah yang disebut dengan temu kembali informasi, atau secara spesifik menyangkut penelusuran informasi. Tidak jauh dari pengertian tersebut, penelusuran informasi secara sederhana menurut Kingray (2005) merupakan sebuah proses mencari informasi yang melibatkan beberapa kegiatan. Dia mengatakan bahwa  in the simplest terms, information seeking involves the search, information retrieval, recognition, and application of meaningful content.” Bahwa secara sederhana penelusuran informasi melibatkan pencarian, temu kembali informasi, pengenalan, dan penerapan informasi.

    Adapun sekilas terkait sistem temu kembali informasi, dimana terdapat interaksi dengan suatu sistem yang dapat membantu seseorang dalam menemukan informasi sesuai dengan yang dibutuhkan. Temu kembali informasi akan mempermudah seseorang menemukan sumber informasi yang ia dapatkan.

    Putra (2017) secara singkat menjelaskan bahwa penelusuran Informasi merupakan proses penemuan kembali informasi yang dibutuhkan pemakai yang disimpan dalam suatu sistem informasi, selain itu kegiatan penelusuran informasi penting untuk dilakukan karena dapat membantu pengguna dalam temu balik informasi. Oleh karena itu, tujuan dari penelusuran informasi adalah memenuhi kebutuhan informasi seseorang dengan informasi yang tepat, relevan dan akurat. Apabila dilihat dari berbagai pengertian tersebut, dapat diketahui bahwa penelusuran informasi merupakan suatu kegiatan untuk mencari dan menelusuri informasi guna memenuhi kebutuhan informasi seseorang. Seseorang yang sadar akan kebutuhan informasi nya akan mulai melakukan penelusuran informasi dengan melalui beberapa tahap, proses dan berbagai cara. 

    Menurut Pattah (2014), dalam penelusuran informasi, pemakai dapat menelusuri berbagai sumber informasi, tidak dibatasi hanya dengan satu sumber. Selain itu, pemakai dapat menilai sumber informasi yang lebih relevan dengan informasi yang ia butuhkan. Maka dari itu, seseorang harus memiliki strategi dalam penelusuran informasi guna menemukan informasi tepat, relevan dan akurat sesuai dengan kebutuhannya. Perilaku penelusuran informasi mengharuskan pemustaka berinteraksi dengan suatu media atau sistem informasi dalam menjalankan prosesnya, baik manual seperti melalui buku maupun berbasis digital seperti komputer.

     Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, penelusuran informasi dapat dilakukan dengan manual maupun berbasis digital. Penggunaan media atau sistem informasi yang tepat akan menghasilkan informasi yang tepat pula. Penelusuran informasi dengan cara manual dapat dilakukan dengan menggunakan katalog yang tersedia, bibliografi, indeks maupun abstrak. Sebaliknya, penelusuran informasi berbasis digital dilakukan dengan adanya interaksi dengan sistem informasi atau media elektronik, cara ini dapat dilakukan dengan pencarian melalui search engine, database, OPAC (Online Public Access Catalog), Jurnal Elektronik, dan informasi elektronik atau digital yang tersedia. Penggunaan media atau alat dan pemilihan cara dalam penelusuran informasi memiliki perbedaan tersendiri, dimana penelusuran informasi secara digital lebih mempercepat proses pencarian. Sedangkan apabila penelusuran informasi secara konvensional akan membutuhkan waktu yang relatif lebih lama, namun kualitas informasi dapat dengan mudah diketahui.

    Perpustakaan memiliki tugas untuk menyediakan pelayanan bagi pemustaka yang hendak melakukan penelusuran informasi. Pelayanan yang diberikan perpustakaan dapat berupa pengarahan atau user education, fasilitas untuk melakukan penelusuran informasi, penyediaan sumber informasi, dan sebagainya. Perpustakaan merupakan lembaga yang menyediakan informasi, bahkan disebut dengan pusat informasi. Maka perpustakaan harus dapat memberikan pelayanan informasi, akses informasi dan penyedia bagi  masyarakat yang dapat dipercaya. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Purwaningtyas (2018) bahwa  perpustakaan merupakan penyedia informasi maupun pengetahuan yang dapat dipercaya dan akurat serta menyediakan akses dan koleksi kepada pemustaka baik menggunakan metode konvensional maupun digital.

    Keterkaitan kemampuan literasi informasi dengan penelusuran informasi adalah bahwa seseorang akan memiliki kemampuan literasi informasi yang baik apabila dapat melakukan dan membentuk strategi penelusuran informasi. Penelusuran informasi mengharuskan pemustaka untuk mencari dan mendapatkan informasi yang akurat, kredibel, dan sebagainya. Hal tersebut dapat meningkatkan kemampuan literasi informasi seseorang. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan penelusuran informasi, seseorang harus memiliki strategi guna memenuhi kebutuhan informasinya dengan informasi yang lebih berkualitas.

    PROSES DAN STRATEGI PENELUSURAN INFORMASI

    Banyaknya berbagai informasi yang beredar mengharuskan penelusur untuk menyaring informasi, sebab suatu informasi belum tentu berkualitas dan sesuai dengan yang dibutuhkan. Menurut Nashihuddin (2015) pentingnya strategi dalam aktivitas penelusuran informasi adalah dikarenakan beberapa hal, diantaranya (1) informasi yang tersedia sangatlah banyak, luas, dan beragam; (2) agar dapat menemukan dan mendapatkan informasi yang relevan; (3) agar dapat menghemat waktu dalam proses pencarian; serta (4) mempermudah proses pencarian informasi. Selain itu, menurut Purwaningtyas (2018), penyusunan strategi penelusuran informasi dapat melalui sumber dan akses yang bernilai kredibel dan akurat dengan melakukan evaluasi terhadap media yang digunakan. Kualitas sebuah informasi dapat dilihat dari pengarang, motif dan tujuan, kemutakhiran, referensi yang kredibel, tinjauan dari para ahli dan bersifat objektif. Melihat kedua pernyataan tersebut, dapat kita ketahui bahwa memiliki strategi dalam proses penelusuran dapat mempermudah dan menghemat waktu pencarian informasi yang dibutuhkan.

    Strategi penelusuran informasi dapat mempermudah seseorang dalam melakukan proses penelusuran informasi. Dengan strategi seseorang dapat melangkah sesuai dengan arahan dan tahapan yang terstruktur. Ragains (2013) menyajikan strategi yang dapat dilakukan dalam penelusuran informasi guna memberikan pengajaran dan pengalaman kepada pemustaka:

    1. Merumuskan topik yang akan ditelusuri dengan kata kunci tertentu, seperti kata benda, waktu (tahun), atau informasi lain yang sesuai dan berkaitan dengan topik tersebut. Sebagai contoh, Anda membutuhkan data terkait jumlah kelahiran pada tahun tertentu, maka Anda dapat menggunakan “angka kelahiran tahun 2009” atau tahun lainnya sebagai kata kunci penelusuran;
    2. Melakukan penelusuran menggunakan kata kunci topik yang telah dirumuskan sebelumnya dan memeriksa atau evaluasi terkait informasi tersebut, apakah sesuai dengan kebutuhan. Terkadang jumlah informasi yang kita dapatkan setelah melakukan pencarian sangatlah banyak, sehingga diperlukan evaluasi untuk menentukan dan memilih informasi yang sekiranya benar-benar dibutuhkan dan tepat dengan yang kita butuhkan. Seperti, apakah semua informasi tersebut dapat menjawab pertanyaan kita terkait suatu permasalahan?;
    3. Memodifikasi penelusuran dengan istilah lain yang lebih luas, sempit, maupun istilah berkaitan lainnya. Hal ini dapat memaksimalkan penelusuran informasi, apabila menggunakan istilah yang lebih luas maka hasil penelusuran pun akan semakin luas dan memperbesar hasil temuan. Sedangkan apabila mempersempit istilah maka hasil temuan akan lebih signifikan dan tepat. Sebagai contoh Anda ingin mencari informasi yang berkaitan dengan komunikasi. Apabila kata kunci yang digunakan hanya sekedar “komunikasi” maka hasil pencarian akan menampakkan semua hal berkaitan dengan komunikasi. Anda dapat mempersempit pencarian tersebut dengan beberapa kata kunci, seperti “komunikasi organisasi” yang akan menghasilkan informasi berkaitan dengan komunikasi  organisasi saja;
    4. Membatasi hasil penelusuran. Dengan membatasi hasil penelusuran pemustaka dapat menemukan informasi yang lebih relevan, akurat dan sesuai dengan kebutuhannya. Pembatasan ini dapat dilakukan dengan membatasi sumber informasi mulai dari tahun penerbitan, bahasa yang digunakan, format, dan sebagainya. sebagai contoh, ketika melakukan penelusuran sebuah topik dibatasi dengan menggunakan terbitan tahun tertentu seperti dari tahun 2020 hingga 2021, maka dapat ditemukan informasi yang mutakhir (terbaru) sesuai dengan topik yang dipilih;
    5. Mengevaluasi modifikasi. Setelah memodifikasi istilah-istilah, penelusur atau pemustaka dapat memberikan penilaian terhadap hasil temuannya. Sebagai contoh, menilai apakah informasi ini akurat, berasal dari sumber yang kredibel, sesuai kebutuhan, dan sebagainya;
    6. Mengirim dan meng ekstrak hasil penelusuran. Informasi-informasi yang telah terkumpul, Anda dapat mengekstrak informasi-informasi tersebut seperti mencari kesamaan, perbedaan, dan sebagainya;
    7. Menentukan keluasan sumber pada sebuah topik dan identifikasi sumber lain untuk dicari dan ditelusuri. Setelah menemukan sebuah informasi, haruslah diketahui keluasan sumber yang diperoleh, serta dapat melakukan perluasan sumber apabila dibutuhkan. Sebagai contoh apabila dirasa belum puas dengan informasi yang telah dikumpulkan, maka Anda dapat mengidentifikasi sumber-sumber yang memiliki potensi untuk memenuhi kebutuhan informasi Anda.

    Selain itu, Ellis (1993) turut menggambarkan model penelusuran informasinya dengan membagi menjadi delapan tahapan, sebagai berikut:

    1. Starting  adalah fase permulaan dimana seseorang memulai pencarian dengan pencarian referensi guna menemukan informasi yang akan diteliti dengan memanfaatkan sumber informasi sekunder seperti abstrak, indeks, pratinjau, sinopsis, dan sebagainya berkaitan dengan topik yang diminati.

    2. Chaining atau penghubungan, pada tahap ini seseorang mulai menghubungkan daftar literatur dengan referensi inti dari literatur yang ia gunakan. Tahap ini dapat dilakukan dengan melihat atau mencari daftar pustaka yang terdapat dalam referensi inti atau mencari materi lain berdasarkan subjek maupun nama penulis yang digunakan oleh referensi inti.

    3. Browsing atau menjelajah, yaitu tahap dimana seseorang akan mulai melakukan pengarahan pencarian berdasarkan sumber informasi potensial yang kemudian nantinya akan diidentifikasi sesuai dengan bidang yang dibutuhkan maupun diminati. Dalam hal ini seseorang dapat mencari melalui berbagai media seperti seminar, buku-buku, pameran, dan media lainnya baik dalam bentuk digital maupun bentuk fisik.

    4. Differentiating atau pembedaan, tahap ini merupakan tahap dimana seseorang mulai membedakan sumber informasi sesuai dengan kualitas sumber tersebut , hal ini bertujuan agar informasi yang akan digunakan merupakan informasi yang berasal dari sumber informasi berkualitas. 

    5. Monitoring atau pemantauan, merupakan kegiatan pemantauan perkembangan informasi yang diikuti atau diminati dari berbagai sumber tertentu. Sebagai contoh memantau perkembangan informasi yang berkaitan dengan suatu fenomena, seperti perkembangan angka persentase literasi suatu sekolah, fenomena banjir di suatu daerah, dan sebagainya.

    6. Extracting, tahap ini digunakan ketika hendak melakukan kajian pustaka dengan cara memilih dan mengelompokkan informasi yang menjadi minatnya melalui katalog, abstrak, bibliografi dan indeks.

    7. Verifying, adalah tahap penilaian informasi dengan menguji ketepatan informasi tersebut, apakah sudah sesuai dengan kebutuhan maupun minatnya.

    8. Ending adalah tahap akhir dari kegiatan penelusuran informasi. Kegiatan ini ditandai dengan telah terpenuhinya kebutuhan informasi atau telah terjawabnya permasalahan pengguna informasi tersebut.

    Kedua strategi tersebut yang telah dirancang oleh Ellis dan Ragains memiliki beberapa persamaan, dimana dalam penelusuran informasi dibutuhkan sumber informasi yang berpotensi untuk memperoleh informasi berkualitas. Meskipun keduanya berbeda, masing-masing strategi tentu akan mempermudah penelusuran, karena proses penelusuran informasi akan menjadi lebih terstruktur dan tersusun rapi sehingga memungkinkan pemustaka dalam menemukan informasi berkualitas dan sesuai dengan kebutuhannya.

    ETIKA INFORMASI

    Etika berasal dari bahasa Yunani (ethos, ethikos) yang memiliki arti adat kebiasaan atau praktik. Etika sendiri dalam KBBI memiliki arti ilmu mengenai apa yang baik dan apa yang buruk serta tentang hak dan kewajiban moral (akhlak). Dari dua arti tersebut dapat disimpulkan bahwa arti etika dalam bahasa adalah suatu ilmu yang berkaitan dengan praktik atau kebiasaan dengan memperhatikan nilai moral yang terkandung.   

    Tidak jauh dari pengertian etika menurut bahasa, Bertens (2005) mengelompokkan pengertian etika menjadi tiga pengertian. Pertama, sebagai pegangan seseorang dalam bertindak dan mengatur tingkah lakunya. Kedua, sebagai kumpulan asas atau nilai moral, dalam hal ini dapat dikatakan sebagai kode etika. Ketiga, etika merupakan ilmu tentang yang baik dan yang buruk, etika dianggap sebagai ilmu apabila kemungkinan etis (terkait sebuah tindakan) telah diterima oleh masyarakat.  Selain itu, Niam (2019) memberikan pengertian terkait kode etik, dimana kode etik merupakan norma atau azas yang diterima oleh suatu kelompok tertentu sebagai landasan dalam bertingkah laku kehidupan sehari-hari di lingkungan masyarakat maupun tempat kerja.

    Dalam kehidupan berinformasi terdapat aturan atau kode etik yang mengatur dan memberikan batasan dalam berperilaku informasi. Smith (2001) menjelaskan terkait etika informasi bahwa “Information ethics is concerned with the moral dilemmas and ethical conflicts that arise in interactions between human beings and information (creation, organization, dissemination, and use), information and communications technologies (ICTs), and information systems.”  (Smith, 2001, hlm. 29-66). Dari pengertian tersebut, dapat kita ketahui bahwa etika informasi berkaitan dengan masalah moral dan konflik yang berhubungan dengan etika yang timbul ketika adanya interaksi antara manusia dengan informasi (di dalamnya termasuk penciptaan, organisasi, penyebaran dan penggunaan), teknologi informasi dan komunikasi (TIK), dan sistem informasi. Silahkan Anda lihat infografis dibawah ini:
    LI 6
    Perkembangan informasi maupun teknologi informasi membentuk era modern yang turut melahirkan banyak isu permasalahan yang berkaitan dengan informasi. Hal ini akhirnya, mengharuskan setiap individu untuk selalu waspada dan bertindak sesuai dengan aturan yang ada. Adapun jenis permasalahan pada etika informasi yang dialami professional informasi dalam Tredinnick dan Laybats (2020) sebagai berikut:

    Standar praktik professional: Berkaitan dengan integritas hubungan, seperti tanggung jawab antar klien, atasan, rekan maupun bawahan. Sebagian besar menyoroti permasalahan pada praktik professional.

    Integritas informasi: dalam penggunaan informasi seseorang akan bertanggung jawab terhadap informasi yang digunakan terkait keakurasian, kesesuaian, dan kelengkapan informasi tersebut.

    Sensor: Terkadang sebuah informasi bersifat menyinggung, hal seperti ini haruslah dihapus. Sensor ini akan menghilangkan atau menutup informasi yang menyinggu, sebagai contoh informasi yang berkaitan dengan suatu budaya yang seharusnya tidak disebarkan.

    Privasi: Hal ini mencakup semua yang berkaitan dengan privasi informasi, seperti privasi klien, rekan, dan sebagainya. Masalah privasi yang kerap terjadi adalah adanya pencarian terkait data pribadi.

    Kekayaan intelektual: Berkaitan dengan isu-isu etis seputar ketaatan hukum kekayaan intelektual, khususnya terkait penyampaian informasi kepada lain pihak (pihak 3).

    Penyalahgunaan komputer: Umumnya terjadi pada perpustakaan umum, dimana terkadang komputer dengan akses terbuka disalahgunakan.
    Selanjutnya silahkan Anda mengakses beragam materi, mengerjakan tugas, dan menyampaikan pendapat pada forum diskusi.
  • PERTEMUAN 6: KETERAMPILAN PENELUSURAN INFORMASI UNTUK MENUNJANG LITERASI INFORMASI

    PENDAHULUAN

    Di era globalisasi sekarang, informasi menjadi suatu hal yang begitu cepat berkembang sehingga semua lapisan masyarakat dituntut untuk mengikutinya. Semakin berkembangnya informasi, semakin banyak pula macam-macam informasi dan kebutuhan informasi yang harus terpenuhi serta permasalahan yang harus terselesaikan. Dengan demikian, informasi yang dibutuhkan oleh setiap lapisan masyarakat memiliki kebutuhan yang berbeda-beda dan cara tersendiri dalam mencari dan menyaring informasi yang mereka temukan. Namun, semakin banyaknya informasi yang tersedia pada Search Engine mengakibatkan pengguna mengalami kesukaran dalam mendapatkan informasi yang relevan, dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, serta dapat dipercaya sehingga para pengguna harus lebih cerdas dan teliti dalam memilah dan memilih informasi yang dibutuhkannya.

    Hal tersebutlah yang mengakibatkan Temu balik informasi terjadi, yaitu  ledakan informasi berkembang dan bertambah setiap hari dalam jumlah yang banyak dan beragam, sehingga sulit mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi terbaru, termasuk bidang informasi sendiri. Oleh karena itu, perlu penguasaan terkait sumber-sumber informasi yang memiliki berbagai jenis dan cakupannya yang luas karena informasi banyak tersimpan dalam berbagai bentuk seperti kertas tercetak, pangkalan data computer, bentuk mikro, CD/DVD/, dan lain-lain.


    CAPAIAN PEMBELAJARAN

    Setelah mempelajari seluruh modul ini anda diharapkan dapat :

    1. Menjelaskan dan memahami konsep temu kembali informasi;
    2. Mampu menerapkan konsep temu kembali dalam kehidupan sehari-hari;
    3. Mampu menjelaskan dan memahami komponen-komponen temu kembali informasi;
    4. Mampu menjelaskan dan memahami efektivitas temu kembali informasi;
    5. Mampu menjelaskan dan memahami konsep pemenuhan kebutuhan informasi;
    6. Mampu menjelaskan dan memahami faktor faktor yang mempengaruhi kebutuhan informasi.

    TEMU BALIK INFORMASI

    Temu Balik Informasi adalah kegiatan mencari dan menemukan informasi yang dilakukan setiap individu guna menunjang dan memenuhi kebutuhan informasi dengan cara mencari  dan menemukan kembali suatu informasi yang dibutuhkan dalam berbagai format dan relevan.

    The International Organization for Standardization (ISO) mendefinisikan temu balik informasi (Information Retrieval(IR)) sebagai “Actions, methods, and procedures for obtaining information on a given subject from stored data” (ISO, 1993). Singkatnya, ISO mendefinisikan temu kembali informasi sebagai suatu tindakan, prosedur, dan metode yang diterapkan untuk menemukan kembali data yang tersimpan lalu menyediakan kembali informasi terkait subjek yang dibutuhkan. Tindakan yang dilakukan meliputi text indexing, inquiry analysis, dan relevance analysis serta data yang dimuat dapat berupa teks, tabel, gambar, ucapan, maupun video.

    Dalam Online Dictionary of Library and Information Science yang ditulis oleh Reitz memaparkan bahwa temu balik informasi sebagai  “The Process, methods, and procedures used to selectively recall recorded information from a file of data. In libraries and archives, searches are typically for a known item or for information on a specific subject and the file is usually a human-readable catalog or index, or a computer-based information storage and retrieval system, such as an online catalog or bibliographic database” (Reitz, 2004). Dari pengertian tersebut, dapat kita ketahui bahwasannya temu kembali informasi merupakan sebuah proses, prosedur, dan metode dalam menelusuri informasi terekam secara selektif dari suatu file data. Dalam lingkup perpustakaan dan kearsipan, temu balik informasi digunakan sebagai alat untuk menemukan kembali bahan yang telah diketahui dan terdapat informasi pada subjek khusus.

    Selain itu, menurut Sulistyo Basuki (2014) temu balik informasi saat ini meliputi interaksi pengguna dengan segala aspek kognitif, afektif, dan situasional. Tidak hanya itu, beliau juga memaparkan bahwa temu balik informasi merujuk pada pustakawan dalam pelayanan informasi, dimana pustakawan bertugas untuk menyediakan dan mengumpulkan informasi bagi pemustaka guna memenuhi kebutuhan informasinya.

    Menurut Chimah dan Ude “Information retrieval (IR) is concerned with the storage, organization, and searching of collections of information.” (Chimah & Ude, 2020) Dari penjelasan tersebut, dapat diketahui bahwa temu balik informasi penyimpanan, pengorganisasian dan pencarian atau penelusuran dari kumpulan informasi. Sejalan dengan itu , Rifai (2014) berpendapat bahwa penelusuran informasi adalah bagian dari  proses penelusuran informasi guna memenuhi kebutuhan informasi seseorang dibantu dengan alat pencarian dan temu balik informasi. Oleh karena itu, dalam melakukan penelusuran informasi pemustaka membutuhkan alat/sarana yang menunjang dalam kegiatan penelusuran informasi. Perpustakaan sebagai sarana penting dalam menunjang kegiatan penelusuran informasi pemustaka. Sebagai contoh, penggunaan katalog sebagai sarana penelusuran informasi, dengan katalog para pemustaka dapat dengan mudah dalam menemukan kembali informasi di perpustakaan dan menelusur koleksi yang tersedia di perpustakaan.

    Hasugian menyatakan “bahwa temu balik informasi adalah suatu proses identifikasi  kecocokan antara query  dengan representasi atau indeks dari suatu dokumen, kemudian mengambil (retrieve) suatu dokumen dari suatu simpanan, sebagai bentuk” (Hasugian, 2006) pemenuhan kebutuhan informasi seseorang. Dari sudut pandang hasugian tersebut, beliau mengidentifikasikan temu balik informasi sebagai sistem, dimana dokumen yang diminta dan dibutuhkan pemustaka diidentifikasi kemudian diambil dari suatu tempat penyimpanan. Dalam temu balik di perpustakaan, dokumen yang dimaksud Hasugian merupakan informasi, dimana informasi yang dibutuhkan pemustaka tersebut diidentifikasi ke dalam subjek, judul, pengarang/penanggung jawab bahan pustaka kemudian setelah itu pemustaka mengambil informasi tersebut berdasarkan hasil identifikasi dan dilakukan pemanggilan yang dilakukan melalui basis data informasi. Dari situlah pustakawan akan menemukan meta data bahan pustaka yang dibutuhkan dan menjadi jawaban dari permintaan pemustaka (Haidar & Rullyana,2017).

    Selain itu, Kowalski dan Maybury menjelaskan bahwa “An Information Retrieval System is a system that is capable of storage, retrieval, and maintenance of information. Information in this context can be composed of text (including numeric and date data), images, audio, video and other multimedia objects.” (Kowalski & Maybury, 2002, hlm. 2)  Temu kembali informasi merupakan suatu sistem yang menyimpan, mencari, dan memelihara informasi. Informasi yang dimaksudkan dalam konteks ini mencakup berbagai bentuk, seperti teks (termasuk data numeric dan tanggal), video, gambar, audio, dan objek multimedia lainnya.

    Berbeda dari pendapat yang dipaparkan oleh Hasugian, pendapat Kowalski ini lebih cocok dan cenderung menggambarkan sistem yang hanya dilakukan oleh ahli informasi yaitu pustakawan di perpustakaan. Namun dalam definisi yang dikemukakan Kowalski ini terdapat dua hal yang tidak dapat dilakukan oleh pemustaka yaitu penyimpanan dan pemeliharaan informasi karena, definisi yang dikemukakan oleh Kowalski memiliki cakupan yang lebih luas yang meliputi proses penyimpanan, penelusuran, dan juga pemeliharaan informasi yang hanya dapat dilakukan oleh para pustakawan ahli informasi lainnya.

    Berdasarkan beberapa pengertian sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa temu Kembali Informasi adalah suatu kegiatan yang mencari kembali informasi yang sudah diidentifikasikan berdasarkan subjeknya dan melalui berbagai macam sarana guna mempermudah dalam proses pencarian serta menunjang kebutuhan informasi bagi pemustaka.

    Nugraha (2017) menyatakan bahwa pustakawan memiliki peran tersendiri dalam konsep temu balik informasi. Seperti di perpustakaan,seorang pustakawan memiliki tugas untuk dapat “menemukan”kembali informasi yang dibutuhkan oleh pemustaka. Hal ini disebabkan karena tidak semua pemustaka mengetahui bagaimana cara untuk dapat memperoleh informasi yang dibutuhkannya oleh karena itu,mereka meminta bantuan pustakawan untuk membantu mencarikan kebutuhannya.

    Tujuan dari Temu balik informasi ini yaitu sebagai upaya dalam mencegah terjadinya duplikasi, pemborosan waktu, tenaga dan biaya, serta sebagai sarana untuk mengetahui arah perkembangan ilmu/bidang yang diikuti. Oleh karena itu, dalam proses penelusuran temu kembali informasi ini dibutuhkan keterampilan, agar dapat memperoleh informasi yang efektif, efisien, akurat dan sesuai dengan kebutuhan.

     

    KOMPONEN-KOMPONEN TEMU BALIK INFORMASI

    Lancaster menyatakan bahwa kerangka sistem temu kembali informasi mencakup 6 subsistem, yaitu subsistem indexing, subsistem dokumen, subsistem kosa kata, subsistem pencocokan, sub sistem penelusuran, dan antarmuka atau interaksi pengguna dengan sistem. Apabila dilihat secara keseluruhan, sistem temu kembali informasi mencakup tiga elemen utama, yaitu pemakai atau user, dokumen, dan mesin pencocok (matcher-machine). Setiap dokumen tersebut dipresentasikan menggunakan berbagai kata atau indeks. Kedua bentuk penggambaran ini yang “dipertemukan” dalam sistem temu kembali informasi untuk mengambil dokumen yang tepat dan relevan dari database kumpulan dokumen. Proses “mempertemukan” inilah yang disebut sebagai strategi penelusuran.  Adapun lima komponen temu kembali informasi menurut Hasibuan, sebagai berikut (Hasugian, 2006):

    li 7

    a. Pengguna/user

    Seseorang yang dapat memanfaatkan dan menggunakan sistem informasi dalam proses pencarian dan pengelolaan  informasi. Selain itu, pengguna terbagi sebagai dua kelompok, yaitu pengguna (user) dan pengguna akhir.

    b. Query

    Bahasa permintaan berupa format yang diinput oleh user kedalam sistem informasi

    c. Dokumen

    Dalam perpustakaan, bahan pustaka dikategorikan sebagai dokumen. Sedangkan dalam dunia sistem informasi, dokumen memiliki arti semua bentuk dokumen elektronik yang sudah di-input dan tersimpan di database.

    d. Indeks dokumen

    Seluruh dokumen yang sudah tersimpan di database yang beroperasi sebagai representasi subjek dari suatu dokumen.

    e. Pencocokan (Matcher Function)

    Terjadi ketika pengguna memasukkan query dengan indeks dokumen yang telah tersimpan dalam database computer. Setelah itu, komputer akan melakukan proses pencocokan dalam waktu singkat yang sesuai dengan kecepatan memori yang dimiliki komputer.

    Tujuan Sistem temu kembali informasi secara teknis yaitu untuk mencocokan istilah atau term yang sudah disusun dalam bentuk query dengan istilah-istilah yang terdapat dalam dokumen, melalui pencocokan tersebut maka dokumen-dokumen yang relevan dan tepat dapat dengan mudah terambil (retrieved), dimana pada saat terambilnya dokumen relevan yang tersimpan dalam sistem penyimpanan koleksi dapat memenuhi kebutuhan dan permintaan  informasi pemustaka. Oleh karena itu, terpenuhinya kebutuhan pemustaka menjadi tolak ukur keberhasilan dari Sistem temu kembali informasi.

    KONSEP PEMENUHAN KEBUTUHAN INFORMASI

    Kebutuhan merupakan suatu hal yang diperlukan individu dalam menunjang segala aktivitas yang dilakukan dan juga mencapai tujuan dari kegiatan tersebut. Yang dimaksud kebutuhan dalam konteks perpustakaan adalah kebutuhan informasi, dimana, adanya ketertarikan dalam informasi yang berada dalam sumber informasi/pustaka yang memberikan jawaban dan kepuasan terhadap hal yang dicari.Qalyubi tahun 2007 (dalam Masiani,2019 hal 3) menjelaskan bahwa kebutuhan informasi di dorong oleh segala sesuatu yang dinamakan “a problematic” yaitu suatu kondisi yang terjadi dalam lingkungan internal manusia yang tidak terpenuhi olehnya untuk mencapai tujuan hidup.

    Informasi secara umum didefinisikan sebagai data dan fakta yang bermakna bagi para penggunanya. Dalam (Masiani, 2019), Kadir di tahun 2002 memaparkan bahwa “...informasi merupakan data yang telah diproses sedemikian rupa sehingga meningkatkan pengetahuan seseorang yang menggunakan data tersebut.” Yusup tahun 2009 (dalam Masiani, 2019 hal 3) menyatakan definisi informasi berdasarkan sudut pandang kepustakawanan dan perpustakaan, informasi, memaparkan bahwa “...informasi adalah suatu rekaman fenomena yang diamati, atau juga dapat berupa putusan-putusan yang dibuat seseorang…”

    Identifikasi kebutuhan informasi merupakan salah satu tindakan yang dapat diterapkan untuk mengoptimalkan fasilitas perpustakaan dalam memenuhi kebutuhan pemustaka. Grover (Masiani, 2019) memaparkan bahwa “identifikasi kebutuhan informasi merupakan proses manajemen yang bertujuan agar lembaga informasi yang terkait dapat menjalankan perannya dalam melayani seluruh lapisan masyarakat tanpa terkecuali, serta dapat memenuhi konsep fundamental dalam hal pemasaran, yakni berfokus pada pelanggan.” Selaras dengan hal tersebut, dalam (Masiani, 2019), Qalyubi juga memaparkan bahwa “...untuk memenuhi kebutuhan informasi pemustaka, perpustakaan harus bisa mengkaji serta menganalisis siapa pemustaka dan informasi apa yang dibutuhkan, lalu mengusahakan tersedianya jasa saat yang dibutuhkan, dan mendorong pemustaka untuk menggunakan fasilitas yang tersedia di perpustakaan…”. Informasi dan pemustaka merupakan salah satu komponen utama dalam perpustakaan. Karena kedua hal tersebut saling terikat satu sama lain, dimana setiap pemustaka memiliki kebutuhan terhadap informasi yang tentunya berbeda-beda.

    Dalam (Masiani, 2019), Sulistyo-Basuki pada tahun 1991 memaparkan bahwa “...kebutuhan informasi adalah informasi yang dibutuhkan seseorang untuk pekerjaan, penelitian, kepuasan rohani, pendidikan dan lain-lain. Adapun kebutuhan informasi akan muncul sesuai dengan kegiatan yang dilakukan seseorang sehingga memunculkan keinginan terhadap suatu informasi guna mencapai kepuasan. Masih dalam (Masiani, 2019), pendapat lain dikeluarkan oleh Fatmawati tahun 2019 yang menjelaskan bahwa “...kebutuhan informasi akan muncul apabila terjadi kesenjangan antara pengetahuan yang dimiliki dengan pengetahuan yang diinginkan sehingga sejalan dengan keinginan seseorang tersebut untuk mencari jawaban atas pertanyaannya, dia akan terus mencari dan menggali informasi yang diinginkan guna menjawab semua ketidaktahuannya.” Adapun dalam (Roni & Nurhaeni, 2021), tercantum bahwa ada beberapa jenis pendekatan kebutuhan informasi, diantaranya :

    a. Current Need Approach (pendekatan kebutuhan informasi mutakhir), merupakan proses pendekatan yang memiliki tujuan untuk untuk meningkatkan pengetahuan. Dalam jenis ini, pengguna dan sistem informasi memerlukan pola interaksi yang bersifat konsisten. Artinya, interaksi yang dilakukan oleh pengguna dan sistem informasi melalui hal yang sangat umum.Adapun informasi yang dibutuhkan untuk mendapat gambaran secara umum saja, bukan untuk menjawab pertanyaan yang spesifik.

    b. Everyday Need Approach (pendekatan kebutuhan informasi rutin), merupakan proses pendekatan yang melibatkan antara kebutuhan pengguna dengan ciri sifatnya yang cepat dan spesifik melalui pola informasi yang diperlukan, yakni informasi yang bersifat rutin ditemui. Pendekatan ini juga dilakukan dalam jangka waktu yang rutin untuk memenuhi kebutuhan informasi sehari-harinya. Sehingga pengguna mendapatkan informasi yang jauh lebih spesifik dan relatif cepat.

    c. Exhaustic Need Approach (pendekatan kebutuhan informasi mendalam), merupakan pendekatan terhadap kebutuhan informasi yang mendalam. Dimana hal tersebut, pengguna informasi memiliki ketergantungan yang tinggi dengan informasi yang dibutuhkan dengan kriteria yang relevan, spesifik, dan lengkap. Pendekatan ini dilakukan untuk mendapatkan informasi secara mendalam.

    d. Catching-Up Need Approach (pendekatan kebutuhan informasi sekilas), yakni pendekatan pengguna terhadap informasi yang ringkas namun lengkap, khususnya mengenai perkembangan teakhir suatu subjek yang diperlukan dan hal-hal lain yang bersifat relevan. Informasi yang dihasilkan mencakup informasi dengan sifatnya yang dapat menampilkan sumber, rujukan, gambar, gaya bahasa, dan sifat lainnya.
    Selanjutnya silahkan Anda mengakses beragam materi, mengerjakan tugas, dan menyampaikan pendapat pada forum diskusi.
  • PERTEMUAN 7: CARA PENCARIAN DAN PEMANFAATAN INFORMASI

    PENDAHULUAN

    Kemampuan individu dalam pencarian dan pemanfaatan informasi mempengaruhi kehidupan individu tersebut, perkembangan teknologi dan informasi komunikasi merupakan bentuk pemanfaatan informasi yang dikembangkan sehingga menjadi suatu bentuk inovasi. Cara pencarian dan pemanfaatan informasi berkaitan erat dengan keberhasilan individu untuk mendapatkan informasi yang mereka butuhkan. Proses pencarian, penerimaan, dan pemanfaatan informasi membutuhkan kemampuan yang perlu dilatih melalui kegiatan harian sehingga akan terbentuk suatu kebiasaan pencarian dan pemanfaatan informasi secara efektif dan efisien.

    Kemampuan pencarian dan pemanfaatan informasi yang sudah direncanakan atau dirancang oleh pengguna sebelum melakukan pencarian informasi biasanya mempengaruhi kepuasan pengguna akan informasi yang mereka peroleh. Terlepas dari metode pencarian dan pemanfaatan yang digunakan, pencarian dan pemanfaatan informasi yang baik menandakan kemampuan menelusuri dan menganalisis yang baik.

    CAPAIAN PEMBELAJARAN

    Setelah mempelajari modul ini, Anda diharapkan mampu:

    1. Memahami konsep dasar manajemen pengetahuan
    2. Memahami konsep pencarian dan pemanfaatan informasi
    3. Menjelaskan konsep pencarian dan pemanfaatan informasi
    4. Menggunakan metode pencarian informasi.

    KONSEP MANAJEMEN PENGETAHUAN

    Pengetahuan menjadi salah satu aset penting yang  harus dimiliki oleh seseorang maupun lembaga. Adanya pengetahuan terkait kapabilitas di lembaga, akan membantu lembaga dalam mengantisipasi kondisi-kondisi eksternal, permasalahan serta perubahan yang telah, sedang maupun yang akan terjadi yang akan mempengaruhi jalannya lembaga. Nilai ekonomis dari pengetahuan didapatkan dari adanya penciptaan kinerja yang bersifat superior melalui nilai pelanggan (customer value) yang tinggi, keuntungan investor, dan jenjang karier yang baik bagi karyawan. Dalam Liebowitz (1999), Nassery  menyebutkan bahwa pengetahuan yang digunakan dalam lembaga merupakan interaksi antara dua bagian yaitu human capital dan informasi Knowledge management. Informasi knowledge management merupakan suatu proses penciptaan, pembagian, penggunaan, dan pengelolaan suatu pengetahuan dan informasi dari sebuah organisasi. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa bagian pertama dalam manajemen pengetahuan adalah human capital, dimana human capital sendiri adalah suatu pemikiran dan karakter yang terdiri dari kompetensi manusia. Kompetensi ini ditentukan oleh pengetahuan, intuisi, imajinasi, pendidikan, skill dan pengalaman yang dipengaruhi oleh emosi dan sifat lainnya. Sedangkan, bagian kedua dari manajemen pengetahuan adalah informasi yang meliputi dokumentasi pengalaman dan prestasi intelektual manusia, termasuk didalamnya formula-formula untuk membantu solusi, intisari sebuah buku, makalah, laporan, penelitian, database, software, CD serta DVD, dan paten.

    Manajemen pengetahuan mencakup tiga komponen utama, yaitu people, place, dan content. Secara garis besar manajemen pengetahuan membutuhkan orang yang ahli dan berkompeten sebagai sumber pengetahuan, tempat berdiskusi, serta penentuan isi dari diskusi yang akan dilaksanakan nantinya, dengan peranan teknologi informasi maka tempat untuk melakukan diskusi dapat teratasi. Dengan perkembangan teknologi Informasi saat ini, seseorang akan dapat dengan mudah membuat ruang diskusi dan melakukan diskusi secara tatap maya. Konsep manajemen pengetahuan pada dasarnya berkembang dari kenyataan bahwa pada masa sekarang dan masa depan, lembaga yang dapat berkompetisi secara intelektual dan pengetahuan merupakan aset jangka panjang.

    Manajemen pengetahuan digunakan sebagai alat, teknis, dan strategi untuk memelihara, menganalisis, mengorganisasikan, meningkatkan dan menyebarkan luaskan bisnis. Konsep Manajemen Pengetahuan sendiri memiliki gagasan awal dan berkembang dalam sudut pandang bisnis. Manajemen Pengetahuan sebagai konsep diterapkan oleh lembaga untuk kepentingan operasional dan meningkatkan keuntungan kompetitif serta keuntungan. Teng & Hawamdeh (2002) berpendapat bahwa manajemen pengetahuan dapat diterapkan oleh lembaga guna memperbaiki komunikasi antara pucuk kepemimpinan dengan pegawai di bawahnya, menanamkan budaya saling berbagi pengetahuan, dan mempromosikan serta pelaksanaan sistem penghargaan berbasis kredit kinerja. Adaptasi dari Manajemen Pengetahuan juga diterapkan pada lembaga pemerintah dan organisasi badan hukum lainnya. Groff & Jones (2003) menyatakan bahwa manajemen pengetahuan diambil/digunakan sebagai alat, teknis, dan strategi untuk memelihara, menganalisis, mengorganisasikan, meningkatkan dan menyebarkan luaskan bisnis. 

    Manajemen pengetahuan dianggap memiliki kepentingan karena implementasinya bermanfaat pada operasional dan pelayanan suatu lembaga, dapat meningkatkan kompetensi sumber daya manusia, memelihara ketersediaan pengetahuan dan inovasi serta pengembangan produk. Hal ini sesuai dengan pernyataan Becerra dan Sabherwal, Although KM (Knowledge Management) can be applied to individuals, it has recently attracted organization. KM is viewed as an increasingly important discipline that promotes the creations, sharing, and leveraging of the corporation's knowledge” (Becerra & Sabherwal, 2014, hlm. 4)  Meskipun manajemen pengetahuan dapat diterapkan pada individu, saat ini manajemen pengetahuan menarik perhatian organisasi. Manajemen pengetahuan dipandang sebagai disiplin yang semakin penting dalam mempromosikan penciptaan, berbagi, dan pemanfaatan pengetahuan yang dimiliki perusahaan. Silahkan Anda amati infografis dibawah ini:

    LI 10

    Manajemen pengetahuan terdapat pada orangnya bukan pada sistem, sistem hanyalah suatu alat untuk membantu proses pengetahuan, dan yang terpenting penciptaan pengetahuan merupakan proses sosial yang terjadi melalui interaksi antara individu dalam kesehariannya. Manajemen pengetahuan pada masa ini berkembang dengan sangat pesat. Berkembangnya konsep manajemen pengetahuan diketahui disebabkan oleh berkembangnya organisasi serta teknologi informasi dalam mengelola dan memanfaatkan pengetahuan (Tung, 2018). Cakupan dari manajemen pengetahuan sendiri bersifat multidimensi, meliputi berbagai bidang, dan mencakup sebagian besar aspek operasional perusahaan. Menurut Kurniawati (2007) Pengetahuan tacit meliputi pengalaman yang terjadi pada seseorang, dan eksplisit lebih memuat kepada hal rasional. Sejalan dengan itu Rohmiyati (2019) menyatakan bahwa “Tacit knowledge merupakan pengetahuan yang terdapat di dalam otak atau pikiran seseorang sesuai dengan pemahaman dan pengalaman anak itu sendiri” (Rohmiyati, 2019, hlm. 185). Secara singkat, pengetahuan tacit merupakan bentuk pengetahuan yang terjadi dahulu (pengalaman), sedangkan eksplisit adalah pengetahuan yang terpisah dan memuat hal prediktif. Dari pengertian kedua nya, dapat disimpulkan bahwa pengetahuan tacit merupakan pengetahuan yang dipraktikkan, dan pengetahuan eksplisit lebih berbicara tentang teori.

    STRATEGI PENCARIAN INFORMASI

    Informasi yang telah didapat hendaknya dimanfaatkan dengan baik. Seperti halnya data yang sudah didapatkan dari berbagai sumber informasi di perpustakaan, baik itu melalui media tercetak seperti karya ilmiah, buku, jurnal, referensi, majalah, dan lainnya, atau dari sumber non cetak seperti radio, DVD, VCD, Mikrofilm, dan sejenisnya. Selain melalui dua media tadi, seseorang juga bisa mendapatkan informasi dari internet. Penggunaan internet sebagai alat untuk mendapatkan informasi dilakukan melalui ketersediaan mesin pencari (search engine).

    Keberadaan informasi yang beraneka ragam menjadi masalah tersendiri dalam menemukan kembali informasi yang ada. Apalagi jika jumlah informasi yang beredar sudah mencapai ribuan, jutaan, bahkan milyaran. Hal inilah yang melandasi diperlukannya strategi untuk mendapatkan informasi secara tepat, cepat, dan akurat. Proses dalam  menemukan informasi inilah yang sering disebut sebagai temu kembali informasi, dimana  secara spesifik juga akan menyangkut penelusuran informasi.

    Pencarian informasi merupakan proses yang melibatkan komponen yang kompleks, dengan adanya proses pencarian, penemuan kembali, dan/atau penemuan. Dengan demikian pencarian informasi memiliki pengertian pencarian dan penemuan isi dan/atau pesan. Sehingga menurut Rifai (2014) Pada prosesnya pengguna harus mempunyai strategi yang tepat untuk menemukan informasi yang diinginkan agar sesuai dengan informasi yang mereka butuhkan, karena tidak semua informasi yang ada dapat diambil sebagai informasi yang berguna atau valid. Berikut ini perilaku pencarian informasi dalam bentuk infografis:

    LI 11

    Selanjutnya silahkan Anda mengakses beragam materi, mengerjakan tugas, dan menyampaikan pendapat pada forum diskusi.

  • PERTEMUAN 9: STANDAR KOMPETENSI LITERASI INFORMASI

    PENDAHULUAN

    Perkembangan informasi terjadi akibat dampak dari perkembangan teknologi informasi yang menyebabkan terjadinya ledakan informas dimana,tidak seluruh informasi yang melimpah dapat dimanfaatkan dan perkembangan teknologi dan informasi ini  juga yang mengakibatkan munculnya masyarakat informasi.Informasi merupakan bagian dari kehiduapan manusia baik secara individu maupun sosial,dimana dalam menguasai informasi tersebut akan membawa seseorang memiliki keunggulan yang kompetitif.Hal ini,umum dirasakan pada individu yang bergelut dalam bidang pendidikan dan penelitian seperti halnya  mahasiswa di perguruan tinggi yang tidak pernah terlepas dari tugas yang berkaitan dengan karya ilmiah.

    Dalam mengatasi ledakan informasi itu, seluruh lapisan masyarakat diharapkan memiliki keterampilan literasi informasi yang baik guna memnghindari terjadinya plagiarism dikalangan mahasiswa serta menjadikan masyarakat yang lebih mampu dalam menggunakan,memilah,dan memilih informasi yang relevan,kredibel,serta dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

    CAPAIAN PEMBELAJARAN

    Setelah membaca modul ini anda diharapkan dapat :

    1. Mampu memahami,memaknai,dan menjelaskan kembali konsep literasi informas;
    2. Mampu memahami,memaknai,menjelaskan,serta menerapkan literasi informasi yang baik dan benar dalam kehidupan sehari hari;
    3. Menjadi individu yang dapat memiliah,memilih informasi yang kredibel;
    4. Menjadi individu yang dapat menggunakan informasi dengan bijak;
    5. Mampu memahami,memaknai,dan menjelaskan standar literasi informasi di perguruan tinggi;
    6. Mampu menerpakan standar literasi informasi di perguruan tinggi dalam kehidupan sehari hari.

    KONSEP DASAR STANDAR KOMPETENSI LITERASI INFORMASI

    Informasi merupakan suatu kebutuhan bagi setiap lapisan masyarakat oleh karena itu,guna memanfaatkan informasi terdapat beberapa aspek yang harus dipenuhi yaitu,informasi yang berkualitas. Sutabri (2014) (dalam Prasetyo dkk,2018) menyebutkan bahwa Kualitas suatu informasi bergantung pada tiga aspek yaitu: informasi yang akurat (accurate),tepat waktu (timeliness),dan relevan (relevance).Sebagai penerima informasi  tidak hanya menentukkan atau memilih kebutuhan yang relevan saja tetapi juga wajib mengolah informasi yang di dapat menjadi sebuah pengetahuan yang baru,dan menyebarkannya kembali.Namun,permasalahn yang kerap kali muncul dalam kehidupan sehari hari yaitu kita sebagai penerima informasi merasa kesulitan dalam memilah dan memilih informasi yang dibutuhkan,mana informasi yang akurat,terbaru,siapa penulisnya,apa kompetensinya dan berbgaai pertanyaan lainnya yang dimana dalam hal ini kita mulai kesulitan dalam menemukan validitas informasi yang dipilih.Validitas informasi merupakan suatu upaya untuk memastikkan apakah informasi yang diterima merupakan informasi yang baik atau hanya sekedar sampah informasi,terlebih lagi sekarang informasi sudah mudah diakses oleh siapa pun dan dengan tujuan apa pun.

    Penggunaan teknologi informasi dan komunikasi sebagai alat bantu penyimpanan dan temu kembali informasi membuat masyarakat menjadi konsumen yang rakus informasi.Pertumbuhan informasi pun akan terus bertamabah semakin cepat akibat alat bantu teknologi informasi.Informasi tidak dapat diperlambat pertumbuhannya,namun cepatnya pertumbuhan informasi dapat diatasi dengan cara meningkatkan keterampilan literasi informasi pada masyarakat.Keterampilan literasi informasi dalam konteks ini yaitu merujuk pada bagaimana mendidik masyarakat berpikir kritis nterhadap informasi yang diterima dimana keterampilan informasi ini sangat penting dimiliki setiap lapisan masyarakat agar dapat kemudahan dalam menemukan informasi seuai dengan kebutuhannya.

    Secara Umum literasi diartikan sebagai kemampuan membaca dan menulis.Dalam perkembangnnya,literasi memiliki makna yang luas dan bemacam-macam jenisnya seperti : literasi computer(computer literacy),literasi media (media literacy),literasi teknologi (technology literacy), literasi ekonomi (economiy literacy),literasi informasi (information literacy),dan literasi moral (moral literacy).

    Paul Zurkowski (president of information industries association) merupakan orang yang pertama kali memperkenalkan konsep literasi informasi pada tahun 1974.Konsep literasi informasi pertama kali digunakan dalam sebuhan proposal yang ditunjukkan kepada The National Commisionon Libraries and Information Science (NCLIS) USA(Zurkowski,1974:6 dalam Septiyantono,2014). Zurkowski pun berpendapat bahwa People trained in the application of information resources to their work can be called information literate.They are learned techniques and skill for utilizing the wide range of information tools as well as prmary sources in molding information solution to their problems.” Makna dari konsep tersebut adalah yang dimaksu literasi informasi yaitu individu yang terlatih dalam menggunakan sumber-sumber informasi guna menyelesaikan tugas yang dilakukan.Berdasarkan pengertian tersebut, Zurkowski mengusulkan:

    1. Sumber informasi diguanakan di lingkungan kerja;
    2. Teknik dan keterampilan dibutuhkan dalam menggunakan alat informasi dan sumber-sumber primer;
    3. Informasi digunakan utnuk emmecahkan masalah (Behres,1994 dalam Septiyantono,2014 hal.6)

    Konsep literasi informasi juga terdapat dalam Dictionary for Library and Information Science oleh Reitz (2004:356) yang menyebutkan bahwa “Skill in finding the information one needs and understanding of how libraries are organized,familiarity,with resource the provide (including information formats and automated search tools) and knowledge of commonly use techniques.The concept also includes the effectively as well as understanding of the technological infrastructure on which information transmission is based,including its social,and cultural context and impact” (Septiyantono,2014 hal.7)

    Pengertian diatas memaparkan bahwa literasi informasi merupakan kemampuan untuk menemukan informasi yang dibutuhkan,mengerti bagaimana perpustakaan diorganisasi, dengan sumber daya yang ada (termasuk format informasi dan alat penelusuran yang terautomasi),serta pengetahuan dari teknik yang biasa digunakan dalam pencarian informasi.Konsep ini juga termasuk kemampuan yang diperlukan untuk mengevaluasi informasi dan menggunakannya secara efektif seperti pemahaman infrastruktur teknlogi pada transfer informasi kepada orang lain,termasuk konteks sosial,politik,dan budaya serta dampaknya.

    ALA (American Library Association) menyatakan bahwa untuk menjadi orang yang melek informasi harus mampu mengetahui kapan informasi dibutuhkan dan memiliki kemampuan untuk menemukan, mengevaluasi, dan menggunakan informasi yang dibutuhkan secara efektif (Wooliscroft,1997 dalam septiyantono,2014)

    Shapiro (1996:31) dalam Septiyantono,2014:8 menyatakan bahwa Literasi Informasi merujuk pada seni liberal baru dalam rangka mengetahui bagaimana cara menggunakan computer serta mengakses informasi untuk berpikir secraa kritis terhadap informasi itu sendiri, infrastruktur teknologi dan aspek sosial,aspek budaya,konteks filosofi,serta dampaknya.

    Terdapat pendapat lain yang menyatakan literasi informasi secara umum diartika sebagai kemelekan atau keberaksaraan informasi.Dalam kamus bahasa inggris, ‘Literacy’ memiliki pengertian kemelekan huruf atau kemampuan membaca,sedangkan ‘information’ adalah informasi.Yang dapat disimpulkan bahwa seseorang dapat dikatakan melek informasi apabila mampu untuk memahami informasi.atau dapat juga diartikan bahwa Literasi Informasi merupakan seperangkat kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki individu untuk mengethaui kapan informasi dibutuhkan,kemampuan untuk menempatkan,mengevaluasi,dan ,menggunakan secara efektif sesuai kebutuhan informasinya.

    Bruce (2003:3) dalam Septiyantono,2014:9 mengemukakan pendapat Literasi Informasi dilihat dari Sudut Pandang Pendidikan.Beliau mengatakan bahwa “Information literacy defines as the ability to acces,evaluate,organize,and use unformation in order to leran,problem-solve,make decision in formal an informal learning contexts at work,at home and in educational settings.” Dalam pengertian tersbut beliau menyebutkan bahwa literasi informasi merupakan sebuah kemampuan mengakses, mengevaluasi, mengorganisasi,dan menggunakan informasi dalam proses belajar,pemecahan masalah,membuat keputusan formal dan informal dalam konteks belajar,pekerjaan,ruamah,ataupun dalam pendidikan.

    Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa Secara umum,Literasi informasi merupakan kemampuan seseorang mengenali kapan informasi dibutuhkan dan keterampilan apa yang harus dimiliki seseorang dalam mencari,menemukan,menganalisis, mengevaluasi, dan mengkomunikasikan informasi yang berfungsi sebagai pemenuhan kebutuhan informasi yang akan memecahkan berbagai masalah.Peran perpustakaan sangat mendukung dalam memperkenalkan istilah literasi informasi dan memperoleh kemampuan literasi informasi tersebut.Selain itu, penguasaan teknologi informasi juga turut memeiliki peran dalam memudahkan seseorang untuk memiliki literasi informasi.Oleh karena itu,literasi informasi juga merupakan suatu proses pembelajaran seumur hidup sebagai bekal dalam mencari informasi,bukan hanya dalam pendidikan.

    STANDAR KOMPETENSI LITERASI INFORMASI

    Standar kompetensi literasi informasi banyak dikembangkan berbagai asosiasi perpustakaan yang ada di Negara maju.Terdapat beberapa standar kompetensi literasi informasi yang sudah popular dan dikembangkan oleh asosiasi perpustakaan yang didedikasikan khusus untuk perguruan tinggi yakni Association of College and Research Libraries (ACRL) yang masih merupakan bagian dari divisi American Library Association (ALA) dan The Society of College,National and University Libraries (SCONUL) untuk bagian wilayah United Kingdom dan Irlandia.

    ACRL menetapkan 5 standar literasi informasi disertai dengan indicator kinerja dari setiap sandar serta terdapat juga capaian hasil, standar yang terdapat dalam ACRL terdiri dari Know,Acces,Evaluate,Use,dan Ethical/Legal (Association College & Research Libraries,2000) Sedangkan,SCONUL memilih menetapkan model dengan istilah tujun pilar literasi informasi dimana tujuh pilar tersebut meliputi : Identify, Scope, Plan, Gather, Evaluate, Manage, dan Present (SCONUL ,2011). Dalam kedua prinsip model tersebut terdapat prinsip yang memiliki kesamaan akan tetapi,Standar ACRL lebih banyak diadopsi oleh institusi nasional dan perguruan tinggi dunia dimana ACRL mulai menetapkan standar untuk perguruan tinggi pada tahun 2000 sedangkan SCONUL baru menetapkan model prinsip pada tahun 2011. Keterampilan literasi informasi mahasiswa dapat diukur dengan lima indicator standar yang telah ditetapkan oleh Association of Collage and Research Libraries (ACRL) yaitu sebagai berikut:

     1. Menentukan sifat dan cakupan informasi. Dalam  menentukkan indicator ini terdapat empat aspek yang digunakan terkait dengan keterampilan dalam merumuskan langkah,yaitu merumuskan dahulu langkah untuk mendapatkan informasi dan mengidentifikasi jenis serta ragam format informasi seperti,audio visual,multi media,website,buku,dan bahan pustaka lainnya.

    2. Mengakses informasi yang efektif dan efisien. Terdapat lima aspek yang terdapat dalam indicator ini guna memilih metode penelusuran dan sistem temu kembali informasi yang tepat serta penggunaan strategi penelusuran (Boolean,operator,truncation dsb)

    3. Mengevaluasi informasi dan sumber-sumbernya secara kritis. Pada indicator ini,keterampilan dalam meringkas ide utama yang dikutiplah yang akan menjadi tolak ukur. Aspek yang dievaluasi mencakup: keterampilan untuk menentukkan dan menggunakan kriteria awal ; keterampilan mengumpulkan ide utama dari informasi yang diperoleh untuk membangun konsep baru;membandingkan pengetahuan baru dengan pengetahuan terdahulu untuk menentukkan nilai tambah,kontradiksi,nilai karakteristik unik dari sebuah informasi.Evaluasi informasi dapat dilakukan melalui diskusi dengan orang lain,para ahli atau dosen dalam pembuktian kebenaran,pemahamn,dan interpretasi informasi.

    4. Menggunakan informasi untuk tujuan tertentu. Indikator ini merujuk pada konteks penggunaan informasi untuk menyelesaikan pekerjaan.Oleh karena itu,diperlukannya kemampuan menggunakan informasi baru dan terdahulu untuk merencanakan dan menghasilkan karya lalu meninjau kembali proses dalam penyusunan karya tulis dan mengkomunikasikan hasil karya dengan memilih media yang tempat dan terampil dalam menggunakan reference manager dalam proses pembuatan karya tulis.

    5. Memahami aspek ekonomi,hukum,sosial terkait penggunaan informasi. Dalam indicator ini merujuk dalam konteks isu privasi dan keamanan,hak akses informasi,sensorship,hak kekayaan intelektual,dan hak cipta.Etika dalam pemanfaatan informasi merupakan hal yang sangat penting karena dengan menerapkan etika tersebut dapat menjadi sebuah pengakuan terhadap penggunaan sumber informasi yang disitir atau dikutip. (Prasetyo,dkk.,2018 hal 2-3).
     

    STANDAR KOMPETENSI LITERASI INFORMASI PERGURUAN TINGGI

    Association of College &Research Libraries (ACRL) merupakan bagian dari divsi terbesar dalam American Library Association (ALA) yang memiliki 11.000 anggota pustakawan perguruan tinggi (20% dari total keanggotaan ALA) yang bertugas dalam mengembangkan jasa dan produk yang dapat membantu para pustakawan dalam belajar berinovasi,dan memimpin dalam komunitas akademik.ACRL didirikan pada tahun 1940 dan berkomitmen dalam memajukkan pembelajaran dan akademik.ACRL merupakan salah satu produk dalam memuat standar kompetensi literasi informasi untuk perguruan tinggi. Pada tanggal 18 januari 2000, melalui pertemuan American Library Association di San Antonio,Texas standar-standar tersebut ditinjau oleh Komite Standar ACRL dan disetujui oleh Dewan Direksi Asosiasi Perguruan Tinggi dan Riset Perpustakaan. Standar ini juga didukung oleh Asosiasi Pendidikan Tinggi Amerika pada Oktober tahun 1999 dan Dewan Independen Perguruan Tinggi pada Februari tahun 2004. (Muntashir,2016). Silahkan Anda amati infografis dibawah ini:
     
    li 13
    Standar litetrasi informasi yang ditetapkan terdiri atas lima standar yaitu 1) Menetapkan kebutuhan informasi yang dibutuhkan, 2) Menemukan informasi yang dibutuhkan secara efektif dan efesien, 3) Mengevaluasi informasi dan sumber secara kritis dan menggabungkan beberapa informasi menjadi basis pengetahuan dan sistem nilai, 4) Secara individu maupun berkelompok menggunakan informasi untuk mencapai tujuan tertentu 5) Menggunakan informasi dengan memahami isu terkait budaya, ekonomi, hukum dan sosial terkait penggunaan informasi. Setiap standar memiliki beberapa indicator kemampuan dan hasil pembelajaran, dengan demikian standar ini dapat mengukur kemampuan literasi seseorang.
    Selanjutnya silahkan Anda mengakses beragam materi, mengerjakan tugas, dan menyampaikan pendapat pada forum diskusi.
  • PERTEMUAN 10: MEDIA DAN LITERASI INFORMASI

    PENDAHULUAN

    Adanya pergeseran teknologi media dari konvensional ke teknologi media baru. Saat ini literasi tidak hanya sebatas kemampuan membaca dan menulis, tetapi masyarakat juga harus memiliki kemampuan berliterasi media. Adanya media baru ini, seperti pisau bermata dua yang memiliki dampak positif dan negatif. Dampak positifnya seseorang dapat mengakses informasi kapanpun dan dimanapun, dampak negatifnya banyaknya informasi hoax yang tidak dipertanggungjawabkan. Melihat dampak negatif yang ditimbulkan, diperlukan kemampuan literasi media supaya masyarakat lebih bijak dalam menganalisis pesan pesan media. Dengan memiliki kemampuan literasi media, masyarakat dapat memahami, menganalisis, dan menyadari media sebagai sumber informasi, serta menyadari informasi yang didapatkan dari media merupakan informasi yang layak untuk dikonsumsi.

    CAPAIAN PEMBELAJARAN

    Setelah mempelajari modul ini, Anda diharapkan mampu :

    1. menjelaskan sejarah literasi media;
    2. menjelaskan pengertian literasi media;
    3. menjelaskan konsep dasar literasi media;
    4. menjelaskan prinsip dasar literasi media;
    5. menjelaskan keterampilan literasi media;
    6. menjelaskan tujuan dan fungsi literasi media;
    7. menjelaskan aspek-aspek literasi media;
    8. menjelaskan komponen literasi media;
    9. menyebutkan dan menjelaskan jenis-jenis literasi media;
    10. menyebutkan dan menjelaskan model-model literasi media;
    11. menyebutkan dan menjelaskan model pendidikan bermedia;

    PEMANFAATAN MEDIA DALAM LITERASI INFORMASI

    Sejarah Literasi Media

    Literasi media mulai muncul di Inggris pada tahun 1930, ketika terbentuknya khalayak media yang disebabkan adanya penemuan media massa dari rekaman, film, radio, dan televisi. Awal kajian khusus mengenai media dimulai ketika Marshall McLuhan menerbitkan buku Understanding Media (1664). Melalui bukunya itu McLuhan menyampaikan gagasan “medium is the message” dan “hot and cold media”. Melalui gagasan medium is the message, McLuhan menyampaikan bahwa setiap medium memiliki efek intrinsik sebagai pesan yang unik. Media memiliki tata bahasa dan struktur yang berbeda, sehingga kekuatan pesan media dapat mempengaruhi skala, kecepatan dan pola yang mana hal tersebut dapat mengendalikan tindakan khalayak. Melalui gagasan hot and cold media, McLuhan menjelaskan media dingin merupakan media yang membutuhkan perhatian aktif dari khalayak, seperti buku, surat kabar, film, web, media sosial. Sedangkan media yang panas mengacu pada komunikasi mendetail yang melibatkan khalayak, seperti radio dan televisi.

    Buku McLuhan ini menginspirasi sahabatnya, John Culkin. Culkin kemudian menulis kurikulum kajian film sebagai disertasinya (1964) dan melalui organisasi The Center For Understanding Media, Culkin dianggap sebagai pelopor literasi media yang kemudian menyebarkan gagasannya mengenai pendidikan bermedia. Sejak tahun 1960 pendidikan media (media education)mulai diajarkan di sekolah-sekolah Inggris. Pendidikan ini bertujuan agar peserta didik dapat memahami budaya populer dan tidak menganggapnya sebagai masalah. Pada tahun 1970 mulai dibuka pendidikan kajian film yang berkembang menjadi kajian media dalam sistem pendidikan tinggi. Tahun 1990 pada kurikulum pendidikan Inggris mengharuskan adanya pembelajaran mengenai media, sehingga Inggris dikenal sebagai pelopor pendidikan melek media (literasi media) di dunia. Selanjutnya pendidikan melek media ini menyebar ke negara Australia, Afrika Selatan, Denmark dan Amerika Serikat yang dimasukkan ke dalam kurikulum sistem pendidikannya.

    Di Indonesia pengenalan konsep literasi media dapat dibilang terlambat dibanding dengan negara lainnya, konsep ini baru dikembangkan pada tahun 1990. Menjelang tahun 2000 pasca era reformasi, konsep literasi media ini mendapat perhatian lebih, dimana pada saat itu media mendapatkan kebebasan dalam penayangan isi media. Konsep literasi media ini mulai dikenal di Indonesia setelah melihat betapa besarnya pengaruh media televisi yang menjadi media yang cukup besar di era 90 sampai awal tahun 2000. Perkembangan literasi media di tahun 2000 sampai 2010 selain melalui seminar dan pertemuan, juga dilakukan kampanye dan roadshow mengenai pentingnya literasi media terutama pada anak-anak. Sayangnya sejak tahun 2010 perkembangan literasi media di Indonesia menjadi terhambat, akibat dari beragamnya pemahaman mengenai literasi media. Hingga sampai saat ini belum adanya forum ilmiah yang membahas tentang literasi media, serta belum adanya bahasan mengenai memasukkan kemampuan literasi media ke dalam kurikulum pendidikan formal di Indonesia.

    Pengertian Literasi Media

    Terdapat begitu banyak definisi terkait literasi media. Di Amerika Serikat dan Inggris menggunakan istilah berbeda mengenai aktivitas pendidikan bermedia. Di Amerika Serikat, para ahli menggunakan istilah literasi media (media literacy), sedangkan di Inggris menggunakan istilah pendidikan media (media education). Di Indonesia sendiri literasi media sering digunakan dengan istilah “melek media”. James Potter dalam bukunya yang berjudul Media Literacy (2005) mengemukakan bahwa literasi media merupakan sebuah perspektif yang digunakan secara aktif, ketika seorang individu mengakses media dengan tujuan untuk memaknai pesan yang disampaikan oleh media. Adapun menurut David Buckingham dalam laporannya untuk Ofcom, yaitu sebuah lembaga regulator industri komunikasi independen di Inggris, mengemukakan definisi literasi media sebagai “the ability to access, understand, and create communications in a variety contexts”, yaitu kemampuan untuk mengakses media dan menentukan konten media yang sesuai dengan kebutuhannya, memahami isi ketika menemukan informasi, serta kemampuan untuk menciptakan atau menulis di media. 

    Pengertian lain dikemukakan oleh Sonia Livingstone (2003) yang mengatakan bahwa literasi media merupakan kemampuan untuk mengakses, menganalisis, mengevaluasi dan mengkomunikasikan pesan dalam berbagai bentuk medium. Adapun Uni Eropa menyebutkan bahwa literasi media merupakan keterampilan, pengetahuan dan pemahaman konsumen untuk menggunakan media secara efektif dan aman, yang mana individu yang literate akan mampu untuk memilih informasi serta mengetahui tujuan konten dan jasa. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahawa literasi media merupakan kemampuan menganalisis seseorang dalam memahami isi informasi yang di aksesnya melalui media tertentu sehingga ia dapat mengevaluasi konten media secara efektif yang sudah sesuai dengan kebutuhannya. Silahkan Anda cermati infografis dibawah ini:

    lI 14

    Literasi media ini sangat penting karena korporasi media industri memiliki posisi yang penting ketika tumbuh bersama masyarakat. Korporasi media industri tersebut dapat menyebarkan gagasan, ideologi dan berbagai pengetahuan baik dan buruk. Selain itu industri media in dapat memanipulasi kesadaran dan pikiran masyarakat. Oleh sebab itu, diperlukan kemampuan literasi media untuk mengakses, menganalisis, mengevaluasi dan mengkomunikasikan kembali pesan dari media. Menurut McChesney (dalam Kellner & Share, 2005) mengemukakan bahwa Center Of Media Literacy, terdapat 5 konsep dasar literasi media, yaitu :

    1. Non-transparansi, semua pesan media dikonstruksi, media tidak merepresentasikan kenyataan karena pesan media diciptakan, dibentuk, dan di posisikan melalui proses konstruksi. Konstruksi ini melibatkan keputusan hal-hal dimasukkan dan tidak dimasukkan untuk mewakili kenyataan;

    2. Kode dan konvensi pesan media dikonstruksi menggunakan bahasa kreatif dengan aturan sendiri, dalam media terdapat dua makna, yaitu makna denotasi (penanda) yang merujuk pada pengertian sebenarnya dan makna konotasi (petanda) yang merupakan makna asosiatif atau subjektif berdasarkan kultural dan ideologis;

    3. Pemahaman khalayak, orang yang memiliki pengalaman berbeda akan memahami media dengan cara berbeda. Kemampuan melihat perbedaan pada pesan ini dapat membangun toleransi;

    4. Konten dan pesan media mengandung nilai dan sudut pandang, setiap orang memiliki sudut pandang yang berbeda serta memiliki orientasi politik berbeda. Dengan adanya media ini dapat digunakan sebagai komunikasi untuk menyampaikan pandangan tersebut;

    5. Motivasi media di organisasi untuk mendapatkan keuntungan atau kuasa, setiap media bertujuan untuk mendapatkan perhatian khalayak, sehingga beberapa media berkonsolidasi membentuk oligopoli yang akan mengancam independensi dan keberagaman informasi, sehingga mengakibatkan kolonisasi global tentang budaya dan pengetahuan.

    Tujuan dan Fungsi Literasi Media

    Silverblatt menyebutkan terdapat 4 (empat) tujuan dari literasi media, yakni:

    1. Kesadaran kritis, yaitu kesadaran akan pengaruh media terhadap individu dan sosial

    2. Diskusi, yaitu pengembangan strategis untuk menganalisis dan mendiskusikan pesan media

    3. Pilihan kritis, yaitu kesadaran bahwa isi media adalah teks yang menggambarkan kebudayaan dan diri kita sendiri pada saat ini

    4. Aksi sosial, yaitu mengmbangkan kesenangan, pemahaman dan penghargaaan terhadap isi media.

    Dari keempat tujuan diatas, pada dasarnya literasi media merujuk pada hal yang sama yaitu berusaha memberikan kesadaran kritis bagi khalayak ketika berhadapan dengan media. Kesadaran kritis memberikan manfaat bagi khalayak untuk mendapat informasi secara benar terkait coverage media dengan cara membandingkan media yang satu dengan media yang lainnya secara kritis. Sehingga akan lebih sadar pengaruh media dalam kehidupan sehari-hari, serta akan menginterpretasikan pesan media sehingga membangun sensitivitas terhadap program-program sebagai cara mempelajari kebudayaan. Selain itu juga menjadi lebih mengetahui pola hubungan antara pemilik media dengan pemerintah yang mempengaruhi media serta mempertimbangkan media dalam keputusan-keputusan individu. Kesadaran kritis khalayak atas realitas media inilah yang menjadi tujuan utama literasi media. Ini karena media bukanlah suatu entitas yang netral, melainkan media selalu membawa nilai, baik ekonomi, agama, sosial dan budaya. Keseluruhannya akan memberikan dampak bagi individu bagaimana ia menjalani kehidupan sehari-hari. Fungsi utama mempelajari literasi media ini adalah untuk menjadikan khalayak sebagai individu yang “melek media”. Artinya khalayak menjadi pribadi yang paham, berpengetahuan luas, mampu menganalisis, menilai, dan mampu untuk  berpendapat secara kritis atas informasi atau pesan media yang didapatnya. Sehingga khalayak dapat senantiasa mengambil sikap atas sebuah isu atau permasalahan tertentu secara bijak dan tidak mudah terbawa arus dan tergiring opininya menuju hal yang bersifat negatif.

    MODEL-MODEL LITERASI MEDIA

    Literasi informasi ini saling mempengaruhi dan saling mengintruksi media, produser dan khalayak. Komponen literasi media yaitu produksi, bahasa, penyajian, dan audiens. Adapun jenis literasi media diantaranya, media cetak yang merupakan media lama, televisi, dan media internet/media baru. Silahkan Anda cermati Infografis dibawah ini mengenai 3 Model Literasi Media:

    LI 15

     1. Model literasi media remotivi

    Program literasi media yang dikembangkan oleh remotivi ini dapat dibedakan menjadi dua jalur, yaitu literasi media berbasis media baru dan literasi media berbasis dunia nyata. Literasi media berbasis media baru berupa internet, sebagaimana yang dikemukakan oleh Roy Thaniago segala sesuatu yang dipublikasikan dalam website merupakan salah satu aspek literasi, karena dalam tulisan kritis itu  termuat juga upaya rasionalisasi kritik atas tayangan televisi. Literasi media berbasis dunia nyata yaitu dengan menyelenggarakan diskusi di kampus, adapun topik-topik yang dapat didiskusikan adalah kekerasan media, realitas tv, dan K-POP.

    2. Model media watch

    Media watch lebih diorientasikan untuk mendorong perubahan pada content media secara langsung dengan mengajukan kritik atau tuntutan ke media yang bersangkutan. Kegiatan ini dilakukan tidak hanya melalui kajian atas isi media yang menjadi fokus, tapi juga melalui advokasi dengan menggandeng kelompok-kelompok strategis. Pendekatan media watch telah terbukti sangat efektif dibandingkan dengan media watch konvensional yang hanya menyampaikan evaluasi kritis terhadap media.

    3. Model LeSPI

    Model LeSPI melakukan gerakan literasi media dengan membedakan antara media watch sehingga program atara keduanya pun berbeda. Pada literasi media, LeSPI menitikberatkan pada kegiatan sosialisasi yang dilakukan oleh LeSPI atau dilakukan oleh leader komunitas yang telah mengikuti pendidikan literasi media. Sementara untuk media watch, LeSPI memfokuskan kegiatan pantauan tidak hanya sebatas pada pantauan kognitif, artinya sebatas mengerti bahwa ada yang tidak beres dengan media, tetapi pantauan harus menghasilkan tulisan yang didasarkan pada hasil analisis, baik framing ataupun analisis isi.

    Selanjutnya silahkan Anda mengakses beragam materi, mengerjakan tugas, dan menyampaikan pendapat pada forum diskusi.

  • PERTEMUAN 11: TEKNOLOGI DAN LITERASI INFORMASI

    PENDAHULUAN

    Salah satu konsep baru literasi yaitu literasi Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Literasi tersebut didefinisikan sebagai keterampilan dalam menggunakan serta memanfaatkan media baru seperti internet untuk mencari, menemukan, mengakses, menyebarkan, dan mengkomunikasikan informasi secara efektif. Literasi TIK dimaknai juga sebagai literasi media yang memposisikan seseorang yang memiliki kemampuan untuk memahami, menguasai, dan memanfaatkan konten media massa.

    CAPAIAN PEMBELAJARAN

    1. Memahami konsep dasar literasi teknologi
    2. Mengetahui definisi literasi literasi dari beberapa ahli
    3. Mengetahui fungsi dan manfaat literasi teknologi
    4. Mengenali model-model literasi teknologi

    KONSEP LITERASI TEKNOLOGI

    Salah satu konsep baru literasi yaitu literasi Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Literasi tersebut didefinisikan sebagai keterampilan dalam menggunakan serta memanfaatkan media baru seperti internet untuk mencari, menemukan, mengakses, menyebarkan, dan mengkomunikasikan informasi secara efektif. Literasi TIK dimaknai juga sebagai literasi media yang memposisikan seseorang yang memiliki kemampuan untuk memahami, menguasai, dan memanfaatkan konten media massa.

    Maryland mengatakan, literasi teknologi merupakan kemampuan untuk menggunakan, memahami, mengatur, dan menilai suatu inovasi yang melibatkan proses dan ilmu pengetahuan untuk memecahkan masalah dan memperluas kemampuan seseorang (Nasution, 2018). National Academy of Engineering and National Research Council of The National Academies mengartikan literasi teknologi yaitu sebagai suatu pemahaman tentang teknologi pada sebuah tingkatan yang memungkinkan pemanfaatan secara efektif dalam masyarakat teknologi. Menurut Rose tahun 2007, literasi teknologi sebagai kemampuan untuk menggunakan teknologi khususnya di dalam pembelajaran dan pengajaran sains dan kemampuan berinkuiri. Dalam literasi teknologi pastinya sangat berkaitan erat dengan teknologi, khususnya teknologi informasi dan komunikasi. Silahkan Anda cermati konsep literasi teknologi dalam bentuk infografis berikut ini:

    LI 15

    Beberapa definisi teknologi informasi menurut ahli lainnya:

    1. Susanto, pada tahun 2002.

    Susanto mengatakan, bahwa teknologi informasi dan komunikasi adalah media atau sarana yang digunakan untuk kebutuhan transfer file, baik berupa informasi ataupun data. Selain hal tersebut, juga menjadi sebuah alat komunikasi secara searah atau dua arah.

    2. Martin, pada tahun 1999.

    Martin mengatakan, teknologi informasi ini tidak hanya tentang software dan hardware yang notabennya berfungsi sebagai pengolah, memproses dan menyimpan informasi saja. Lebih dari itu, teknologi ini juga mencakup komunikasi yang memiliki peranan sebagai pengirim informasi. 

    Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa literasi teknologi dimaknai sebagai kemampuan yang terdiri dari aspek ilmu pengetahuan, keterampilan berpikir kritis, serta pembuatan keputusan dalam upaya pemanfaatan teknologi/inovasi hasil karya manusia secara efektif khususnya pada pendidikan (Nasution, 2018).

    FUNGSI LITERASI TEKNOLOGI

    Berikut beberapa fungsi dari literasi teknologi informasi:

    1. Sebagai keterampilan dalam menangkap suatu informasi secara cepat dan tepat.

    2. Sebagai kemampuan untuk menyimpan informasi dalam media (seperti dalam hardisk, flashdisk, dsb)

    3. Memberikan keterampilan mengolah suatu data yang diterima (seperti menganalisis, menggabungkan, dan menghitung),

    4. Memberikan kemampuan untuk mengkomunikasikan informasi melalui jaringan,

    5. Memberikan keterampilan untuk menyimpan dan penemuan kembali informasi,

    6. Kemampuan mengorganisasikan data ke dalam bentuk yang lebih menarik dan bermanfaat.

    Teknologi informasi dan komunikasi dalam dunia pendidikan, memiliki tiga fungsi vital yang mana sering digunakan dalam kegiatan belajar mengajar (Azhariadi, 2019). Diantaranya adalah:

    1. Teknologi memiliki peran fungsi sebagai media atau alat. 

    Di dunia pembelajaran, akan digunakan sebagai sebuah fasilitas untuk siswa dalam memahami pelajaran yang disampaikan oleh pendidik.  Seperti untuk mengolah angka, kata, membuat unsur desain grafis, program administratif, database, membuat data keuangan dan yang lainnya.

    1. Teknologi memiliki fungsi sebagai ilmu pengetahuan. 

    Pada bagian ini, teknologi diposisikan sebagai salah satu disiplin ilmu yang wajib dikuasai oleh para siswa. Contohnya adalah beberapa jurusan di perguruan tinggi yang khusus mempelajari teknologi informasi dan komunikasi seperti jurusan informatika dan masih banyak lagi lainnya. Bahkan di dalam kurikulum belajar terbaru, para siswa dari semua tingkatan  maupun jurusan dituntut untuk menguasai bidang ini.

    1. Selain menjadi alat pembelajaran, teknologi juga memiliki fungsi dan peran sebagai bahan materi. 

    Yang mana teknologi memainkan peranan sebagai sebuah teori belajar yang harus dipelajari dan juga digunakan untuk menguasai materi tertentu (dengan bantuan teknologi seperti komputer). Umumnya, komputer yang akan digunakan siswa akan diatur sedemikian rupa dan para siswa akan dipandu langkah demi langkah hingga bisa memahami sebuah materi. Dalam konteks ini, peranan teknologi adalah sebagai mentor bagi siswa.

    MODEL LITERASI TEKNOLOGI

    Terdapat beberapa model teknologi literasi (Subarjo, 2017), silahkan Anda amati infografis berikut ini:

    LI 16

     

    Literasi Visual

    Kemampuan memahami dan menggunakan termasuk kemampuan untuk berpikir, belajar, dan mengungkapkan diri sendiri mencakup integrasi pengalaman visual dengan pengalaman yang diperoleh dari indera lain seperti yang didengar, disentuh, di kecap, dibau serta dirasakan. Kompetensi literasi visual memungkinkan seseorang untuk memilih serta menafsirkan berbagai tindakan visual, objek dan atau simbol. Dari situ, seseorang dapat berkomunikasi dengan orang lain, membuat pamflet, tengara, membuat halaman Web.

    Literasi Media

    Kemampuan untuk menggunakan berbagai media untuk mengakses, analisis serta menghasilkan informasi untuk berbagai keperluan. Media mencakup televisi, film, radio, musik terekam, surat kabar dan majalah, internet maupun smartphone. Literasi media adalah keterampilan untuk memahami, menganalisis, mengakses dan memproduksi pesan komunikasi massa, dan sebagai bentuk pemberdayaan (empowerment) agar masyarakat bisa menggunakan media secara cerdas, sehat dan aman. Tidak jauh berbeda pemahaman literasi media serta literasi informasi yang bersama memiliki tujuan menghindarkan seseorang dari ketidakbenaran isi atau informasi yang disebarkan oleh media, hal tersebut berkaitan dengan masih adanya kekurangnetralan media dalam menyebarkan informasi (Purwaningtyas, 2018).

    Literasi teknologi komputer dan komunikasi

    Kemampuan tahu bagaimana menggunakan dan mengoperasikan komputer secara efisien sebagai mesin pemroses informasi. Terdiri dari: literasi perangkat keras dan perangkat lunak. Literasi TIK memiliki dua hal yang mendasar, yaitu keterampilan kognitif serta aplikasi dari keterampilan pengetahuan dan tekniknya. Literasi TIK bisa dikelompokan dalam tiga bagian, yaitu kelompok yang bersangkutan dengan pengetahuan teknologi, kelompok keterampilan menggunakan teknologi, serta kelompok tumbuhnya sikap dari refleksi kritis penggunaan teknologi. Istilah lainnya yang berkaitan erta dengan literasi TIK adalah e-literacy. E-literacy merupakan keterampilan menggunakan perangkat teknologi informasi dan komunikasi untuk menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Selaras dengan perubahan serta perkembangannya,  istilah tersebut meluas menjadi berbagai istilah  yang  berbeda seperti literasi teknologi  (technology  literacy), serta literasi komputer (computer literacy), literasi internet. Sudah tidak dapat disanggah lagi, literasi TIK wajib diaplikasikan ke dalam jenjang pendidikan sedini mungkin.  Hal tersebut dilaksanakan sebagai upaya untuk melakukan pembaharuan dan inovasi pendidikan dalam menyongsong abad  ke-21. Dalam melakukan asesmen terhadap literasi   TIK, biasanya penelitian atau praktisi pendidikan dapat menggunakan panduan dari  ETS  (Educational Testing Service), (Helaluddin, 2019).

    Literasi jaringan

    Merupakan penggunaan jaringan digital secara efektif, yang banyak berkembang seiring perkembangan internet.

    Literasi kultural

    Bermakna pengetahuan mengenai, pemahaman tentang, bagaimana tradisi, kepercayaan, simbol dan ikon, perayaan dan sarana komunikasi sebuah negara, agama, kelompok etnik atau suku berdampak terhadap penciptaan, penyimpanan, penanganan, komunikasi, preservasi serta pengarsipan data, informasi dan pengetahuan dengan menggunakan teknologi. Literasi informasi yang berkaitan dengan literasi kultural antara lain bagaimana faktor budaya berdampak terhadap penggunaan teknologi komunikasi dan informasi secara efisien. Dimana dampak yang muncul dapat dampak positif maupun negatif. 

    Literasi digital 

    Davis & Shaw 2011 mengemukakan bahwa literasi digital diartikan sebagai kemampuan untuk berhubungan dengan informasi berbantuan komputer. Gilster memperluas konsep literasi digital sebagai kemampuan dalam memahami dan menggunakan informasi dari berbagai sumber digital.

    Selanjutnya silahkan Anda mengakses beragam materi, mengerjakan tugas, dan menyampaikan pendapat pada forum diskusi.

  • PERTEMUAN 12: LITERASI DATA

    PENDAHULUAN

    Kemampuan individu untuk memahami informasi bisa kita sebut dengan kemampuan literasi. Literasi memiliki banyak bentuk dan jenisnya, salah satunya adalah literasi data. Berdasarkan wisdom hierarchy DIKW (data, information, knowledge, wisdom) data dituliskan sebagai dasar dari terbentuknya kebijaksanaan (wisdom). Pentingnya literasi data adalah supaya individu dapat memanfaatkan data sebagai landasan untuk mengambil keputusan. Dalam proses literasi data, disadari akan perlunya cara yang sesuai untuk memahami data yang diperoleh, mengolahnya, menganalisis data tersebut, menginterpretasikan, dan membagikan data atau menggunakan data tersebut. Individu pada era modern seperti saat ini memerlukan kemampuan literasi data yang masuk dalam kemampuan literasi yang wajib dikuasai di era revolusi 4.0.

    CAPAIAN PEMBELARAJAN

    Setelah mempelajari modul ini, Anda diharapkan mampu:

    1. Memahami konsep, fungsi dan model literasi data;
    2. Menjelaskan konsep, fungsi dan model literasi data;
    3. Menggunakan kemampuan literasi data.

    LITERASI DATA

    Literasi merupakan kemampuan membaca dan menulis. Perkembangan literasi menjadi sangat penting diperhatikan, karena literasi merupakan kemampuan awal yang harus dimiliki oleh setiap  individu untuk menjalani hidup di masa yang akan datang. Literasi lama mencakup kompetensi calistung. Sedangkan literasi baru mencakup literasi data, literasi teknologi dan literasi manusia. Literasi data terkait dengan kemampuan membaca, menganalisis dan membuat konklusi berpikir berdasarkan data dan informasi (big data) yang diperoleh. Literasi teknologi terkait dengan kemampuan memahami cara kerja mesin. Aplikasi teknologi dan bekerja berbasis produk teknologi untuk mendapatkan hasil maksimal. Literasi manusia terkait dengan kemampuan komunikasi, kolaborasi, berpikir kritis, kreatif  dan inovatif. Mahasiswa dituntut tidak hanya memahami literasi lama seperti membaca dan menulis. Di era Revolusi Industri 4.0, ada tiga literasi baru yang wajib dikuasai. Ketiga literasi tersebut adalah literasi data, literasi teknologi, dan literasi manusia. Tantangan untuk menguasai suatu keahlian di masa depan sangatlah berat. Maka selain membaca, menulis, dan matematika, ketiga literasi baru itu pun wajib diajarkan kepada pemelajar. Literasi Data merupakan kemampuan untuk membaca, mengerti, membuat, dan komunikasi data sebagai informasi. Seperti literasi lain pada umumnya, literasi data  memiliki fokus pada kompetensi penggunaan data, Namun tidak sama dengan kemampuan membaca teks karena memerlukan keterampilan tertentu yang melibatkan membaca dan memahami data (Baykoucheva, 2015). 

    Literasi data adalah kemampuan untuk mengumpulkan, mengelola, mengevaluasi, dan menerapkan data, secara kritis. literasi data sebagai kemampuan untuk menggunakan platform media sosial dengan tujuan dan refleksivitas yang lebih besar (McCosker 2017). Terdapat definisi keterampilan inti dan kompetensi yang terdiri dari literasi data, menggunakan analisis tematik dari elemen literasi data yang dijelaskan dalam literatur peer-review. Kompetensi ini dan keterampilan, pengetahuan, dan tugas yang diharapkan diatur di bawah elemen definisi tingkat atas (data, kumpulkan, kelola, evaluasi, terapkan) dan dikategorikan sebagai kompetensi konseptual, kompetensi inti, dan lanjutan kompetensi. Pandangan literasi data ini merupakan inti dari sintesis kami, yang mencakup dua bagian utama: konteks dan nilai strategis pendidikan literasi data, dan praktik terbaik untuk mengajarkan literasi data lintas disiplin. Masih banyak yang belum kita ketahui, dan langkah lebih lanjut yang perlu diambil, untuk memahami instruksi literasi data (Risdale et al., 2015).

    li 17

    FUNGSI LITERASI DATA

    Dalam setiap skenario pengajaran literasi data, manfaat data, dan keterampilan data, harus dinyatakan dengan jelas sejak awal. Kemampuan memahami sangat penting dalam literasi data yang akan akan mendorong pemikiran kritis dan pemecahan masalah. Pembelajaran berbasis modul memungkinkan siswa mencapai hasil belajar secara bertahap, secara sistematis (Risdale et al., 2015). Secara repetitif pembelajaran memungkinkan siswa untuk membangun keterampilan yang dipelajari sebelumnya, mendorong proses lebih menghafal atau mengikuti instruksi, dan akhirnya membuat belajar konsep baru lebih mudah dikelola. Mulai dari yang kecil dan mengerjakan tugas yang lebih rumit memungkinkan siswa untuk memiliki kepercayaan pada kemampuan mereka.

    Pembelajaran berbasis proyek (Project based learning) adalah cara yang membantu untuk menerapkan pendekatan pembelajaran yang berurutan. Proyek yang mencakup berbagai investigasi dan memiliki penerapan di dunia nyata akan memperkuat hubungan antara proses/teori dan praktik. proyek ini akan memungkinkan evaluator kesempatan untuk menilai keterampilan secara praktis, bukan secara formal. Pekerjaan tersebut harus menyertakan data dunia nyata, relevan dengan minat siswa dan dalam konteks yang menarik, bukan hanya data untuk kepentingan data. Peningkatan keterlibatan dalam bekerja dengan data dapat mendorong inovasi, meningkatkan pembelajaran, dan meningkatkan kemungkinan pembelajaran sepanjang hayat. Pekerjaan harus memberikan kesempatan pada siswa untuk melangkah lebih jauh dari yang  diharapkan. Mengintegrasikan pengajaran literasi data ke dalam mata pelajaran yang ada dengan memanfaatkan beberapa elemen literasi data adalah cara untuk mengintegrasikan pengajaran literasi data yang sistematis dan formal ke dalam kurikulum yang sudah lengkap. Menurut Carlson & Johnson (2015) Literasi data beririsan dengan literasi statistik karena melibatkan pemahaman apa arti data, termasuk kemampuan membaca grafik dan bagan serta menarik kesimpulan dari data.

    Dapat disimpulkan bahwa literasi data memiliki fungsi untuk memberikan pemahaman secara lengkap akan sesuatu berdasarkan sumber-sumber atau kegiatan yang dilakukan oleh pencari informasi.

    MODEL LITERASI DATA

    Literasi data yang merupakan fondasi awal dari hierarki Dalam setiap skenario pengajaran literasi data, manfaat data, dan keterampilan data, harus dinyatakan dengan jelas sejak awal. Kemampuan memahami sangat penting dalam literasi data yang akan akan mendorong pemikiran kritis dan pemecahan masalah. Mengintegrasikan pengajaran literasi data ke dalam mata pelajaran yang ada dengan memanfaatkan beberapa elemen literasi data adalah cara untuk mengintegrasikan pengajaran literasi data yang sistematis dan formal ke dalam kurikulum yang sudah lengkap. Menurut Carlson & Johnson Literasi data beririsan dengan literasi statistik karena melibatkan pemahaman apa arti data, termasuk kemampuan membaca grafik dan bagan serta menarik kesimpulan dari data. Silahkan Anda pahami infografis dibawah ini:

    Li 18

    Selanjutnya silahkan Anda mengakses beragam materi, mengerjakan tugas, dan menyampaikan pendapat pada forum diskusi.

  • PERTEMUAN 13: MODEL LITERASI INFORMASI

    PENDAHULUAN

    Literasi informasi merupakan suatu kemampuan yang sangat dibutuhkan di era kehidupan saat ini. Dalam kehidupan tentu kita pasti akan menemukan informasi entah itu dari teknologi, buku, ataupun pamphlet di jalanan. Kemampuan untuk menangkap dan mengelola informasi tersebut perlu dimiliki setiap orang agar informasi dapat diterima dan digunakan dengan efektif. Cara untuk mendapatkan kemampuan literasi informasi tersebut diperlukan adanya panduan yaitu menggunakan model. Model pada literasi informasi berisi mengenai keterampilan, langkah – langkah ataupun strategi untuk dimiliki dan dilakukan.

    CAPAIAN PEMBELAJARAN

    Setelah mempelajari modul ini anda diharapkan dapat :

    1. Menjelaskan dan memahami konsep model literasi informasi;
    2. Mengetahui fungsi model literasi informasi;
    3. Mampu menjelaskan dan memahami berbagai model literasi informasi;
    4. Mampu menjelaskan dan memahami langkah – langkah tiap model literasi informasi;
    5. Mampu mengimplementasikannya di kehidupan.

    KONSEP MODEL LITERASI

    Paul G. Zurkowski, President of the International Industry Association memperkenalkan konsep literasi informasi pada tahun 1974 dengan menulis dengan atas nama The National Commission on Libraries an Information Science (Deden, 2014). Beliau menggunakan istilah ini untuk menggambarkan keterampilan dan teknik yang dimiliki seseorang yang literat informasi untuk memanfaatkan sejumlah sarana literasi informasi yang juga sebagai sumber utama dalam membuat solusi informasi terhadap masalah mereka. Literasi Informasi merupakan keterampilan yang diperlukan untuk mengenali informasi yang diperlukan, kemampuan memperoleh, mengevaluasi, dan memanfaatkan informasi tersebut secara efektif. Beliau menggambarkan orang-orang yang melek informasi itu sebagai orang-orang yang terdidik dalam mengaplikasikan sumber-sumber informasi terhadap pekerjaan mereka. 

    Literasi informasi merupakan kemampuan menemukan, mencari dan menggunakan informasi sesuai kebutuhan masing – masing. Lebih jelasnya, Literasi informasi ini merupakan kemampuan dasar yang harus dimiliki, kemampuan dasar tersebut yaitu kemampuan seseorang mampu untuk mengembangkan dirinya melalui berbagai informasi dan pengetahuan yang jauh lebih baik dari segi sumber informasi, data, pencipta dan juga konten informasi itu sendiri. Untuk memiliki kemampuan literasi informasi terdapat beberapa langkah yang harus dikuasai. Langkah – langkah tersebut disusun menjadi suatu model. Model literasi informasi adalah penggabungan dari dua kata, yaitu model dan Literasi Informasi. Menurut Lasa dalam Kamus Kepustakawanan Indonesia, Model memiliki pengertian suatu peragaan tiga dimensi untuk menggambarkan benda atau obyek yang sebenarnya (Risma, 2019). Sehingga yang dimaksud model disini adalah sebuah panduan untuk menguasai dan mempelajari literasi informasi. Model juga menggambarkan seperti apa literasi informasi itu. Untuk lebih jelasnya silahkan Anda amati Infografis dibawah ini:

    LI 19


    Mengidentifikasi berbagai komponen serta menunjukkan hubungan antar komponen ini merupakan keberadaan suatu model. Model literasi biasanya dibuat sebagai acuan dalam pelaksanaan literasi informasi di sebuah perpustakaan. Dengan adanya model maka tahapan dan komponen literasi informasi menjadi lebih jelas. Keterampilan yang dikuasai oleh pemustaka juga lebih jelas, sehingga semua tahapan keterampilan yang dijadikan sebagai sesi pelatihan informasi bisa dikembangkan lebih lanjut sesuai dengan kebutuhan institusi tersebut (Baskoro & Jonatan, 2015).

    MODEL LITERASI INFORMASI

    Model informasi merupakan gambaran dari literasi informasi yang berfungsi untuk dijadikan panduan agar seseorang bisa menguasai dan mempelajari mengenai literasi informasi. Silahkan Anda amati infografis dibawah ini:

    LI 20

     

    Selanjutnya silahkan Anda mengakses beragam materi, mengerjakan tugas, dan menyampaikan pendapat pada forum diskusi.

  • PERTEMUAN 14: EVALUASI DAN ASESMEN PROGRAM LITERASI INFORMASI

    PENDAHULUAN

    Keterampilan literasi informasi sangat berperan penting dalam kehidupan, apalagi dengan banyaknya informasi dan pengetahuan yang diperoleh saat ini. Selain itu, keterampilan literasi informasi sering dikaitkan erat dengan keberhasilan kegiatan belajar. Kegiatan belajar abad 21 yang tidak hanya berfokus pada pemberian informasi dari guru, juga melibatkan proses pencarian, penerimaan, pengolahan dan penyampaian informasi. Melalui literasi informasi juga sangat mendukung proses berpikir kritis dan kreatif. Mengetahui urgensi literasi informasi, pemerintah juga ikut mendukung salah satunya dengan adanya program Gerakan Literasi Sekolah (GLS). 

    Sebagaimana program lainnya, program literasi informasi juga perlu di evaluasi dan di asesmen terkait efektivitas pelaksanaan program literasi informasi, untuk mengetahui bagaimana program literasi informasi dilaksanakan, dan memberikan masukan terhadap program tersebut. Sehingga dari hasil asesmen dan evaluasi tersebut dapat dijadikan sebagai keputusan apakah program dilanjutkan, dihentikan atau dilanjutkan dengan catatan terhadap program.

    CAPAIAN PEMBELAJARAN

    Setelah mempelajari modul ini, Anda diharapkan mampu :

    1. menjelaskan konsep evaluasi program literasi informasi   
    2. menjelaskan standar evaluasi program literasi informasi
    3. menjelaskan dan menentukan alat evaluasi program literasi informasi   
    4. menjelaskan dan menentukan metode pengukuran evaluasi program literasi informasi
    5. menjelaskan konsep asesmen program literasi informasi
    6. menjelaskan pendekatan dan metode asesmen program literasi informasi
    7. merancang asesmen program literasi informasi

    KONSEP EVALUASI PROGRAM LITERASI INFORMASI

    Evaluasi merupakan kegiatan untuk menilai apakah suatu kegiatan atau program sudah mencapai tujuan yang ditetapkan atau sudah sesuai dengan standar yang digunakan. Dalam kegiatan evaluasi diperlukan adanya pembanding, pembanding yang digunakan yaitu tujuan, kriteria, atau standar yang telah ditentukan sebelumnya, sehingga pencapaian yang dihasilkan tersebut menjadi nilai dalam evaluasi. Setiap program literasi yang dirancang, tentu mempunyai tujuan, adanya evaluasi program literasi informasi ini untuk melihat apakah tujuan dari program literasi sudah tercapai.

    Program literasi informasi merupakan program yang dilakukan untuk membekali siswa/mahasiswa agar memiliki kemampuan dalam memanfaatkan informasi secara efektif sesuai dengan kebutuhan. Pada program literasi informasi tentu ditetapkan Tujuan Instruksional Umum (TIU) dan Tujuan Instruksional Khusus (TIK). Sehingga dengan adanya TIU dan TIK ini dapat menjadi standar model literasi informasi yang digunakan. Adapun evaluasi program literasi informasi dapat dilakukan dengan menyiapkan beberapa pertanyaan terkait pelaksanaan program, situasi kelas, materi yang diberikan dan sarana yang digunakan selama program berlangsung. Evaluasi terhadap program literasi informasi, dapat dilakukan dengan menggunakan alat pengukuran seperti kuesioner atau pertanyaan terbuka yang memberikan kebebasan kepada peserta untuk menjawab sesuai dengan apa yang ia alami dan rasakan selama menjalani program literasi informasi. Metode kualitatif melalui pengisian kuesioner sangat efektif dilakukan karena sifatnya yang berbasis kompetensi, yang akan berguna untuk mengevaluasi sikap, penilaian dan motivasi. 

    STANDAR EVALUASI PROGRAM LITERASI INFORMASI

    Adapun lima standar yang ditetapkan oleh ACRL sebagai standar evaluasi program literasi informasi, yaitu sebagai berikut:

    1. mahasiswa yang melek informasi dapat menentukan sifat dan luasnya informasi yang dibutuhkan.

    2. mahasiswa yang melek informasi dapat mengakses informasi yang dibutuhkan secara efektif dan efisien.

    3. mahasiswa yang melek informasi dapat mengevaluasi informasi dan sumbernya secara kritis dan menggabungkan informasi yang dipilih ke dalam basis pengetahuan dan sistem nilainya.

    4. mahasiswa yang melek informasi, secara individu atau sebagai anggota kelompok, dapat menggunakan informasi secara efektif untuk mencapai tujuan tertentu.

    5. mahasiswa yang melek informasi dapat memahami isu-isu ekonomi, hukum, dan sosial seputar penggunaan informasi dan mengakses serta menggunakan informasi secara etis dan legal.

    ALAT EVALUASI PROGRAM LITERASI INFORMASI

    Dalam mengevaluasi program literasi informasi agar sesuai dengan standar yang ditetapkan, tentu menggunakan alat bantu untuk melakukan evaluasi. Alat untuk mengevaluasi program literasi informasi harus memiliki dua hal: pertama, evaluasi terkait program untuk institusi (evaluasi) menggunakan indikator. kedua, evaluasi pendidikan untuk siswa (penilaian) menggunakan kuesioner diagnostik pada awal program, dan kuesioner kompetensi di kedua evaluasi harus dimasukkan ke dalam evaluasi hasil. Menurut IFLA evaluasi literasi ini tidak hanya evaluasi programnya saja, tetapi juga termasuk evaluasi untuk staf pengajar, evaluasi hasil siswa dan kemampuan praktik siswa. 

    METODE PENGUKURAN PROGRAM LITERASI INFORMASI

    Dalam pemilihan metode evaluasi program literasi informasi didasari beberapa hal sebagai berikut:
    1. Sasaran evaluasi 

    Pemilihan metode evaluasi ini harus didasarkan pada tujuan program, sasaran evaluasi, dan apa yang akan dinilai. Contohnya, tujuan evaluasi untuk menilai capaian peserta dalam memahami isi informasi yang dibacanya. Lalu hasil dari evaluasi diberikan kepada penanggung jawab program untuk memperlihatkan dan memutuskan keberlanjutan program. Kemudian sasaran evaluasi yang diukur adalah kemampuan peserta program literasi informasi. 

    2. Tipe data yang diperlukan sebagai gambaran hasil evaluasi program

    Sebelum menentukan metode yang digunakan, terlebih tentukan tipe data, seberapa tepat dan detail data yang diperlukan. Kemudian bentuk data yang dibutuhkan kualitatif atau kuantitatif.

    3. Pelaksanaan evaluasi 

    Pada hal ini harus ditentukan kapan dan berapa lama waktu pelaksanaan evaluasi, serta  alat-alat dan teknologi yang mungkin terlibat selama kegiatan.

    Setelah mempertimbangkan hal-hal diatas, maka dapat diputuskan metode evaluasi yang akan digunakan dalam evaluasi program literasi informasi. Adapun metode-metode yang dapat digunakan sebagai berikut:

    1. Summative 

    Metode summative digunakan untuk menentukan pengaruh atau hasil dari program setelah pelaksanaan. Metode evaluasi ini dilakukan setelah kelas selesai untuk memastikan apakah standar yang digunakan sudah terpenuhi. Metode ini digunakan sebagai bentuk pertanggung jawaban program, sehingga dapat dievaluasi apakah kelas ini diperlukan lagi atau tidak.

    2. Kualitatif 

    Metode ini bersifat deskriptif yang berasal dari wawancara, observasi, maupun laporan pribadi. Hasil dari metode ini untuk mengetahui apa yang sukses, apa yang kurang tepat, apa yan berguna, dan sebagainya yang akan bermanfaat untuk menilai, mengubah dan melanjutkan program.  

    3. Kuantitatif 

    Metode ini cenderung melakukan tes objektif yang akan memberikan indikasi proses belajar yang jelas.

    ASESMEN PROGRAM LITERASI INFORMASI

    1. Konsep asesmen program literasi informasi

    Asesmen merupakan kegiatan untuk menilai kinerja dan dilakukan saat program itu berlangsung. Asesmen pada program literasi informasi diberikan kepada para peserta, misalnya kepada siswa, mahasiswa, pemustaka yang mengikuti program literasi informasi. Kegiatan asesmen ini bertujuan untuk melihat apa yang peserta program pelajari selama program literasi informasi berlangsung. 

    1. Pendekatan dan metode asesmen program literasi informasi

    Untuk menilai keberhasilan program literasi informasi perlu dilakukan asesmen, sehingga dapat mengetahui sudah sejauh mana kompetensi literasi informasi yang dimiliki. Menurut Oakleaf (2008) terdapat lima pendekatan yang digunakan dalam mengasesmen literasi informasi, yaitu :

    1. Ujian (tes) dengan pertanyaan tertutup seperti pilihan ganda dan benar salah, merupakan alat asesmen yang mudah dan sering digunakan. Tes ini pula dapat dijadikan asesmen terstandar, salah satunya SAIL (Standardized Assessment of Information Literacy) untuk mahasiswa dan TRAILS (Test for Real-time Assessment of Information Literacy) untuk siswa sekolah dasar dan menengah. Di Indonesia sendiri banyak yang menggunakan jenis asesmen ini untuk mengukur kompetensi literasi informasi. Adapun TRAILS ini merupakan salah satu alat asesmen yang dapat digunakan oleh pustakawan untuk mengetahui sejauh mana kesiapan siswa sekolah yang kelak menjadi mahasiswa, dalam memasuki dunia pendidikan tinggi.

    1. Penelitian untuk kerja yaitu menilai penerapan nyata pengetahuan dan keterampilan literasi informasi. Penelitian ini dilakukan dengan mengamati kerja siswa atau menilai hasil tugas yang diberikan. Banyak kelebihan yang ditawarkan oleh jenis asesmen ini, namun membutuhkan biaya yang mahal, perencanaan yang panjang dan analisis yang cermat. Salah satu asesmen jenis ini adalah iSkill.

    1. Rubrik yaitu serangkaian pedoman penilaian dalam mengevaluasi hasil kerja siswa. rubrik dapat memberikan kejelasan tentang hasil kerja yang diharapkan dari siswa, sehingga siswa terdorong untuk memenuhi standar dan langsung menerima umpan balik serta dapat melakukan evaluasi diri. Adapun kekurangan dari rubrik adalah sulitnya dalam penyusunan rubrik. Penyusunan rubrik yang efektif memerlukan keahlian tersendiri, yang mana belum banyak dimiliki oleh guru dan pustakawan.

    1. Performance Assessment, yaitu dengan menilai melalui pengamatan praktik yang dilakukan peserta. Akan tetapi metode ini kurang valid, karena peserta sering berlaku tidak alami apabila sudah tau sedang diamati.

    2. Classroom Assessment Techniques (CAT) dengan menggunakan minute paper. Yaitu dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan di kelas dan peserta harus menulis jawabannya di secarik kerta dengan waktu yang terbatas. Metode ini dianggap paling cocok untuk mengukur kemampuan peserta program literasi informasi.

    Selanjutnya silahkan Anda mengakses beragam materi, mengerjakan tugas, dan menyampaikan pendapat pada forum diskusi.

  • PERTEMUAN 15: LITERASI INFORMASI LEMBAGA PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI

    PENDAHULUAN

    Perkembangan teknologi dan informasi yang kian canggih membuat tuntutan zaman turut bertambah seiring kebutuhan manusia yang semakin kompleks. Seperti kebutuhan informasi yang bahkan kini menjadi kebutuhan primer sebagai manusia agar dapat bertahan hidup. Fenomena ini tidak hanya terjadi pada kalangan akademisi atau golongan masyarakat menengah keatas, akan tetapi pada kalangan awam yang tidak pernah mengecap dunia pendidikan tingkat tinggi. Artinya dunia informasi kini sudah merambah ke kehidupan perindividu, dengan catatan informasi tersebut benar-benar dibutuhkan atau hanya menjadi sajian informasi sesaat tanpa ada pengaruh di kehidupan mereka untuk memecahkan permasalahan yang di hadapi. Internet sebagai media akses informasi keberadaannya semakin dibutuhkan. Melalui internet informasi apapun dapat manusia telusur dan menjadi bagian dari sebuah jawaban dari permasalahan yang sedang manusia hadapi atau sebagai referensi dalam pengambilan sebuah keputusan. Saat ini miliaran informasi tersedia di internet baik berupa data, berita, karya ilmiah ataupun hiburan, gratis ataupun berbayar. Ada format pdf, word, ppt, html, jpeg, flv, dan lain-lain. Siapapun bisa mengisi content apapun di internet. Informasi yang terunggah di internet pun tanpa filter. Sudahkah manusia bijak dalam memilah informasi yang benar dan menggunakannya secara benar dan tepat. Karena akan menjadi sebuah hal yang fatal apabila manusia salah dalam mendapatkan informasi yang di telusuri melalui internet. Kemudian informasi tersebut dijadikan sebagai pegangan dalam menjawab permasalahan / pengambilan keputusan dari permasalahan yang dihadapi. Untuk mendapatkan informasi yang cepat dan tepat/benar diantara miliaran informasi yang berserakan di internet. Sehingga diperlukan suatu keterampilan/kemampuan dalam mencari dan memilah informasi-informasi tersebut. Adapun ketidakadaan kemampuan seseorang dalam mencari informasi yang efektif itu akan membuat seseorang gamang/ ragu dalam membuat sebuah keputusan yang bisa jadi sangat berarti dalam hidupnya. Berpijak pada kekuatiran ini, sehingga tidak terlalu berlebihan apabila dikatakan jika keahlian, keterampilan maupun kecakapan seseorang untuk mampu mendapatkan informasi yang benar-benar efektif sesuai yang dibutuhkan menjadi sangat krusial dan perlu. Tanpa adanya kemampuan seseorang dalam mengakses informasi yang melimpahruah tersebut, akan memunculkan banyak sampah informasi yang bahkan akan menghambat seseorang untuk maju. Keahlian, kecakapan maupun keterampilan tersebut dalam konteks ini dikenal dengan kemampuan literasi informasi.

    CAPAIAN PEMBELAJARAN

    Setelah mempelajari modul ini, diharapkan mampu :

    1. Menjelaskan konsep literasi informasi
    2. Menjelaskan dan memahami kompetensi literasi informasi yang harus dimiliki sebagai seorang mahasiswa
    3. Menerapkan literasi informasi di kehidupan sehari-hari
    4. Memiliki kemampuan literasi informasi

    Perpustakaan, Civitas Akademika dan Literasi Informasi

    Istilah literasi informasi mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Dalam dunia pendidikan dan perpustakaan dewasa ini, literasi informasi menjadi topik diskusi yang ramai dibicarakan, menurut Forest Woody Horton hal tersebut dikarenakan konsep literasi informasi menjadi sesuatu yang sangat penting bagi seseorang dalam menjalankan kehidupannya. Bahkan lembaga dunia seperti UNESCO juga memiliki kepentingan untuk dapat mensejahterakan masyarakat di berbagai belahan dunia, sehingga begitu mendukung peningkatan pengetahuan masyarakat.

        Definisi Literasi informasi yang dikemukakan oleh American Library Association (ALA, 1989) menyatakan bahwa orang yang melek informasi adalah orang yang :

    “..have learned how to learn. They know how to learn because they know how knowledge is organized, how to find information, and how to use information in such a way that others can learn from them. They are people prepared for lifelong learning, because they can always find the information needed for any task or decision at hand”.

    Dengan kata lain, orang yang melek informasi : tahu cara belajar, tahu cara pengetahuan tersusun, tahu cara mencari informasi, dan tahu cara menggunakan informasi sedemikian rupa sehingga orang lain dapat belajar dari mereka. Mereka ini orang yang siap untuk belajar sepanjang hayat karena mereka selalu mampu mendapatkan informasi yang mereka butuhkan untuk berbagai kebutuhan atau keputusan.

    Melek informasi atau literasi informasi atau information literacy adalah ‘Kemampuan/keterampilan’. Setiap orang memilikinya dalam tingkat yang berbeda dari satu orang ke orang yang lain. Peningkatan kemampuan bergantung pada kegiatan, kesadaran dan usaha setiap orang. Dan pengambilan keputusan dari sumber informasi yang tepat akan menjawab setiap permasalahan yang dihadapi secara tepat pula. Adapun pustakawan adalah profesi yang tepat dalam memberikan literasi informasi kerena pustakawan memiliki keahlian dalam bidang informasi diantaranya manajemen informasi, keterampilan penelusuran informasi, metadata, dan pengetahuan menilai kebenaran sumber informasi. Literasi informasi merupakan salah satu komponen penting yang harus dimiliki setiap warga dan berkontribusi dalam mencapai pembelajaran seumur hidup.

    Menurut Association of College and Research Libraries (ACRL) dalam Information literacy competency standards for higher education (Libraries and Association 2000) mahasiswa yang memiliki keterampilan dalam literasi informasi, akan memiliki kemampuan standard sebagai berikut :

    1. Menentukan batas informasi yang diperlukan;

    2. Mengakses informasi yang dibutuhkan dengan efektif dan efisien;

    3. Mengevaluasi sumber-sumber informasinya dengan kritis;

    4. Memadukan sejumlah informasi yang terpilih menjadi dasar pengetahuan seseorang;

    5. Menggunakan informasi dengan efektif untuk mencapai tujuan tertentu, dan

    6. Mengerti masalah ekonomi, hukum, dan sosial sehubungan dengan penggunaan informasi, serta mengakses informasi secara etis dan legal.

    Perguruan tinggi adalah sebuah institusi yang ada di dalam menyikapi kemajuan TIK sebagai sarana proses pembelajaran. Hadirnya World Wide Web, memberikan kemudahan perpustakaan Perguruan Tinggi untuk mereproduksi, mendistribusi serta memberikan akses informasi bagi kebutuhan pengguna melalui kemasan digital library. Seperti yang tertuang pada (Undang-Undang No. 43 Tahun 2007 Tentang Perpustakaan) pada Bab V Pasal 14 alinea 3 “Setiap perpustakaan mengembangkan layanan perpustakaan sesuai dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi”. Dengan demikian pustakawan sebagai pengelola informasi di perpustakaan dituntut aktif pula dengan perkembangan TIK untuk kebutuhan layanan informasi bagi para penggunanya (civitas akademika).

        Di perguruan tinggi kemampuan literasi informasi mahasiswa menjadi keharusan. Kemampuan ini akan sangat mendukung kegiatan proses belajar mengajar, bahkan menjadi sarana yang sangat penting dalam menumbuhkan daya berpikir kritis. Kenyataannya tidak banyak mahasiswa yang mengetahui konsep literasi informasi, tidak banyak pula mahasiswa yang mencari kebutuhan informasinya lewat jalan dan prosedur yang benar.

    Konsep literasi informasi yang ada dalam perguruan tinggi sama dengan apa yang akan dikembangkan melalui program-program literasi informasi lainnya, yaitu mengembangkan kemampuan pengguna dalam menetapkan hakikat dan menyesuaikan kebutuhan informasi, mengakses informasi yang dibutuhkan secara efektif dan efisien, mengembangkan informasi dan ketersediaan secara efektif  kritis, menggunakan informasi untuk keperluan tertentu.

    Kemampuan untuk menggunakan informasi mutlak diperlukan oleh civitas akademika karena perguruan tinggi adalah tempat untuk berbagi dan pengembangan pengetahuan. Mampu menggunakan informasi saja tidak cukup, tetapi harus mampu menggunakan dan memanfaatkan informasi secara efisien dan etis.

    Keberagaman jenis informasi yang tersedia saat ini dalam berbagai format (cetak atau elektronik) menambah daftar panjang kemampuan penggunaan dan pemanfaatan informasi. Perpustakaan sebagai penyedia sumber informasi juga bertanggung jawab untuk mempromosikan dan memfasilitasi literasi informasi untuk dipahami dan menjadikan civitas akademika (mahasiswa, dosen, pustakawan, dan staff) melek informasi.

    Dalam Dictionary Library and Information Science, literasi informasi adalah kemampuan dalam menentukan informasi yang dibutuhkan termasuk pemahaman bagaimana perpustakaan diatur, mengenali sumber informasi (termasuk format dan alat penelusuran informasi) dan ilmu pengetahuan dan teknik yang dibutuhkan, selain itu juga mencakup kemampuan untuk mengevaluasi isi informasi secara kritis dan menggunakannya dengan efektif Kemudian seiring perkembangan konsep literasi informasi, definisinya pun semakin beragam tergantung pada subjek penelitiannya, Hepworth yang merupakan salah satu anggota Chartered Institute of Library and Information Professionals (CILIP) mendefinisikan literasi informasi pada kalangan pendidikan tinggi sebagai kemampuan mahasiswa secara mandiri dalam mencari informasi dan menggunakannya dengan tepat dan sesuai dengan etika informasi akademik.

    Dalam perguruan tinggi proses belajar mahasiswa harus mampu membiasakan diri dengan cara baru dalam mengikuti pendidikan. Mahasiswa harus mencari sendiri, melatih diri dan menyerap materi yang diberikan dosen. Oleh karena itu dirasa sangat penting memberikan pelatihan atau kegiatan mengenai Literasi Informasi bagi Perpustakaan dan pustakawan pada suatu lembaga pendidikan tinggi. 

        Menurut ANZIL (Australia and New Zealand Institution for Information Literacy) menetapkan standar literasi informasi, bahwa orang yang melek informasi mampu :

    • Recognises the need for information and determines the nature and extent of the information needed; atau Mengenali kebutuhan informasi dan menentukan sifat dan jangkauan informasi yang dibutuhkan.

    • Finds needed information effectively and efficiently; atau Menemukan informasi yang dibutuhkan secara efektif dan efisien.

    • Critically evaluates information and the information seeking process; atau Mengevaluasi secara kritis informasi dan proses pencarian informasi.

    • Manages information collected or generated; atau Mengelola informasi yang dikumpulkan atau yang dihasilkan

    • Applies prior and new information to construct new concepts or create new understandings; atau Menerapkan informasi baru atau lama untuk membangun konsep baru atau menghasilkan pemahaman baru; dan

    • Uses information with understanding and acknowledges cultural, ethical, economic, legal, and social issues surrounding the use of information. (Bundy, 2004); atau Menggunakan informasi dengan pemahaman dan memperhatikan/mempertimbangkan masalah budaya, etika, hukum dan sosial terkait penggunaan informasi.

        Dan menurut Society of College, National and University Libraries, Inggris, ditetapkan 7 langkah dalam model literasi Seven Pillars yang ditujukan untuk kebutuhan perguruan tinggi, sebagai berikut :

    1. Identify - Paham kebutuhan informasi

    2. Scope - Tentukan jenis informasi, karakteristik, tantangan

    3. Plan - Tentukan strategi pencarian, kata kunci

    4. Gather - Lakukan pencarian, akses informasi

    5. Evaluate - Relevansi, akurasi, pembandingan,

    6. Manage - Kelola informasi, mengutip, susun bibliografi, tahu etika gunakan informasi

    7. Present - Menyusun produk informasi dalam bentuk yang tepat dan menyajikan.

        Menurut Asra (Azra, 1998), Budaya Literasi : Kegiatan Ilmiah yang Tereduksi Tak dapat dipungkiri bahwa ada kaitan antara lembaga pendidikan dan dunia intelektual. Keduanya sangat interaktif (saling mempengaruhi) dan interdependen (saling tergantung dan membutuhkan). Salah satu cara untuk membangun tradisi ilmiah di lingkungan perguruan tinggi adalah mengoptimalkan budaya literasi di kalangan mahasiswa (Volume 1, Desember 2010, 72) Kemajuan sebuah bangsa tercermin dari giat atau tidaknya budaya literasi masyarakatnya. Lebih jauh, salah satu indicator penilaian kualitas sains dalam suatu negara adalah jumlah artikel ilmiah yang dipublikasikan di jurnal-jurnal internasional.

        Mempublikasikan tulisan kepada khalayak tentu saja bukan hanya tugas seorang akademisi, seperti dosen,tetapi juga harus dimulai dari kalangan mahasiswa sehingga kemajuan bangsa dapat mengalami percepatan. Penguasaan menulis juga harus diiringi dengan kegiatan membaca yang kontinu serta penguasaan bahasa asing yang mumpuni, khususnya Bahasa Inggris. Sesuai dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu pengabdian kepada masyarakat maka mahasiswa juga berkewajiban menularkan kesadaran membaca itu kepada masyarakat sekitar. Bagaimanapun, masyarakat Indonesia secara umum belum memiliki kesadaran tinggi dalam membaca. Karena globalisasi telah menciptakan ruang aktualisasi yang luas, dunia akan memandang sebuah bangsa dari karya yang dihasilkannya. Robert A.Day mengatakan: “Scientist are measured primarily not by their dexterity in laboratory manipulations, not by their innate knowledge of their board or narrow scientific subjects, and certainly not by their wit or charm; they are measured,and (or remained unknown) by their publications.”

        Perpustakaan perguruan tinggi merupakan institusi yang berperan penting bagi pertumbuhan dunia pendidikan tinggi. Dan secara historis peran penting tersebut adalah menyediakan berbagai sumber informasi yang dibutuhkan oleh pemustaka potensialnya.

    Peranan inilah yang salah satunya membuat perpustakaan perguruan tinggi selalu dianggap sebagai ‘jantung universitas’. Denyut nadi dinamikanya kehidupan akademis perguruan tinggi akan ditentukan oleh kontribusi perpustakaan sebagai sumber informasi dan pusat belajar mahasiswa. Selain itu peranan pustakawan di lembaga pendidikan Perguruan Tinggi menjadi penting, karena para dosen tidak memiliki waktu lagi untuk mengajarkan literasi informasi apalagi dengan menggunakan dan memanfaatkan e-resources.

    Literasi informasi harus dimiliki oleh semua orang termasuk pustakawan yang memegang peranan strategis dalam mengajarkan literasi informasi. Google telah menjadi istilah domain publik “now everything is in google, why we do need library?” Pencari informasi di era digital merasa nyaman googling di internet dan kurang menganggap penting skill dalam memanage kuantitas ataupun kualitas e- resources. Mereka berharap menemukan sejumlah besar informasi dengan cepat dan mudah tanpa menyadari bahwa ada beberapa situs yang diragukan validitas informasinya. Menurut Kate Manuel (2002) dalam Wamken, (2004) :

    “Teaching Information Literacy to Generation Y, “noting that students’ ease with computers can hinder the mastery of information literacy skills because those students overestimate their ability to effectively search for and access information. The difficulty of this situation is further compounded by the Internet’s making so much information available that students believe research is less complicated than it actually is.”

    Literasi informasi dan dunia pendidikan tinggi merupakan dua hal yang tidak terpisahkan. Oleh karena itu pendidikan tinggi harus menciptakan peserta didik yang memiliki kemampuan literasi informasi untuk menunjang kelancaran proses belajar mengajar. Ketika seseorang memasuki bangku perkuliahan, mahasiswa akan menghadapi situasi dan tuntutan akademis yang lebih berat dan sangat berbeda dari sistem pembelajaran sebelumnya. Jika sebelumnya dalam proses belajarnya hanya cenderung mendapatkan informasi dari guru sebagai sumber informasi, di perguruan tinggi harus dapat menyesuaikan diri dengan metode belajar yang langsung berhubungan dengan sumber-sumber informasi. Oleh karena itu, mahasiswa dituntut untuk meningkatkan kecakapan dan pengetahuan agar dapat menemukan dan memanfaatkan informasi yang diperlukan. Untuk itu setidaknya perguruan tinggi perlu memberikan rangsangan atau kegiatan secara sadar dan terencana yang mampu menciptakan gairah mahasiswa berpikir kritis dengan aktif mencari bahan belajar dan informasi- informasi yang dibutuhkan. Kegiatan-kegiatan untuk bertindak secara aktif tersebut pada akhirnya akan mempersiapkan mahasiswa menjadi pembelajar yang mandiri. Hal ini sesuai dengan maksud pendidikan nasional sebagaimana yang dinyatakan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa perguruan tinggi perlu mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran yang baik sehingga mahasiswa dapat secara aktif mengembangkan potensi yang dimilikinya dengan maksimal.

    Mahasiswa yang memiliki kemampuan literasi informasi akan menjadi individu pembelajar mandiri, sehingga mereka mampu mengelola informasi dan mengembangkan informasi yang diperolehnya tersebut sesuai dengan bidang kajiannya masing-masing. Mahasiswa yang menjadi individu pembelajar mandiri akan mampu menggunakan berbagai sumber-sumber informasi untuk meluaskan cakrawala dan pengetahuan, serta mempertajam kemampuan daya berpikir kritis mereka dengan lebih jauh.

    Dan sebagai seorang pengelola perpustakaan, pustakawan dituntut tidak hanya terampil mengurusi buku namun juga dituntut untuk bisa menguasai teknologi informasi (TI). Dengan menguasai teknologi informasi pustakawan akan menguasai penelusuran literasi informasi. Dengan keterampilan yang dimiliki pustakawan akan bisa membimbing dan mengajari pengguna perpustakaan untuk menemukan sumber-sumber informasi yang dibutuhkan.